Page

3 Februari 2013

Yang Selalu Kusayang

Mengaku dirinya Lanny, padahal di KTP adalah Lani. Salah ketik pas pembuatan akta, katanya. Loh, mengapa tidak diniatkan untuk diubah kalau tahu salah? Ya sudahlah.... Saya pakai versi Lanny saja, sesuai pengakuan yang bersangkutan.

Lanny dan saya sekelas sewaktu kuliah semester pertama. Lanny bilang bahwa perjumpaan pertama saya dengannya adalah pas Psycamp (Psychology Camping) 2007. Memang benar, pas Psycamp dia ikut. Cuman, waktu dia bilang ketika acara jurit malam, kami sekelompok... nah, di sini saya tidak ingat. Haha. Saya ingat di acara jurit malam itu ada Fransiska Laurensia, Truly Arlene, Anna Siahaan, Stephanie Deliana, Endy, dan Felicia. Tetapi, mengapa tidak ada satu pun ingatan tentang Lanny??? Why???

Saya mencoba mengingat-ingat kapan kami berkenalan, tetapi tidak ada satu pun ingatan yang terlintas. Saya mencoba mengingat-ingat kapan saya melihatnya... dan yang muncul adalah ini...

Atas kiri-kanan: saya, Lanny, Ais. Bawah kiri-kanan: Fransiska, Arlene, Ririn. Paling Bawah: Chrisilya Thoeng
Lupa kata siapa, Arlene atau Fransiska, pernah bilang ke saya, ”Kenapa ada Sufren di foto ini?” Maksudnya adalah, saya seharusnya tidak di sana, berfoto dengan para gadis. Saya seakan merusak keindahan saja. Ckckck. "Lah, yang ngajak siapa?" Saya sendiri tidak ingat siapa yang ngajak, terlebih siapa yang ngambil foto tersebut?

Foto itu sendiri di ambil tahun 2007, saat sebelum kami semua berangkat menyeberangi kampus 1, ke kampus 2 (gedung yang di sebelah Mall Ciputra) untuk mengikuti kuliah... eee, lupa lagi, antara Kewarganegaraan atau Bahasa Indonesia deh.

Mari lupakan perkara kemunculan saya di foto itu. Coba tengok cewek yang ada di tengah atas. Dialah Lanny yang sedang kita bahas. Model rambutnya mantap ya. Saya sebut model polesan (poni lempar ke sanaan dikit). Coba bandingin dengan Lanny yang ada di sini. Beda ya... sekarang lebih cakep. Hihihi. Anyway, sekarang statusnya masih single available lho...

Dahulu, Lanny sudah 2 (entah yang ke-3 boleh dihitung atau tidak) gagal dalam percintaan. Pacar pertamanya adalah yang fenomenal. Saling mengenal di Facebook, lalu berlanjut ke Yahoo Messenger. Tanpa melalui pertemuan tatap muka—karena mereka berada di dua pulau yang berbeda, terpisah di antara selat—mereka memutuskan berpacaran. Bisa gitu... Hebat kan.

Saat mereka kopi darat, saat Lanny membawa pacarnya ke kampus, betapa bahagianya Lanny saat itu. Tetapi, cinta tidak selalu indah. Pada akhirnya, selat perbedaan memisahkan mereka lebih jauh dan lebih jauuhhh lagi.

Pacar kedua tidak terlalu terekspos. Saya kurang tahu sejarah pertemuannya. Saya harus tunggu Lanny bercerita dulu neh. Perpisahannya sama dengan yang pertama, putus lagi karena masalah perbedaan. Lah, bukankah perbedaan sesungguhnya mengindahkan kehidupan ini? Oh, rupanya... saya tahu sekarang bahwa cinta tidak cukup dengan hanya perbedaan. Cinta pun tidak semudah jalannya seperti dalam cerita drama.

Dan, yang ketiga adalah yang (mungkin) paling pilu baginya. Terkatung-katung dirinya di antara ”mendapatkan apa yang tidak bisa didapatkan dan melepaskan apa yang tidak bisa dilepaskan”. Ceritanya secara tersirat ada di blog pribadinya.

Lanny adalah pecinta cinta. Tentu saja cinta yang menggembirakan. Novel, lagu, dan drama romantis adalah bagian dari hidupnya. Dia tidak mencari pria yang kaya dan tampan, tetapi yang mau berjuang untuk hidupnya. Hanya saja, keinginannya sedang tak berbanding lurus dengan harapannya. Tetapi, Lanny bukan pecinta galau. Tuhan, sahabat, keluarga, dan mbaknya yang setia mendengarkan curhatnya selalu dapat menguatkan dirinya.

Lanny adalah anak yang baik. Dia senang membantu temannya dengan tulus. Saya belajar ketulusan darinya. Dia senang mendengarkan curhatan orang, termasuk saya. Hehe. Dia sayang anak-anak. Keponakannya bernama Darren adalah kesayangannya. Sahabatnya, Ririn adalah orang yang paling dekat dan paling baik dengannya.

Lanny adalah anak yang senang berbagi. Saya pernah dipinjamkan berbagai macam komik dan novel olehnya. Sayang sekali, rumah kami terpisah oleh jarak ribuan mil. Coba kalau dekat, koleksi novel, DVD, dan komik bisa dijarah semua oleh saya. Hahaha.

Hobinya selain baca buku dan nonton DVD adalah foto-foto. Kalau bepergian bersamanya, kamu akan beruntung. Kamu pasti ada di album fotonya. Ya, dia tidak hanya senang dipotret, tetapi senang memotret orang lain. Lalu, fotonya akan diedit olehnya. Begitulah kesenangan dia. Dia adalah seksi dokumentasi yang baik.

Saya senang sampai kini kami masih sering bercakap-cakap via YM. Sekarang Lanny, sibuk kuliah S-2 mengambil profesi Psikologi Klinis Anak. Pekerjaan dengan anak-anak adalah memang yang paling cocok dengannya.

Begitulah tentang Lanny. Tidak ada perkenalan secara formal yang kami lakukan. Saya tidak ingat kapan saya mulai tahu dirinya. Perjumpaan kami memang tidak jelas. Biarlah jadi misteri. Saya doakan jalan cinta dan jalan karirnya bisa semulus dengan kisah-kisah happy yang sering ia baca dan dengar.

Meski Lanny tak kan mungkin bilang ke sayang ke saya, haha.... tetapi, biar saja saya yang bilang bahwa Lanny akan menjadi teman yang selalu kusayang...  

2 Februari 2013

Seorang Motivator

Selain Natalia, satu orang yang luar biasa yang saya kenal adalah Debbie. Debbie adalah penulis novel Honey Money. Saya beruntung sudah kenal dia sejak SMA.

Sewaktu kelas 1 SMA, anaknya sudah menunjukkan ada ”sesuatu”.  Saya sekelas dengannya saat itu. Anaknya supel dan cepat akrab dengan siapa. Tak heran di tahun pertamanya saja, dia sudah menjabat sebagai wakil ketua OSIS.

Selain itu, dia juga berbakat. Bermain gitar adalah salah satu talentanya. Dia sempat didapuk sebagai gitaris untuk band sekolah kami yang bernama 7 Inspirations. Tapi, talenta lain yang membuat saya berdecak kagum adalah menulis. Menulis, semua orang juga bisa, mungkin sebagian besar kan berkata begitu. Tetapi, menulis sampai menjadi sebuah karya dalam bentuk buku novel, tentu saja, tidak banyak yang bisa apalagi sampai berhasil dicetak ulang beberapa kali.

Awalnya saya kurang percaya ketika diberi tahu seorang teman bahwa Debbie sudah membuat sebuah novel (waktu itu kami masih kelas 2 SMA). Oh ya? Begitu kata saya dalam hati. Mungkin cuman tulisan untuk kalangan terbatas. Tetapi, ketika melihatnya di perpustakaan sekolah, saya baru percaya sepenuhnya. Hehehe.

Novel perdananya Not Just a Fairy Tale. Pas di awal, ceritanya lumayan seru. Tetapi, kemudian ceritanya jadi agak membosankan. ”Sorry ya, Deb.” Tetapi, mengingat ini adalah karya pertamanya selain karena karya teman sendiri, so saya tetap mengapresiasi. Setidaknya, jujur... judul novelnya keren.

Setelah membaca Not Just a Fairy Tale sampai habis yang cuman butuh waktu sehari, saya berpikir sebenarnya saya juga bisa melakukan hal yang sama dengannya. Menulis sebuah cerita dan menjadikannya sebuah novel. Sejak SMP, saya merasa kemampuan menulis saya cukup baik di samping saya punya daya khayal yang baik. Maka kemudian, saya termotivasi untuk menulis dan membuat sebuah buku. Dan, hasilnya.... sampai kini.... gak berhasil. Hahaha. Seperti halnya Debbie yang mesti patah hati dulu baru dapat membuat novel, mungkin saya harus patah hati dulu kali ya supaya termotivasi. Eaaa...

Sewaktu SMA, dia bukan yang menempati posisi sangat terbaik. Meski anak jurusan IPA, mafia-nya (mate, fisika, kimia) sering remedial kok. Eh, saya juga sih. Hehehe. Pelajaran yang dikuasainya adalah bahasa Inggris (ayahnya guru bahasa Inggris). Di SMA, dia juga punya geng wanita bernama Sanseivera. Masih awet sampai sekarang. Nama geng ini kalau tidak salah diambil dari nama-nama para anggota geng tersebut. Sandra dan Liana, 2 teman baik Dee dalam Honey Money alias Debbie di kehidupan sebenarnya juga bagian dari geng ini.

Karena dia kuliah di jurusan yang sama denganku (Jurusan Psikologi), saya bisa mengamati kiprahnya lebih jauh. Di SMA kami, memang tidak ada sistem ranking, tetapi saya sih yakin betul dia tetap ada di geng 10 besar. Seperti sudah dibahas, di SMA, dia bukan yang sangat terbaik. Tetapi, di kampus, siapa sangka dia lebih bersinar?  Dia menjadi salah satu runner up lulusan terbaik di upacara wisuda ke-58. Rasanya wajar ya, karena ia sudah mantap memilih jurusannya sejak kelas 1 SMA. Mungkin ada unsur passion, atau kalau saya boleh berargumen, ”jurusan psikologi itu sebetulnya masih lebih mudah dari mafia... karena gak pake logika dan problem solving yang terlalu rumit. Ujiannya itu asal jago ngapal, rajin membaca, pandai memilih teman sekelompok yang tepat, plus cerdas dalam ”ngarang jawaban¸ pasti bisa kok dapat bagus, hehehe.” Saya sih ngebayangin kalau Liana, teman kami yang paling pintar itu memilih jurusan Psikologi Untar, rasanya dia juga akan dapat predikat lulusan terbaik. Kayaknya yaaa...

Kemudian, dia sempat menjadi Duta Fakultas Psikologi Untar, lalu 3 kali mewakili nama Untar dalam ajang perlombaan antarfakultas psikologi; salah satu yang spesial adalah perlombaan Psycomp di Bandung (saya turut serta di sana). Prestasi lainnya adalah menjadi runner up Putri Usaha Kreatif Indonesia, gelar yang disabetnya di sela-sela dia bekerja di salah satu perusahaan otomotif ternama. Novel keduanya Honey Money ditulisnya di sela-sela dia kuliah. Dia pun aktif dalam pelayanan gereja. Bensin semangat anak ini sungguh hebat. Entah seperti apa pola makan dan tidurnya?

Dengan segudang hal luar biasa yang telah dia dapatkan dan jalani, tidak banyak yang berubah darinya. Tetap wanita biasa yang masih memikirkan bentuk badannya (masalah umum wanita). Hahaha... Kesederhanaannya itulah yang membuat saya mengaguminya.

Oh ya... dia punya kelemahan yaitu tak bisa ngomong ”r”. Maka nama aslinya Debora, dia hanya pasrah mengucapkan namanya sendiri menjadi Debola. Oleh karena itu, dia lebih suka menyebut dirinya Debbie, karena tidak ada unsur ”r” di sana. Jadi, kita tahu dari mana nama panggilannya berasal. Hahaha.

Berkat kesuksesan novel Honey Money,dia bisa memetik salah satu cita-citanya: Keliling Eropa. Seperti halnya dia yang terus berusaha mengejar impiannya, saya pun kelak akan harus begitu. Motivator tidak perlu tokoh terkenal sekali. Seorang Debbie saja sudah memotivasi saya.