Page

31 Desember 2010

Ungkapan Terima Kasih dan Syukur di Tahun 2010

Tahun 2010 sebentar lagi akan berlalu dan berganti dengan tahun 2011. Sebenarnya pergantian tahun apa sih bedanya dengan pergantian hari? Bagi saya, pergantian tahun sama saja dengan pergantian hari pada umumnya. Cuman bedanya di kemeriahannya saja. Ada dentuman dan sorak-sorai kembang api yang menjadi malam tahun baru menjadi terasa berbeda dengan malam-malam biasanya. Orang-orang pada turun ke jalan, dan mereka begitu gembiranya menunggu detik-detik pergantian jam dari tahun 2010 ke tahun 2011.

Saya sendiri tidak mau terlalu ambil pusing dengan suara-suara kembang api. Maka, itu saya menulis blog saja... Hehehe...

Harapan baru, semangat baru, dan lain sebagainya seringkali didengungkan menjelang malam tahun baru baik itu via sms, fb, bbm, twitter, atau sebagainya. Tetapi, sayang seringkali harapan itu tinggal harapan.... semangat itu tinggal semangat. Palingan pas waktunya masuk kantor atau masuk kuliah atau masuk sekolah, semangat sudah kembali loyo. Misal, untuk kasus mahasiswa, sering terdengar celetukan: "Eh, udah masuk kuliah lagi, aduh males banget deh...", "Aduhh... tugas banyakkkk, stresss....." Begitulah manusia, kadang cuman manis di ucapan saja. Menurut saya, tahun baru akan menjadi suatu yang benar-benar baru jika terjadi perubahan nyata dibandingkan dengan kondisi di tahun sebelumnya. Kalau tidak ada perubahan, ya sami mawon dengan tahun sebelumnya. Bukan tahun baru namanya, tetapi tahun baru muka lama... Hehehe...

Di Facebook, saya menulis status seperti ini:
resolusi tahun baru??? ah, daripada buat RESOLUSI, mending buat REVOLUSI di tahun baru
Capek-capek menuliskan resolusi di kertas HVS berlembar-lembar, tetapi malah hanya berakhir di laci meja atau lebih parah di tong sampah. Sia-sia saja. Buang-buang kertas. Tidak support kampanye cinta lingkungan juga, itu namanya. Mending, menyadari apa saja yang kurang di dalam diri, lalu buat sebuah revolusi. Buat suatu tindakan nyata. Anda setuju dengan saya? Sepertinya itu jauh lebih bermanfaat...

Saya sendiri mau menjadikan malam tahun baru sebagai suatu kontemplasi. Bahasa mudahnya: merenung. Tidak hanya merenung, tetapi juga saya mau mengucapkan terima kasih dan rasa syukur.

Pertama-tama, saya ingin berterima kasih kepada semua organ tubuh yang saya miliki, dari jantung, paru-paru, ginjal, hati, usus, panca indera, dan sebagainya. Kesannya kok agak aneh ya? Ah, tidak terlalu aneh kok. Kita memang mestinya berterima kasih kepada organ-organ tubuh yang kita miliki. Tubuh kita termasuk bagian-bagian di dalamnya sudah bekerja keras untuk kita selama hayat dikandung badan. Percaya atau tidak?

Rupanya, saya merasa selama ini terlalu abai kepada organ tubuh saya. Mereka itu sudah bekerja keras tanpa henti. Coba deh pikir kapan jantung pernah istirahat? Kapan paru-paru beristirahat? Mereka bekerja setiap hari sampai tarikan nafas kita terhenti. Betul bukan? Maka, saya mau bilang terima kasih kepada mereka semua yang sampai sekarang masih menjalankan tugas dengan baik.

Khususnya, untuk mata. Terima kasih banget untuk kamu mau bertahan menemani saya bergadang, meskipun aku tahu kamu sudah lelah banget. Maaf ya. Lain kali aku janji tidak akan memaksa kamu untuk bekerja terlalu lama.

Kepada otak juga. Kamu adalah kebanggaanku. Berkat kamulah, aku selalu dipuji. Terima kasih ya otak. Tahun depan kita akan bekerja keras untuk skripsi. Mohon bantuanmu sekali lagi.

Untuk punggung juga. Kamu selalu menopangku, meskipun kamu selalu mengerang kesakitan karena aku bekerja terlalu lama. Ah, terima kasih punggung. Kelak aku kan mencoba lebih banyak memberimu waktu untukmu beristirahat.

Dan untuk semua bagian tubuhku yang lain. Kalian semua top markotop. Mari kita bekerja sama untuk meraih tahun depan dengan penuh semangat!!!

Kedua, saya mau berterima kasih kepada semua orang yang masuk ke dalam kehidupanku di tahun 2010. Saya tak bisa sebutkan satu per satu. Kalianlah yang membuat tahun 2010 saya menjadi indah dan bermakna. Andaikan kita tak bisa bertualang bersama-sama di tahun 2011, marilah kita tetap menyongsong tahun 2011 dengan penuh cita dan cinta... dengan jalan kita masing-masing ya... Good luck to you guys.

Ketiga, saya mau berterima kasih atas semua peristiwa yang terjadi di tahun 2010, dari yang memilukan dan membahagiakan. Saya percaya keputusan yang terjelek sekalipun bisa membawa berkah jika kita mau melihatnya dari sisi yang berbeda.

Saya juga mau bersyukur karena masih diberikan kehidupan satu kali lagi, masih diberikan nyawa untuk dapat melihat fajar tahun 2011.

Itu saja yang bisa saya ungkapkan. Saya tidak mau terlalu banyak berharap di tahun 2011. Seperti sudah saya bilang, kalau harapan terlalu banyak, tetapi tidak ada perwujudan nyata, ya sama aja bohong. Harapan saya sederhana saja, saya berharap bisa terus berbuat kebaikan kepada semua orang. Dengan berbuat baik, orang lain bisa bahagia. Saya juga berbahagia karena mendapat pahala. Saya mau senantiasa bahagia di tahun 2011. Itu saja harapan dari saya. Sederhana bukan?

22 Desember 2010

Proses Kerja Kelompok

Dalam postingan saya sebelumnya, saya menjelaskan tentang dilema serta konflik yang dihadapi anak yang memiliki standar berprestasi tinggi ketika bekerja dalam tugas kelompok. Mereka seringkali harus menerima kenyataan bahwa teman-temannya tidak mampu mengerjakan bagian tugas mereka dengan baik. Seringkali pun, anak yang memiliki standar berprestasi tinggi ini terpaksa mengerjakan ulang bagian tugas teman mereka itu supaya hasil akhir tugas kelompoknya mendapatkan angka terbaik. Pikir mereka, "Ah, yang penting gue dapat nilai bagus. Bodoh amat temen-temen gue yang gak kerja atau kerjanya gak maksimal. Kalau berharap pada hasil kerjaan mereka, gue malah gak bisa dapat nilai bagus, dan yang rugi itu pasti gue. Nah, daripada rugi di gue kan, mending gue kerjakan sendiri atau sempurnain bagian mereka supaya hasilnya bagus."

Terkadang, diam-diam anak tersebut mungkin merasa capek hati, emosi jiwa, frustasi, stres, atau jengkel abis dengan kinerja temannya, dsb. Tetapi, acapkali perasaan itu disimpan sendiri saja oleh si anak. Anak tersebut lebih memilih diam dengan semua apa yang dirasakannya. Seperti tertulis dalam postingan sebelumnya, sebenarnya masalah itu mudah atau bisa diselesaikan dengan cara membimbing mereka atau mungkin menegur teman-teman kita yang agak malas atau kerjanya kurang maksimal dalam kelompok kita. Tetapi, sayang terkadang hal itu tidak dilakukan. Macam-macam alasannya, seperti takut merusak persahabatan (karena teman yang malas itu adalah teman baiknya), takut menghadapi konflik yang berbuntut panjang, jumlah teman yang malas itu lebih banyak daripada dirinya, dan masih banyak alasan lainnya.

Mengapa anak tersebut kok tidak mampu berhadapan dengan teman-temannya, mengatasi konflik, atau pun sekadar menyuarakan isi hatinya/bersikap asertif? Saya sih beranggapan itu dikarenakan pendidikan sekarang yang terlalu menuntut hardskill pada anak.

Anak selama masih menjadi pelajar, seringkali dituntut guru, orangtua, atau malah lingkungan(?) untuk berhasil dalam akademik. Wujud dari keberhasilan itu mudah sekali, yaitu jadilah ranking 1. Menjadi ranking 1 atau juara kelas adalah keinginan setiap orangtua mana pun. Rasanya ada kebanggaan besar bagi orangtua apabila anaknya mendapat predikat yang terbaik di kelas atau sekolahnya. Sementara, anak yang menjadi juara bontot, adalah hal yang memalukan bagi orangtua.

Maka untuk memenuhi kebanggaan, para orangtua memberikan pelajaran tambahan (les) kepada anak. Seakan-akan pelajaran yang sudah didapatkan anak di sekolah masih kurang memenuhi harapan orangtua. Seakan-akan guru yang mengajari anak itu "tidak kompeten". Jadi, anak harus diberikan kembali pelajaran tambahan atau les supaya anak tambah mengerti.

Apa yang terjadi pada diri anak? Mereka akan mendapatkan pemikiran bahwa berprestasi dalam bidang akademik adalah keharusan. Berprestasi adalah harga diri. Kalau sekali saja menerima kenyataan: mendapat nilai merah (di bawah angka 60), rasanya seperti mau "bunuh diri". Harga diri seakan runtuh. Rasanya telah gagal memenuhi harapan orangtua dan/atau harapan lingkungan. Kenyataan ini tidak jauh berbeda dengan keadaan di perkuliahan. Memiliki IPK terbaik terkadang menjadi "harga diri" bagi seorang mahasiswa.

Berprestasi juga sering dikatakan sebagai gerbang menuju keberhasilan yang lebih tinggi lagi (baca: mendapatkan pekerjaan yang mapan). Kebanyakan orang beranggapan bahwa dengan meraih prestasi/juara, mereka akan mudah mendapatkan pekerjaan. Mereka akan mudah meraih kedudukan tertinggi dalam pekerjaan mereka. Itu memang benar, tetapi tidaklah mutlak.

Tuntutan guru, orangtua, dan/atau lingkungan agar anak dapat berprestasi sesungguhnya hanya bersandar dalam lingkup hardskill, yaitu kemampuan teknis dan ilmu pengetahuan. Padahal, masih ada kemampuan penting yang perlu dimiliki manusia, seperti kemampuan berinteraksi, kemampuan bekerja sama dalam tim, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memahami diri, dan masih banyak lagi. Kemampuan-kemampuan itulah yang masuk ke dalam lingkup softskill.

Kalau Anda membaca kisah sukses tokoh-tokoh dunia, Anda akan menemukan kebanyakan dari mereka dicap bodoh sewaktu mereka sekolah (seperti Albert Einstein dengan teori Relativitas, Thomas Alfa Edison penemu bola lampu, Gregor Mendel penemu Hukum Mendel dalam bidang Biologi), atau mereka yang dropout dari pendidikan mereka (seperti Henry Ford penemu mobil Ford, William/Bill Gates penemu Microsoft, Mark Zuckerberg penemu Facebook). Meskipun tidak berprestasi, mereka telah membuktikan mereka dapat meraih nama besar. Dalam hal ini, peranan softskill-lah yang bermain.

Kembali ke dalam masalah tugas kelompok. Dalam pengerjaan tugas kelompok, memang hasil akhir yang dinilai. Tetapi, untuk mencapai hasil akhir itu (mencapai tujuan atau standar tersebut), bukankah kita akan melewati berbagai macam proses, seperti konflik atau dilema yang dialami seorang anak yang saya contohkan? Kenapa kita tidak mencoba membenahi proses itu? Kita mulai mencoba bekerja sama, mulai berdiskusi, mulai berani menyatakan isi hati kita kepada teman-teman sekolompok. Awalnya, pasti sulit. Tetapi, kita tidak boleh terus-terusan memilih diam kan. Anda setuju? Cobalah untuk memahami sedikit bahwa tugas kelompok itu sebenarnya adalah kesempatan bagi kita semua untuk memantapkan softskill yang kita miliki. Mari gunakan kesempatan itu!

11 Desember 2010

Standar Kerja Kelompok

Posting kali ini masih ada kaitannya dengan postingan saya sebelumnya.

Setiap orang memiliki standar prestasi masing-masing. Kita menciptakan standar itu dan berusaha mencapainya. Namun, saat kita bekerja sama dalam sebuah kelompok. Kita harus sadar bahwa standar kita pasti berbeda dengan standar teman-teman sekelompok kita.

Masalah standar ini, suka tidak suka terkadang menimbulkan permasalahan tersendiri. Dan suka tidak suka, standar ini juga mempengaruhi bagaimana seseorang berkinerja. Contohnya saja begini. Saya tergabung dalam sebuah kelompok. Dalam kelompok itu terdiri dari 4 orang. Ada sebuah tugas yang harus dikerjakan dalam tenggat waktu yang sudah ditetapkan. Tugas ini akan dinilai. Nilainya adalah nilai kelompok, bukan individu. Saya mengerjakan dengan sungguh-sungguh tugas ini. Sayangnya, teman sekelompok saya tidak bekerja dengan sungguh-sungguh.

Lalu, apa yang mesti saya lakukan? Biasanya akan muncul dilema seperti ini:
1. Mengerjakan ulang bagian mereka. Konsekuensinya: saya rugi waktu dan rugi tenaga. Tetapi, nilai saya dapat menjadi lebih baik.

2. Membiarkannya saja. Konsekuensinya: nilai saya menjadi lebih buruk, meski saya tidak rugi tenaga dan waktu. Toh, setidaknya saya sudah bertanggung jawab dengan bagian yang mesti saya kerjakan.

Biasanya dilema ini seringkali dialami anak yang cerdas yang tidak sengaja kecemplung dalam sebuah kelompok yang berisikan anggota-anggota malas. Kurang tahu apakah anak yang malas juga mengalami dilema... hehehe.. soalnya saya bukan anak malas...

By the way
, sesungguhnya ini bukan perkara cerdas atau malas. Kok, sepertinya saya menyalahkan anak yang malas. Bukan itu maksud saya kok. Sebetulnya ini lebih kepada perkara motivasi berprestasi. Anak yang cerdas cenderung punya motivasi berprestasi yang tinggi. Seringkali anak yang punya motivasi berprestasi harus jengkel bekerja sama dengan anak-anak yang kurang motivasi berprestasinya. Prestasi yang mau dia raih mengalami kendala akibat teman-teman sekelompoknya itu.

Katakanlah, saya memiliki standar prestasi 90. Maka, saya berusaha sungguh-sungguh untuk mencapai nilai atau prestasi tersebut. Akan tetapi, standar teman saya mungkin hanya pada angka 60. Macam-macam alasannya: merasa tidak mampu (angka 90 terlalu tinggi untuknya), malas berusaha, mengganggap tidak penting tugas tersebut, dsb.

Sebenarnya masalah ini bisa diselesaikan, jika kita mau menyatakan dengan tegas suara hati kita (baca: standar prestasi kita). Tetapi, kadang-kadang itu tidak dilakukan dikarenakan: gak enak hati, nanti dikira tidak menghargai usaha teman kita, atau mungkin itu percuma dilakukan karena dikasih tahu berkali-kali juga gak ngaruh ama dia, dan alasan-alasan lainnya.

Anak yang standar prestasinya rendah biasanya punya kelemahan dalam hal skill dan pengetahuan mereka. Jadi, masalah ini bisa selesai, jika si anak yang lebih tinggi standar prestasinya itu mau membimbing anak yang kurang standar prestasinya. Kalau di zaman sekolah, seringkali guru meminta anak yang pintar mengajari anak yang kurang pintar. Jika ada tugas kelompok, kadangkala guru yang mengatur sendiri kelompok yang diinginkan supaya anak pintar jangan sekelompok terus dengan anak yang lebih pintar. Kasian yang kurang pintar, begitu alasan guru.

Namun, terkadang waktu/deadline pengerjaan tugas yang mepet, frekuensi pertemuan yang jarang, atau chemistry yang kurang (maksudnya gak deket), membuat tak banyak waktu untuk urusan-urusan mengajari, membimbing, dan sebagainya. Alasan sederhananya, mending kalau dia mau/bisa berubah. Kalau tidak, buang-buang waktu saja.

Jadi, jika Anda sekarang sedang dalam sebuah proyek/tugas yang harus dikerjakan berkelompok, mengapa tidak Anda mulai sekarang memperhatikan standar prestasi teman sekelompok Anda?

Jika Anda kebetulan adalah anak yang kurang pandai, dan tidak sengaja bergabung dalam kelompok yang pandai, mengapa tidak Anda mulai sekarang mencoba menyamakan standar prestasi Anda dengan standar teman Anda yang lebih tinggi selagi Anda masih diterima oleh mereka? Tingkatkan motivasi Anda. Jika punya masalah dalam skill dan pengetahuan, gak ada salahnya minta dibimbing. Mumpung masih berteman. Jangan sampai Anda terlanjur "dimusuhi" gara-gara masalah kinerja Anda yang kurang. Nanti, Anda kerepotan sendiri mencari teman sekelompok.

10 Desember 2010

Kerja Kelompok

Ketika kita sekolah atau kuliah, pasti adanya tugas yang harus dikerjakan berkelompok. Seringkali kita menemui kasus demikian:
1. Sekelompok dengan teman-teman yang tidak mau bekerja
2. Sekompok dengan teman-teman yang ada usaha untuk mengerjakan tugas, tetapi kemampuannya tidak memadai (di bawah kemampuan kita)
3. Sekelompok dengan teman yang meng-handle tugas kelompok itu sendirian

Bagaimana Anda menghadapi situasi seperti kasus-kasus di atas?

Biasanya akan timbul kejadian seperti ini:

Pada kasus 1 seringkali dialami oleh anak-anak cerdas yang "tercemplung" di dalam kelompok dengan beranggotakan anak-anak malas. Biasanya yang terjadi, si cerdas ini akan mengerjakan tugas ini sendirian. Bagaimana dengan nilainya? Terkadang karena tidak enak hati (padahal sudah tahu mereka tidak kerja), tetap kita cantumkan namanya di cover tugas dan bilang ke guru/dosen itu kerjaan bersama. Kalau yang kejam dan gak ada perasaan sih, dicoret saja namanya. Biasanya untuk kasus 1 ini, si cerdas akan frustasi dan emosi karena harus meng-handle tugas yang sebenarnya bisa dibagi bebannya.

Pada kasus 2. Kita akan bilang kepada mereka yang memiliki kemampuan tidak memadai bahwa kita sangat menghargai usaha kerja keras mereka. Tetapi, diam-diam atau mungkin tidak, kita lalu menyempurnakan/memperbaiki kerjaan mereka. Sebenarnya hampir sama saja sih dengan kasus 1. Bedanya, emosi kita lebih sedikit positif karena masih ada sikap respek dan puas dengan kebertanggungjawaban teman kita. Atau pun hasil kerjaannya sudah cukup bagus (belum sebagus Anda sendiri ya), kita tidak perlu mengubah total hasil kerjaan mereka.

Pada kasus 3. Tentu saja, ini yang paling asik untuk anak yang malas. Bagi, yang cerdas juga tak kalah asiknya. Kita tinggal duduk diam dapat nilai bagus. Tetapi, harus hati-hati siapa tahu dia mengerjakan sendiri, lalu mencantumkan namanya sendiri.... Ini biasanya terjadi kepada anak yang sudah tidak bisa lagi mempercayai kinerja teman.

Yang paling ideal dalam bekerja kelompok adalah sekelompok dengan teman-teman yang mau bekerja sama dan bekerja keras. Kemudian, sadar akan kemampuannya dan terbuka dengan kritik dan saran. Artinya, misalkan diberitahu kepada dia bahwa hasil kerjaanya belum optimal, dia bersedia belajar untuk memperbaikinya.

Dalam masalah ini, sebenarnya adalah pandai-pandainya kita memilih teman untuk bisa diajak bekerja sama, yang bisa saling menguntungkan, ibarat simbiosis mutualisme. Kita harus mempertahankan persahabatan dengan teman-teman seperti mereka. Yang tidak bisa diajak bekerja sama, kita harus lebih menjaga jarak, tetapi bukan berarti menjauhi. Hal ini bukan dilakukan sebagai upaya diskriminasi. Tetapi, dalam bekerja sama dalam sebuah tim, tidak lagi kita mencari seorang teman, kita harus mencari seorang partner. Ibarat mau membangun bisnis, tentu kita mencari orang-orang yang bisa mendukung prospek bisnis kita, bukan mencari orang-orang yang justru merugikan, seperti parasit.

Namun, tidak selalu kita berada dalam situasi yang menguntungkan. Terkadang situasi memaksa kita bertemu dengan orang-orang yang tak bisa diharapkan dan diandalkan. Terjadilah kasus-kasus yang saya contohkan di atas. Jadi, apa yang akan Anda lakukan?

5 Desember 2010

Sebuah Pembelajaran Tentang Karakter

Sebuah kegiatan nasional perdana yang saya pimpin di kampus saya, meski sedikit menemui halangan, rintangan, cemoohan, dan lain sebagainya, rupanya telah membawa sebuah pembelajaran. Sebetulnya, bukan melalui kegiatan nasional ini saja, melainkan 3 tahun lamanya saya berkiprah di suatu lembaga mahasiswa.

Tiga tahun lamanya saya gak cuman menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang), tetapi juga merangkap jadi mahasiswa kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat). Terkadang hendak liburan dan bersantai ria di rumah, tetapi malah harus hadir di kampus, untuk 1 kata: RAPAT. Kadang pula harus pulang malam dan pergi pagi. Bolak-balik setor muka menghadap Bapak/Ibu Dosen. Belum lagi, berhadapan dengan makhluk yang bernama konfik: konflik keuangan, konflik kepentingan, konflik dengan rekan sejawat, dll. Mesti bersabar pula menghadapi orang-orang yang malas dan tidak bisa diatur. Dan-dan-dan hal-hal lainnya... Masih banyak deh...

Capek? Iya, capek sekali... Tapi, saya gak menyesal... Tidak sia-sia kok. Ada hikmahnya. Wow, ini kata yang seringkali kita dengar saat Indonesia tertimpa bencana.

Ya... Ada hikmah di balik persoalan yang terumit sekalipun. Dan saya bersyukur karena saya mendapat banyak pembelajaran dari segala macam kerumitan itu.

Setidaknya saya berhasil menemukan 9 hal yang paling penting saat kita ingin melaksanakan suatu event, saat kita tergabung dalam suatu organisasi.

1. Komunikasi

Masalah paling klise dihadapi. Kalau ada masalah-masalah, pasti ujung-ujungnya masalah komunikasi. Aneh, padahal zaman sudah sangat canggih. Sudah ada chatting, Facebook, Blackberry, SMS, tetapi kenapa komunikasi masih sering jadi perkara. Rupanya komunikasi tidak hanya urusan ngobrol di mana dan kapan. Tidak hanya urusan punya pulsa apa tidak?

Rupanya kualitas obrolanlah yang paling penting ketimbang kuantitas komunikasi. Seringkali komunikasi yang kita lakukan "gak nyambung" antara si pengirim dan penerima pesan. Si A bicara apa ke B, si B nerimanya beda. Atau si A tidak dengan jelas menjelaskan maksud keinginannya ke B. Ditambah lagi, misalkan si B otaknya rada-rada telmi (telat mikir). Hehe.

So, yang terpenting dalam berkomunikasi adalah komunikasi yang clear. Komunikasi yang jelas isi dan maksud pesannya. Komunikasi yang bisa dipahami kedua belah pihak. Mau SMS berpuluh-puluh kali, kalau tidak jelas maksudnya sama saja bohong. Selain itu, yang paling penting lagi adalah komunikasi proaktif. Maksudnya, jangan cuman menunggu kiriman pesan atau komando. Tetapi, harus aktif untuk bertanya dan bertanya-tanya.

Sebuah organisasi yang baik dan bisa mencapai tujuan (keberhasilan) adalah organisasi yang anggota-anggotanya bisa saling berkomunikasi dengan clear satu sama lain.

2. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab artinya melaksanakan kewajiban. Apa yang mau diminta atau apa yang dituntut, apa yang sudah menjadi tugas kita harus dilaksanakan. Tanggung jawab bukan sekadar habis dilaksanakan, terus kita tidak mau tahu lagi. Tanggung jawab artinya biarpun kita sudah selesai mengerjakan suatu pekerjaan, kita bersedia menanggung dan memberikan jawaban (penjelasan) bila ada kesalahan-kesalahan yang kita lakukan dalam pekerjaan.

Seorang ilmuwan besar Albert Einstein (1879-1955) mengatakan, "The price of greatness is responsibility" (harga sebuah kebesaran ada di tanggung jawab)

3. Komitmen

Komitmen diartikan sebagai siap melaksanakan suatu tugas sampai tuntas. Tidak ada kata setengah-setengah. Komitmen bisa disamakan dengan sumpah atau ikrar.

Ada perbedaan antara orang yang melakukan sesuatu karena tertarik dan karena adanya komitmen. Ketika Anda hanya tertarik, Anda hanya akan melakukan sesuatu, ketika keadaan menyenangkan saja. Sedangkan jika Anda sudah memiliki komitmen, Anda tidak membedakan keadaan apa pun kecuali hasil akhir.

4. Perencanaan

Nobody plan to fail, but most of them fail to plan

Kalimat di atas sudah menggambarkan kalau perencanaan adalah penting. Urusan sepele seperti makan saja butuh perencanaan lho. Mau makan apa? Seafood atau chinese food? Kalau ada budget lebih, sebaiknya makan di mana? Di restoran dekat rumah atau di Mall? Lalu, bersama siapa kita makan? Dengan teman, pacar, atau orangtua? Dan lain sebagainya. Bisa lebih banyak lagi jika mau dijabarkan.

Lalu, perencanaan seperti apa yang kita butuhkan dalam mengadakan suatu event. Yang pertama adalah perencanaan waktu. Kedua, adalah perencaanaan sumber daya manusia. Ketiga, adalah perencanaan dana. Semua harus dikalkulasi terlebih dahulu sebelum kita ingin melaksanakan sebuah event.

5. Menjadi teladan

Seringkali saat kita menjadi orang yang lebih tua, kita beranggapan pandangan atau pendapat kitalah yang paling benar. Kita merasa yang paling tahu. Kita merasa yang paling hebat. kita merasa yang paling berpengalaman. Orang-orang yang lebih muda (junior) harus menaruh hormat kepada kita karena kita anggap mereka belum bisa apa-apa.

Terkadang saat kita menjadi lebih tua, kita suka keblablasan dalam bersikap. Kita mulai bersikap seenaknya, seperti memberi tahu dengan nada memerintah. Dan ketahuilah tindakan ini tidak akan membuat diri kita dihormati. Tindakan seperti ini hanya membuat diri kita ditakuti. Ketakutan membuat diri kita hanya dijauhi. Semua orang tak ingin dekat-dekat dengan suatu yang menakutkan, bukan?

Ingatlah usia tidak bisa menentukan kehormatan, tetapi kualitas pengalaman dan pengetahuan serta ditambah sikap dan perilaku yang terpujilah yang menentukan kehormatan. Jika kita ingin membimbing orang lain, jadilah teladan. Jadilah orang yang patut dicontoh.

6. Totalitas

Siapa pun yang memintamu berjalan satu mil, berjalanlah sejauh dua mil” (diadaptasi dari sebuah ayat).

Tahukah kamu apa ciri-ciri orang yang sukses? Mereka adalah orang-orang yang mengerjakan lebih dari apa yang diminta. Mereka tidak sekadar ingin A, tetapi mereka ingin A+


7. Semangat (Motivasi)

Kebanyakan orang yang gagal sesungguhnya bukan orang yang tidak mampu. tapi kebanyakan orang yang gagal disebabkan mereka tidak mampu memelihara api kecil dalam dadanya, dan api kecil itu bernama ”semangat”

Ibarat mobil. Bila Anda mematikan mesin sebelum mencapai tujuan, Anda tidak akan pernah sampai kan!? So, jangan padamkan semangat sebelum mencapai tujuan.

8. Inisiatif

Don't waste your time, ACT now !

Kebanyakan orang yang tidak sukses karena tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Padahal, waktu tidak bisa kita ulang dan waktu tidak bisa kita ganti. Manfaatkan waktu dengan baik. Ambil langkah awal secepat mungkin. Karena kita tidak pernah tahu, apa yang nanti kelak terjadi.

9. Fokus pada tujuan

Organisasi adalah sekelompok orang yang hendak mencapai tujuan bersama. Bahkan, tidak usah berbicara tentang organisasi, manusia mana pun seharusnya memiliki tujuan hidup. Dan tujuan itulah yang membuat hidup kita menjadi lebih bermakna dan tidak sia-sia. Karena ada sesuatu yang hendak kita kejar.

Pikirkan kembali apa tujuan Anda sebagai anggota dalam suatu organisasi atau anggota dalam kepanitiaan. Mengapa Anda mengorbankan segitu banyaknya waktu dan tenaga? Apa yang hendak Anda cari? Pengalaman, teman, pacar, atau demi pengembangan organisasi Anda sendiri? Apa pun tujuan Anda, berusaha mencapai tujuan Anda. Bagaimana cara mencapai tujuan? Lihat kembali 8 poin yang sudah saya jelaskan.


Inilah 9 karakter yang saya rumuskan sendiri yang saya pikir kalau dimiliki bisa menunjang keberhasilan/kesuksesan dalam menyelenggarakan dalam suatu event.

Semoga berhasil....