Page

7 Januari 2013

Seorang Inspirator

Saya beruntung pernah mengenal Natalia. Ceritanya berawal dari semester 4, saat dia dan Felicia ikut bergabung ke dalam BUPSI (Buletin Psikologi) UNTAR, menemani saya, Endy, dan Riske yang sudah lebih dulu bergabung. Semester 5, dia menjadi Ketua BUPSI. Semangat dan dedikasinya memimpin BUPSI membuat BUPSI berkembang sangat baik.

Era sebelum Natalia, BUPSI tak ada iklan, terbit setahun sekali, belum berwarna, dan bahkan BUPSI harus dibeli tuk mendapatkannya. Di era Natalia, terjadi perubahan signifikan. BUPSI terbit per semester, mendirikan kegiatan lain selain menerbitkan majalah, yaitu workshop. Sampai sekarang, kegiatan-kegiatan sejenis workshop masih diteruskan. Lebih menakjubkan lagi, saya mendengar BUPSI kini sudah bisa diterbitkan 3 kali per tahun dengan full colour dan sudah ada pengiklannya. Luar biasa!

Workshop Penulisan Fiksi: Workshop yang pertama kali diadakan oleh BUPSI

Semua itu pasti berbeda jika Natalia tidak menjadi ketua BUPSI saat itu. Natalia bukan 1 dari 10 mahasiswa dengan IPK terbaik di angkatannya. Tetapi, harga IPK tentu tidak sebanding dengan karya nyata yang kita hasilkan. Natalia jelas dan nyata sekali sudah sangat berjasa mengembangkan BUPSI. Selain itu, sudah cukup banyak orang tahu, Natalia mendirikan bimbingan belajar bernama Kidtozz Bimbel sejak akhir 2010.

Bimbingan belajarnya ini adalah penyalur tenaga pendidik (tutor) ke rumah-rumah siswa (privat). Yang menarik ada sistem token yang bisa dikumpulkan siswa untuk mendapatkan hadiah di setiap semester. Saya adalah tutor generasi pertama. Saya bergabung di Kidtozz dari Januari 2011 sampai Januari 2012. Pengalaman pertama mengajar saya sempat saya posting di sini.

Pengalaman pertama yang ditulis di sana masih kurang lengkap sebetulnya. Hehe. Saya masih ingat begitu perhatian seorang Natalia kepada saya. Jadi, di awal-awal mengajar, Natalia tidak lupa menyempatkan diri menelepon saya atau meng-SMS untuk sekadar mengetahui kondisi saya. Tidak jarang, saya curhat panjang lebar tentang derita mengajar yang saya alami.

Perhatian Natalia yang paling saya ingat adalah ketika dia datang ke Kelapa Gading, mengunjungi rumah Owen dan Dewin karena masalah ketidaksepahaman jam mengajar antara dia dan Tante Owen dan Dewin, sekaligus menengahi komplain dan ultimatum Tantenya ke saya. Padahal, dia habis mengajar dari Kota, kemudian langsung ke Kelapa Gading dengan menaiki taksi dan tidak menyempatkan diri makan siang... hanya demi tidak mau terlambat! Dan, itu bukan hal yang pertama dia rela tidak makan siang demi tidak mau terlambat. Natalia bisa menahan sementara kepentingan dirinya sendiri demi kepentingan orang lain. Dia bisa melakukan pekerjaan dengan profesional. Maka, tak heran BUPSI bisa menjadi lebih baik di bawah kendalinya.

Setelah selesai berurusan dengan Papanya Owen dan Dewin, kami pulang naik bus TransJakarta. Selama perjalanan pulang, Natalia berbagi pengalaman mengajarnya ke saya. Dia bercerita dia pernah mengajar anak autis dengan modal nekat. Pernah pula, dia mengajar di daerah Tebet sehingga sering pulang malam. Saya lalu sempat nyeletuk, ”Nat, kenapa loe gak buat semacam buku biografi mengenai hidup loe dan dedikasi loe ke dunia anak-anak?” Natalia jawab bahwa dia ada keinginan, tetapi tidak punya waktu untuk menulis. Secara spontan, saya menawarkan diri jika diperbolehkan menulis biografinya. Hehehe.

Sekilas tentang Natalia. Asalnya dari Cirebon. Sejak kecil, ia sudah rajin belajar. Dia juga aktif dalam pelayanan gereja. Visinya jelas. Dia ingin menjadi seorang pendidik. Maka, dia merintis karirnya sebagai guru privat pun dari niatnya sendiri. Dia sendiri pula yang mencari pekerjaan mengajarnya. Berangkat dari pengalaman mengajar itulah, dia berpikir untuk membangun bisnis bimbingan belajar bernama Kidtozz Bimbel. Dia pun masih menyimpan cita-cita menjadi seorang psikolog anak dan seorang master pendidikan.

Meski sudah mengepalai sebuah bimbingan belajar, dia tetap turun ke lapangan untuk mengajar, karena dia tak pernah bisa lepas dari dunia mengajar. Natalia pernah bilang bahwa passion-nya menjadi seorang pendidik nampaknya menular secara genetik. Di keluarganya juga ada yang berprofesi menjadi seorang guru.

Bertemu Natalia, lalu ikut serta melihat bagaimana bisnis bimbelnya dibangun membuka mata saya pentingnya memiliki tujuan hidup. Saya masih ingat awal mula markas bimbelnya itu di kosnya sendiri, lalu pindah ke gedung apartemen. Awalnya hanya satu unit, kemudian dia sekarang menyewa dua unit. Kemajuan yang luar biasa. Juga, akan selalu saya ingat setiap memasuki bulan evaluasi, yang mana tutor mesti datang menghadap ke Ibu Kepala Sekolah Natalia... hehehe, pasti ada diskusi panjang lebar mengenai masalah pengasuhan anak zaman sekarang.

Pembicaraan bersama di bus TransJakarta itu harus terhenti. Natalia memutuskan untuk transit ke bus yang mengarah ke arah Salemba karena sudah ada janji wawancara. Kami berpisah. Natalia meneruskan aktivitasnya mewawancarai salah satu partisipan skripsinya di RS Kramat. Sementara saya melanjutkan perjalanan pulang. Betapa saya tidak dibuat kagum dengannya karena dia merintis bisnis sembari mengajar sembari mengerjakan skripsinya... dan lulus tepat waktu pula dengan IPK memuaskan.

Tidak banyak orang yang saya kenal yang berani membangun bisnis dengan skala cukup besar di waktu usia muda. Meski bisnisnya masih dalam proses pengembangan, seorang Natalia sudah menginspirasi saya.