Page

15 September 2014

Pernikahan Bukan Perkara Cinta dan Agama Saja

Media nasional sedang dihebohkan oleh berita tentang gugatan hukum pernikahan di Indonesia. Seperti kita tahu bersama, salah satu aturan menikah di Indonesia harus seagama. Lalu, bagaimana nantinya jika kedua pasangan berbeda agama? Akhirnya yang harus dilakukan adalah salah satu pasangan harus mengalah. Dengan kata lain pindah agama, apakah ikut suami atau istri. Apakah pasangan tersebut hanya pindah agama sebatas meloloskan urusan administrasi (supaya pernikahannya sah) atau memang sudah mantap berpindah agama (berarti menjalankan keyakinannya yang baru) itu adalah lain persoalan. 

Kalau menurut saya, dilegalkan aturan pernikahan beda agama itu tidak masalah. Tuh, apa sih kerugian bagi negara bagi pasangan berbeda agama yang menikah? Tidak ada kan. Menikah beda agama juga bukan sebuah perbuatan kriminal. Lagi pula kita juga enggak tahu ke depannya akan bertemu dengan siapa, jatuh cinta dengan siapa, seperti kata orang ini.

Tapi, apakah dengan demikian pernikahan beda agama menjadi sesuatu yang mudah dijalani? Menurut saya tidak. Pernikahan di Indonesia (dan di negara-negara budaya Timur) bukan sekadar pernikahan antardua insan, melainkan pernikahan antarkeluarga besar. Jadi, saat kita menikahi seseorang, sebetulnya kita menikahi keluarganya. Mungkin pasanganmu yang beda agama bisa menerima keyakinanmu, tetapi apakah keluarga besarnya bisa menerima? Biasanya hubungan beda agama kerap mendapat tentangan atau tantangan dari orang-orang terdekat, keluarga salah satunya. Tapi, bisa juga dari sahabat.

Juga perlu diingat budaya Indonesia itu kental dengan kebersamaannya. Silaturahmi itu penting. Orang-orang Indonesia senang sekali kumpul-kumpul. Namanya kumpul-kumpul bukan cuman makan-makan dong, pasti cuap-cuap juga kan. Apa yang biasa dicuap-cuapkan? Ya macam-macamlah, "kapan nikah?", "kapan punya anak?" dan lain-lain. Misal saja, pada saat kumpul-kumpul entah itu pas Waisakan, Natalan, Lebaran, atau pun momen yang lainnya, mungkin bisa terdengar celetukan, "Kok, lakimu/binimu tidak diajak ke ... (nama tempat ibadah)? Sesekali biar dia bisa mengenal Tuhan bla-bla-bla..." Mungkin itu hanya basa-basi, tetapi kalau terdengar terus-menerus, bukankah itu tidak nyaman juga.

Perbedaan itu emang indah, tetapi ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Apa itu? Perbedaan itu indah, jika dapat saling menerima. Jika tidak bisa menerima, perbedaan ya cuman jadi perbedaan.

Terakhir yang penting digarisbawahi, pernikahan bukan hanya soal cinta, melainkan soal restu. Mau agamanya sama, warna kulit sama, bentuk hidung sama, atau ukuran mata sama, kalau tidak mendapat restu dari keluarga, ya sulit...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar