Page

7 Juni 2014

Hidup dalam Kekinian

Sumber: ronniespirit.com
Sepanjang saya lahir hingga sekarang, saya cuman belajar satu agama saja: Agama Buddha. Saya tidak tahu secara detail dan jelas filosofi agama lain seperti apa. Tetapi, dalam buddhis, saya belajar sebuah filosofi yang saya sukai, meski sulit dipraktikkan. Filosofi itu adalah mindfullness. Dalam buku-buku buddhis sering diterjemahkan sebagai "penyadaran penuh". Dengan kata lain, sadar sepenuhnya dengan segala laku dan pikiran kita.


Contoh nyata praktik mindfull adalah hidup di saat ini. Buddha mengajarkan kepada umatnya untuk hidup dalam kekinian (living in a present moment). Artinya, tidak larut dalam lamunan masa lalu dan tidak cemas dengan khayalan masa depan. Karena yang berlalu, sudah berlalu. Sementara yang belum datang, belum dapat dipastikan. Hiduplah kini dan di sini (here and now).

Okelah, saya harus ingetin blog ini bukan blog dakwah. Saya tidak sedang berkotbah. Saya cuman mau menjelaskan lebih lanjut konsep kini dan di sini dari sudut pandang saya.

Seberapa penting sih hidup dalam kekinian? Penting banget kalau menurut saya. Banyak orang yang punya masalah psikologis atau masalah-masalah lain terkait hidupnya biasanya bersumber dari masa lalu. Orang-orang yang punya fobia biasa karena mereka punya pengalaman kurang menyenangkan terhadap objek fobianya. Atau, orang-orang yang kurang percaya diri juga biasa dikarenakan ada pengalaman yang kurang enak di masa lalu (mungkin karena kerap mendapat verbal abuse, diremehkan, atau ditolak). Orang-orang seperti ini tanpa sadar membawa benih-benih masa lalu ke dalam memori sehingga membentuk diri dan perilaku mereka seperti saat ini. Sebagian dari mereka sadar dengan masa lalunya, apa yang mereka alami saat itu, tetapi mereka adalah orang-orang yang hmm... pakai istilah gaul, gagal move on. Mereka gagal beranjak dari masa lalu.

Lalu, orang yang terus mencemaskan masa depan juga bukan orang yang dibilang sehat. Kita belum tahu apa yang terjadi, eh tetapi kita sudah ketakutan duluan. Biasanya suka dialami pelajar yang mau menghadapi ujian nih. Bolak-balik mereka membuka halaman-halaman buku mereka bahkan di detik-detik ujian mau dimulai masih saja membaca catatan, karena mereka takut lupa atau takut bila soal itu susah. Padahal belum tentu sesusah yang dibayangkan. Orang-orang yang terlalu mengkhawatirkan apa yang terjadi bisa dibilang juga... gagal move on. Gagal melangkah menghadapi masa depan yang tak pasti.

Jadi, bagaimana seharusnya menghadapi hidup? Yang harus kita lakukan ya itu tadi... hidup dalam kekinian. Banyak orang yang terlalu sibuk memikirkan masa lalu atau masa depan sampai lupa apa yang sedang ia lakukan saat ini. Saat mereka terbangun dari lamunan dan khayalan itu (baca: tersadar), waktu telah berlalu begitu cepat. Lalu... nyesel.

Dalam bidang psikologi, ada terapi yang dikenal terapi Gestalt. Terapi ini meminta klien untuk melihat dan memahami apa yang sedang ia rasakan dan apa yang sedang ia pikirkan. Kemudian, terapis akan menuntun klien untuk dapat menangani masalahnya dengan penuh rasa tanggung jawab. Terapi Gestalt ini jelas mengandung pemikiran bahwa seseorang harus hidup dalam kekinian.

Terus, pertanyaannya: Jadi apakah boleh memikirkan masa lalu? Tentu saja boleh. Masa lalu adalah pelajaran. Soekarno pernah mengatakan jas merah yang berarti jangan sekali-kali melupakan sejarah. Keberadaan kita tak pernah lepas dari masa lalu. Setiap detik yang kita lewati sebetulnya sudah jadi masa lalu.

Apakah boleh memikirkan masa depan, semisal merencanakan karir? Tentu saja boleh. Bahkan, Buddha yang mengajarkan hidup dalam kekinian juga memperbolehkan manusia punya keinginan, seperti keinginan untuk hidup kaya atau terlahir di surga.

Hidup dalam kekinian bukan berarti tidak memikirkan masa lalu atau masa depan sama sekali. Hidup dalam kekinian bukan berarti juga hidup seperti tidak memiliki tujuan. Sebenarnya hidup dalam kekinian adalah hidup yang bertujuan.

Sebenarnya bagaimana sih menerapkan hidup di saat ini atau hidup di dalam kekinian? Caramya dengan menanyakan kepada diri sendiri, "Sedang apa aku sekarang?", "Apa yang harus aku lakukan ke depannya?", "Apa yang harus aku lakukan saat ini?" Kebanyakan orang tidak sadar dia telah menghabiskan waktunya dengan kegiatan tak berguna, seperti melamun dan berandai-andai.

Misal "Sedang apa aku sekarang? Aku sedang mengerjakan tugas sekolah/kuliah. Apa yang harus aku lakukan ke depannya? Aku harus mengerjakannya sampai tuntas. Jadi, apa yang harus aku lakukan saat ini? Aku mengerjakan tugas-tugas ini sekarang juga."

Atau, kasus lain. "Aku sedang patah hati, baru saja diputuskan pacar. Apa yang harus aku lakukan ke depannya? Aku ingin mengatasi kesedihan ini. Apa yang harus aku lakukan sekarang untuk mengatasi kesedihan ini? Aku perlu menghubungi teman-temanku untuk bercerita. Jadi yang ku lakukan sekarang adalah mengambil ponsel dan menghubungi salah satu dari temanku."

Orang yang hidup di saat ini adalah orang yang jelas-jelas memiliki tujuan. Mereka sangat fokus dengan apa yang sedang mereka kerjakan.

Jangan biarkan pikiran disibukkan dengan hal-hal yang sudah berlalu atau pun hal-hal yang belum datang. Ibarat mau ke pantai seberang, celakanya tak bisa maju-maju. Rupanya karena kita masih belum melepas jangkar dari perahu kita. Atau, pas kita sudah menaiki perahu, tetapi lagi-lagi kok tak maju-maju. Rupanya karena kita selalu terbayang-bayang badai yang ada di depan. Orang yang tak bisa maju-maju ini bisa disebut... lagi galau. Jadi lakukan yang terbaik untuk saat ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar