Page

5 April 2014

Teman Lokasi

Saya pernah berkata kepada seseorang, "Ketika kita sudah selesai kuliah, akan kelihatan mana yang sesungguhnya teman, mana yang bukan..."

Sebagian dari kita tentu masih ingat ketika masa sekolah, ada orang-orang yang sering diajak berkumpul bersama, pergi ke suatu tempat bersama, makan bersama di kantin, lalu bermain-main atau saling bercanda saat istirahat, sampai meminta orang-orang itu menuliskan biodatanya dalam sebuah buku bernama diari, menuliskan untaian kata persahabatan, diakhiri dengan kalimat friends forever.

Di masa kuliah kata-kata semacam friends forever mungkin terdengar hiperbola. Tetapi, sebagian dari kita tentu masa ingat semasa kuliah ada orang-orang sering diajak berkumpul bersama untuk makan bareng atau mengerjakan tugas bareng, saling menguatkan ketika mengerjakan tugas akhir.

Di masa-masa seseorang mulai bekerja tidak ada lagi cerita tentang nilai IPK atau ke mana saja ketika liburan semester tiba. Sebagian dari kita yang sudah bekerja di sebuah kantor tentu masih ingat ada orang-orang sering diajak makan siang bersama, membahas tugas-tugas kantor, sampai bergosip tentang teman sekerja.

Setelah pindah kantor, orang-orang yang sering diajak makan siang menjadi berbeda.... Termasuk beda menu makannya, tempat makannya, suasananya, sampai pembicaraannya....

Pertanyannya, ke manakah orang-orang itu? Saya ingin kembali ke momen itu, tetapi rasanya-rasanya sudah jarang bertemu dan berkumpul bersama-sama, apalagi berhubungan via SMS atau media sosial. Sudah sibuk dengan urusan masing-masing, begitulah jawaban standarnya.

Hidup ini tidak sekadar berjalan, tetapi berpindah. Kita berpindah-pindah dari suatu masa ke suatu masa, dari suatu tempat ke tempat lain. Setiap kali berpindah dari suatu tempat, kita mendapat pengalaman baru juga teman baru. Teman-teman lama di masa-masa sekolah, di masa-masa kuliah, atau di kantor lama (entah satu, dua atau tiga kantor lama) arti kehadirannya akan menyusut, meski tidak hilang atau terlupakan.

Kalau saya membuka Facebook, ada ribuan teman saya. Meski tidak semuanya, saya masih ingat sebagian besar orang ini, saya bertemu dengannya dalam kegiatan ini. Teman yang satu ini saya kenal karena bersama-sama ikut dalam organisasi ini. Lama kelamaan ada yang hampir mulai terlupakan, "Aduh, saya kenal orang ini dari mananya? Atau mungkin saya tidak pernah bertemu dengannya sama sekali (saya tidak mengenalnya, mungkin dia yang mengenal saya). Atau kita hanya secara tidak sengaja menjalin pertemanan di Facebook."

Berkurangnya atau hilangnya interaksi dengan teman-teman lama memang tidak bisa kita hindari. Karena setiap orang merangkai pilihan hidupnya masing-masing. Sebagian dari mereka memilih untuk tidak kuliah selepas lulus sekolah, mungkin langsung bekerja membantu orangtua. Sebagian dari mereka baru memilih bekerja selepas kuliah. Sebagian lagi memilih melanjutkan kuliah. Sementara sebagian lagi memilih untuk menikah. Jelas kalau sudah menikah, waktu yang dihabiskan lebih banyak untuk keluarga tercinta.

Pernah dengar istilah cinlok? Cinlok atau cinta lokasi sering dipakai dalam dunia hiburan. Dua artis karena syuting bareng, karena sering bertemu dalam lokasi yang sama kemudian jatuh cinta dan jadilah mereka sepasang kekasih. Maka saya rasa ada juga yang bernama temlok atau teman lokasi. Teman yang hadir sebatas lokasi.

Contohnya, ketika masa kuliah, kita punya teman dekat bernama A, B, C. Lalu setelah lulus kuliah, kita memiliki teman baru: D, E, F. Ke mana si A, B, C? Karena sudah tidak berada di lokasi yang sama (kampus), jadinya pertemanan itu merenggang dan tidak pernah berhubungan lagi.

Lokasi memang salah satu penentu terjadinya hubungan. Tak jarang, waktu kita SD, teman dekat kita adalah teman sebangku kita, atau teman yang ada di samping kiri, kanan, depan, belakang tempat duduk kita. Orang yang lebih dekat duduknya dengan kita akan lebih memungkinkan untuk jadi teman dekat, meski tidak selalu.

Apakah pertemanan hanya sebatas lokasi? Tidak juga. Tentu saja ada teman yang tak terpengaruh lokasi, teman yang tak terikat ruang dan waktu. Mungkin inilah teman sesungguhnya. Atau istilah lainnya "sahabat sejati".

Teman-teman yang meski sudah tidak berada di lokasi yang sama, tetapi masih sering bertemu (jalan-jalan bareng) atau sekadar menanya kabar. Teman-teman yang meski sudah tidak berada di lokasi yang sama, namun masih ingat dengan ultah kita atau malah memberikan kejutan di hari ulang tahun kita. Meski usia sudah kepala 2 atau kepala 3, tapi dengannya yang sudah kita kenal sejak kepala 1 masih keep in touch, masih saling bertemu dan saling kontak. Pertemanan yang luar biasa. Kita setidaknya memiliki satu atau dua orang seperti itu.

Teman-teman ini, orang-orang ini, tidak datang dan pergi begitu saja. Kita harus bersyukur dengan kehadiran mereka. Teman-teman seperti ini adalah aset yang berharga. Mereka menjadi orang-orang yang bisa kita percaya dan andalkan ketika kita berada dalam masa-masa yang sulit atau masa-masa yang sepi.

Sementara itu, orang-orang yang datang dan pergi begitu saja, apakah mereka begitu hina? Tentu saja tidak. Ibarat cerita novel, ada tokoh-tokoh utama, ada pula tokoh-tokoh pendukung. Teman-teman lokasi itu memang tidak menjadi tokoh-tokoh utama dalam cerita hidup kita, tetapi mereka akan selalu menjadi tokoh-tokoh pendukung terbaik yang pernah kita temui. Dengan mereka, kita belajar banyak dari rasa kebersamaan hingga rasa kehilangan. Dengan mereka, kita juga harus bersyukur karena telah mendapatkan pengalaman dan kenangan yang bisa menjadi kisah-kisah lucu atau kisah-kisah sedih di masa depan.

Sumber: picslava.com

P.S.: Tulisan ini TIDAK mendiskreditkan atau menyinggung orang-orang tertentu, kesannya seolah-olah saya sedang dikhianati atau kesepian. Tulisan ini cuman membahas fenomena bahwa ada sejumlah orang yang entah bagaimana caranya selalu berada dekat dengan hidup kita, sedangkan sebagian lainnya tidak demikian.