"Anak itu tidak boleh dikerasin, anak tidak boleh digalakkin, anak tidak boleh dihukum". Semuanya itu menurut saya salah besar. Perilaku anak haruslah dibentuk dan dikendalikan. Anak tidak paham mana yang benar, mana yang salah ketika ia lahir. Ia hanya bertingkah laku sesuai dorongan-dorongan yang ada di dalam dirinya. Bahasa kasarnya, ia bertindak sesuai dengan nalurinya. Kedisiplinan bertujuan supaya anak dapat berperilaku yang tepat sesuai dengan waktu dan keadaan. Sebagai contoh, anak tahu kapan waktu belajar, kapan waktu bermain. Ketika waktunya belajar, ia akan belajar. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Hal-hal seperti ini dibentuk melalui kedisplinan. Kedisiplinan juga bertujuan membangun karakter dan perilaku yang baik pada diri anak. Tanpa kedisiplinan, anak akan menjadi liar dan berperilaku sesuka-sukanya.
Kedisiplinan bukan berarti hukuman. Kedisplinan justru adalah ketegasan. Ketegasan inilah yang sayangnya dilupakan oleh banyak orangtua. Bagaimana cara menerapkan ketegasan? Menurut saya caranya adalah penegakkan aturan yang jelas dan konsistensi dalam menerapkannya.
Menghadapi Rengekan Anak
Anak seringkali merengek-rengek dan kadangkala orangtua pusing menghadapinya. Saya beri contoh kasus sebagai berikut:
Anak: Ma, pergi ke mall.Pilihan apa yang Anda ambil ketika anak sudah merengek-rengek bahkan sambil mengamuk?
Mama: Enggak. Minggu lalu sudah pergi. Hari ini di rumah dulu. Belajar.
Anak: Pengen pergi... pengen pergi! (merengek-rengek sambil menangis)
A: Ya sudah, nanti pergi, tetapi cuman sebentar saja.Kalau Anda orangtua tegas dan tahu yang terbaik untuk anak, Anda akan pilih yang B.
B: Sekali Mama bilang enggak tetap enggak. Hari ini kamu belajar.
Pilihan A hanya membuat anak belajar sesuatu: "Dengan merengek lalu menangis atau mengamuk, aku bisa membuat Mama mengubah keputusannya."
Pilihan B membuat anak belajar: "Meski aku merengek, menangis, dan melakukan berbagai macam cara, Mama tidak mengubah keputusannya."
Orangtua tidak boleh dengan mengubah keputusan awal atau mengabulkan permintaan anak hanya karena ia menangis atau melakukan perilaku-perilaku sulit lainnya (membanting-banting barang, marah-marah, dan sebagainya). Di sinilah letak ketegasan orangtua, yaitu konsisten dengan kata-katanya sendiri apa pun perilaku sulit yang ditunjukkan anak.
Di sinilah ketegasan orangtua juga dipertaruhkan, apakah mau mengalah dengan permintaan anak atau tetap teguh pada pendirian? Banyak orangtua yang tidak tahan dengan rengekan anak sehingga memilih mengalah. Pada akhirnya itu hanya menjadi bumerang bagi orangtua. Anak akan belajar menggunakan jurus rengekan ketika permintaannya tidak dikabulkan. Padahal kalau orangtua berani teguh dengan pendiriannya, percayalah rengekan anak akan hilang dengan sendirinya di kemudian hari. Dia akan belajar bahwasanya merengek tiada gunanya ketika orangtua sudah mengatakan TIDAK pada permintaannya. Ketika orangtua sudah bilang TIDAK, seratus persen tidak dan tak ada keputusan lainnya.
Pembiasaan vs Pembiaran
Perilaku itu dibentuk secara berulang-ulang melalui pembiasaan. Saya beri contoh kasus sebagai berikut:
Mama: Nak, habis main, rapikan mainanmu sendiri.
Anak: Ah, capek.
Dalam situasi seperti ini, pilihan apa yang sebaiknya diambil?
A: Duh, udah dibilang berkali-kali enggak ngerti juga (sambil ngomong demikian, sambil si Mama merapikan mainan anaknya).Jika Anda memilih pilihan A, anak akan belajar: "Perintah Mama cuman gertak sambal, Mama kan baik. Mama selalu membantu aku."
B: Rapiin mainanmu segera. Kalau dalam 10 menit, Mama lihat mainannya gak rapi. Mainannya Mama buang saja!
Bagaimana jadinya jika sudah memilih B, berteriak dengan nada tinggi disertai ancaman, tetap anak tidak mau merapikan mainannya? Di sinilah kembali letak ketegasan orangtua dipertaruhkan, apa mau konsisten dengan kata-kata yang diucapkan?
Kalau Anda sudah mengancamnya akan membuang mainannya, tetapi tidak dilakukan (karena kasihan atau pertimbangan lainnya), ya percuma saja. Pada akhirnya, akan kembali lagi ke pilihan A. Anak akan belajar bahwa Mama cuman bisa ngomong saja, tetapi tidak berani berbuat lebih jauh.
Jika Anda sudah mengancamnya dalam 10 menit, dia tidak merapikan mainannya sendiri, ya Anda harus konsisten dengan apa yang Anda harus lakukan, yaitu membuang mainannya. Dengan demikian, anak akan belajar bahwa ada konsekuensi yang harus ia tanggung ketika ia bertingkah laku tidak sesuai dengan harapan orangtua. Anak akan belajar: "Kalau aku tidak merapikan mainanku segera, mainanku akan dibuang." Selain itu, anak akan belajar bahwa orangtua tidak main-main dengan ancaman dan hukuamnnya.
Dan hal ini harus dilakukan konsisten terus-menerus. Kala Anda menemui kasus semacam ini, Anda harus melakukan yang serupa, sehingga anak belajar untuk terbiasa merapikan mainannya sendiri.
Oleh karena itu, kedisiplinan adalah pembiasaan, bukan pembiaran. Untuk berperilaku baik, anak harus dibiasakan. Tetapi, terlebih dahulu orangtua harus terbiasa menerapkan aturan dan hukuman. Kita tidak boleh memaklumi perilaku anak yang seharusnya tidak perlu dimaklumi. Kita tidak boleh begitu saja membiarkan perilaku buruk anak, karena itu akan menjadi awal yang tidak baik untuk perkembangan anak untuk di kemudian hari.
Jika anak Anda protes dengan hukuman Anda, katakan saja, "Mama kan sudah memperingatkan..." Berikan penjelasan bahwa Anda sudah memperingatinya. Hal ini menunjukkan bahwa Anda sebagai orangtua sebetulnya memberikan kesempatan bagi anak untuk berubah. Namun, anak tidak mematuhinya sehingga ia harus menanggung konsekuensinya. Mungkin anak tidak akan senang dengan hukuman Anda, tetapi yakinilah bahwa Anda melakukan hal ini demi kebaikan anak Anda di masa yang akan datang.
Sumber: familyfrugalfun.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar