Saya beruntung
pernah mengenal Natalia. Ceritanya berawal dari semester 4, saat dia dan
Felicia ikut bergabung ke dalam BUPSI (Buletin Psikologi) UNTAR, menemani saya,
Endy, dan Riske yang sudah lebih dulu bergabung. Semester 5, dia menjadi Ketua
BUPSI. Semangat dan dedikasinya memimpin BUPSI membuat BUPSI berkembang sangat
baik.
Era sebelum
Natalia, BUPSI tak ada iklan, terbit setahun sekali, belum berwarna, dan bahkan
BUPSI harus dibeli tuk mendapatkannya. Di era Natalia, terjadi perubahan
signifikan. BUPSI terbit per semester, mendirikan kegiatan lain selain
menerbitkan majalah, yaitu workshop.
Sampai sekarang, kegiatan-kegiatan sejenis workshop
masih diteruskan. Lebih menakjubkan lagi, saya mendengar BUPSI kini sudah bisa
diterbitkan 3 kali per tahun dengan full
colour dan sudah ada pengiklannya. Luar biasa!
Semua itu pasti
berbeda jika Natalia tidak menjadi ketua BUPSI saat itu. Natalia bukan 1 dari
10 mahasiswa dengan IPK terbaik di angkatannya. Tetapi, harga IPK tentu tidak
sebanding dengan karya nyata yang kita hasilkan. Natalia jelas dan nyata sekali
sudah sangat berjasa mengembangkan BUPSI. Selain itu, sudah cukup banyak orang
tahu, Natalia mendirikan bimbingan belajar bernama Kidtozz Bimbel sejak akhir
2010.
Bimbingan
belajarnya ini adalah penyalur tenaga pendidik (tutor) ke rumah-rumah siswa
(privat). Yang menarik ada sistem token yang bisa dikumpulkan siswa untuk
mendapatkan hadiah di setiap semester. Saya adalah tutor generasi pertama. Saya
bergabung di Kidtozz dari Januari 2011 sampai Januari 2012. Pengalaman pertama
mengajar saya sempat saya posting di sini.
Pengalaman
pertama yang ditulis di sana masih kurang lengkap sebetulnya. Hehe. Saya masih
ingat begitu perhatian seorang Natalia kepada saya. Jadi, di awal-awal
mengajar, Natalia tidak lupa menyempatkan diri menelepon saya atau meng-SMS
untuk sekadar mengetahui kondisi saya. Tidak jarang, saya curhat panjang lebar
tentang derita mengajar yang saya alami.
Perhatian Natalia
yang paling saya ingat adalah ketika dia datang ke Kelapa Gading, mengunjungi
rumah Owen dan Dewin karena masalah ketidaksepahaman jam mengajar antara dia
dan Tante Owen dan Dewin, sekaligus menengahi komplain dan ultimatum Tantenya
ke saya. Padahal, dia habis mengajar dari Kota, kemudian langsung ke Kelapa
Gading dengan menaiki taksi dan tidak menyempatkan diri makan siang... hanya
demi tidak mau terlambat! Dan, itu bukan hal yang pertama dia rela tidak makan
siang demi tidak mau terlambat. Natalia bisa menahan sementara kepentingan
dirinya sendiri demi kepentingan orang lain. Dia bisa melakukan pekerjaan dengan profesional. Maka, tak heran BUPSI bisa menjadi lebih baik di bawah kendalinya.
Setelah selesai
berurusan dengan Papanya Owen dan Dewin, kami pulang naik bus TransJakarta. Selama
perjalanan pulang, Natalia berbagi pengalaman mengajarnya ke saya. Dia bercerita
dia pernah mengajar anak autis dengan modal nekat. Pernah pula, dia mengajar di
daerah Tebet sehingga sering pulang malam. Saya lalu sempat nyeletuk, ”Nat, kenapa loe gak buat semacam buku biografi mengenai hidup loe dan dedikasi loe ke dunia anak-anak?” Natalia jawab bahwa dia ada keinginan,
tetapi tidak punya waktu untuk menulis. Secara spontan, saya menawarkan diri
jika diperbolehkan menulis biografinya. Hehehe.
Sekilas tentang
Natalia. Asalnya dari Cirebon. Sejak kecil, ia sudah rajin belajar. Dia juga
aktif dalam pelayanan gereja. Visinya jelas. Dia ingin menjadi seorang
pendidik. Maka, dia merintis karirnya sebagai guru privat pun dari niatnya
sendiri. Dia sendiri pula yang mencari pekerjaan mengajarnya. Berangkat dari
pengalaman mengajar itulah, dia berpikir untuk membangun bisnis bimbingan
belajar bernama Kidtozz Bimbel. Dia pun masih menyimpan cita-cita menjadi
seorang psikolog anak dan seorang master pendidikan.
Meski sudah
mengepalai sebuah bimbingan belajar, dia tetap turun ke lapangan untuk mengajar,
karena dia tak pernah bisa lepas dari dunia mengajar. Natalia pernah bilang
bahwa passion-nya menjadi seorang
pendidik nampaknya menular secara genetik. Di keluarganya juga ada yang
berprofesi menjadi seorang guru.
Bertemu Natalia,
lalu ikut serta melihat bagaimana bisnis bimbelnya dibangun membuka mata saya
pentingnya memiliki tujuan hidup. Saya masih ingat awal mula markas bimbelnya
itu di kosnya sendiri, lalu pindah ke gedung apartemen. Awalnya hanya satu unit,
kemudian dia sekarang menyewa dua unit. Kemajuan yang luar biasa. Juga, akan selalu
saya ingat setiap memasuki bulan evaluasi, yang mana tutor mesti datang menghadap ke Ibu Kepala Sekolah Natalia... hehehe,
pasti ada diskusi panjang lebar mengenai masalah pengasuhan anak zaman
sekarang.
Pembicaraan bersama di bus TransJakarta itu harus terhenti. Natalia memutuskan untuk transit ke bus yang mengarah ke arah Salemba karena sudah ada janji wawancara. Kami berpisah. Natalia meneruskan aktivitasnya mewawancarai salah satu partisipan skripsinya di RS Kramat. Sementara saya melanjutkan perjalanan pulang. Betapa saya tidak dibuat kagum dengannya karena dia merintis bisnis sembari mengajar sembari mengerjakan skripsinya... dan lulus tepat waktu pula dengan IPK memuaskan.
Tidak banyak orang
yang saya kenal yang berani membangun bisnis dengan skala cukup besar di waktu
usia muda. Meski bisnisnya masih dalam proses pengembangan, seorang Natalia
sudah menginspirasi saya.