Page

25 Maret 2012

Hugo dan Penemuan Mimpi

Judul: The Invention of Hugo Cabret
Pengarang: Brian Selznick
Penerbit: Mizan Fantasi
Tahun Terbit Asli: 2007
Tahun Terbit Terjemahan: 2012

Saya kesengsem membeli novel The Invention of Hugo Cabret setelah menyaksikan film yang diangkat dari novel tersebut, yakni Hugo, yang sempat tayang di bioskop-bioskop kita. Filmnya sendiri cukup setia dengan novelnya (meski tetap akan ada perbedaan di sana-sini), bahkan ending ceritanya pun sesuai. Baik film maupun novel sama-sama menceritakan seorang bocah yang bekerja sebagai perawat jam stasiun kereta bernama Hugo yang kedapatan mencuri di kios mainan milik seorang kakek tua. Selidik punya selidik, ia mencuri demi memperbaiki boneka mesin berwujud manusia (dalam buku/film disebutkan automaton) peninggalan Ayahnya. Hugo meyakini dengan memperbaiki boneka mesin atau automaton itu, ia akan mendapati pesan mendiang Ayahnya. Namun, siapa sangka usaha keras Hugo memperbaiki automaton nantinya akan menguak masa lalu sang kakek tua penjaga kios mainan serta memperbaiki kehidupan Hugo.

Kisah tentang Hugo mengambil latar tahun 1931 di stasiun kota Paris. Selznik tampaknya ingin membuat sebuah novel yang detil. Kedetilan itu dapat Anda baca di bagian Ucapan Terima Kasih. Sebetulnya alur cerita novel ini sangat sederhana. Tetapi, tidak mengurangi keseriusan Selznick membuat novel ini. Ada riset mendalam yang ia lakukan, seperti bertanya tentang aspek-aspek jam, automaton, dan segala hal tentang Perancis. Saya jadi teringat pada ucapan Andrea Hirata bahwa karya yang menarik berasal dari riset sebanyak-banyaknya.

Kedetilan Selznick juga dapat kita lihat dari membuka halaman demi halaman buku ini. Kita akan melihat gambar bulan. Kemudian halaman berikutnya, bulan tersebut menjauh. Halaman berikutnya, bulan itu semakin menjauh dan memperlihatkan kota Paris di bawah naungan sang rembulan. Mungkin Anda akan bingung, tetapi memang novel ini (atau mungkinkah saya perlu menyebutnya sebagai buku bergambar?) kaya sekali akan gambar. Suasana tahun 1931 di Kota Paris tergambar dengan jelas dari hasil buah tangan Selznick. Gambar-gambarnya sendiri ada yang hasil ilustrasi dari sang penulis, dan ada yang pula berasal dari cuplikan film.

Film? Sepertinya saya juga perlu menjelaskan bahwa Selznick ingin sekali kita sebagai pembaca menjadikan novelnya ini sebagai sebuah film (makanya kaya dengan gambar). Kita seolah-olah diajak sedang menonton film. Maka, tidak heran di akhir buku adalah tulisan TAMAT besar-besar, yang sebetulnya sudah jarang sekali dipakai untuk buku-buku cerita keluaran terbaru.

Bukan hanya menjadikan novelnya sebagai sebuah film, Selznick juga memasukkan sejarah tentang awal-awal pembuatan film. Novel ini sebetulnya tidak hanya berpusat pada Hugo, tetapi juga mengangkat kisah nyata seorang tokoh penting dalam dunia perfilman. Saya tidak tahu apakah dia penting di mata dunia internasional, yang pasti ia teramat penting di Perancis. Mungkin nama orang tersebut tidak familiar bagi orang Indonesia, tetapi saya rasa itu bukan masalah besar. Justru, setelah saya menelusuri sejarah kehidupan sang tokoh itu (kalau Anda nonton filmnya lebih bagus, karena diceritakan flashback yang lebih hidup), saya tahu bahwa kita tidak boleh meninggalkan mimpi-mimpi kita. Dalam film, tokoh itu menyebutkan "follow your dream".

Salah satu kutipan yang saya suka dari novel ini adalah ucapan Hugo (hal 384), "Jika kau kehilangan tujuanmu... rasanya seperti mesin rusak." Dan di halaman 388, Hugo mengatakan ". . . jika seluruh dunia adalah sebuah mesin yang besar, aku pasti berada di sini untuk tujuan tertentu . . . ". Dua kalimat Hugo tersebut dalam buku juga muncul di filmnya.

Rasanya teramat jelas, Selznick ingin memberikan amanat, yaitu sebuah tujuan.... atau mimpi.... mimpi yang harus berani kita temukan dan perjuangkan. Kalau Hugo bisa menemukan, mengapa kita tidak? Bicara soal mimpi, rasanya dulu manusia pernah bermimpi pergi ke bulan, bukan? Maka tidak heran, bulan tampaknya menjadi sesuatu yang sangat berharga di novel ini. Mengapa? Cari tahu sendiri saja dengan membaca novel ini...

Berikut cuplikan ilustrasi Selznick dalam novel ini

Sumber gambar: http://4.bp.blogspot.com/-ysUEMLwJzZ0/TtVVed7aASI/AAAAAAAAAus/cTYv-f-RCUY/s1600/hugo+1.jpg

Saya rekomendasikan novel The Invention of Hugo Cabret masuk ke dalam rak buku Anda, karena novel ini sudah terbit di 30 negara dan memenangkan banyak penghargaan. Sementara, filmnya sendiri Hugo mendapat 11 nominasi piala Oscar, dan 5 di antaranya berhasil dimenangkan, yaitu kategori Best Cinematography, Best Art Direction, Best Visual Effects, Best Sound Mixing, dan Best Sound Editing. Jadi, kisah Hugo Cabret memang layak untuk disimak.

Sumber gambar buku: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/c/ce/The_Invention_of_Hugo_Cabret.jpg

4 Maret 2012

Penyesalan

Salah satu hal yang tak saya sukai di kehidupan ini adalah "penyesalan". Kenapa penyesalan selalu datang terlambat? Kenapa mesti ada hal itu? Berkali-kali saya merasakan penyesalan yang dalam. Dan, berkali-kali pula saya tak tahu mesti apa dan bagaimana mengatasi penyesalan itu?

Andaikan waktu bisa kuulang, ingin kubenahi semua yang terjadi di masa kecilku. Andaikan kutahu akan begini jadinya... Ke mana masa bahagiaku dulu? Masa-masa tanpa ada beban yang berat dan konflik yang menyengat...

Sekarang aku hidup seolah tak bertujuan, tanpa arah yang jelas. Sekarang aku hidup di dunia serba modern. Dunia di mana teknologi telah mendekatkan yang jauh, tetapi telah menjauhkan yang dekat...

Andai aku punya daya untuk mengembalikan masa kecilku ke masa sekarang... Andai aku punya daya untuk memindahkan masa bahagiaku di masa silam ke masa sekarang...

Andai aku bisa...

Kenyataannya aku tak pernah bisa...

Dan yang tersisa...

Hanya 1 kata...

Lagi, kudengar...

Penyesalan...

3 Maret 2012

Teater yang Menyihir

Di tengah hujan pagi, di tanggal kabisat (29 Februari 2012), saya mendapat SMS dari teman saya, seorang pemain guzheng andalan Untar, yaitu Darwin, untuk diminta datang ke Taman Ismail Marzuki menonton aksi Teater Koma, dengan judul lakon Sie Jin Kwie di Negeri Sihir. Dasar Darwin! Dia selalu dadakan kalau ada undangan acara.

Darwin mendapat 2 tiket gratis dari lakon itu. Jadi, Darwin ingin kasih ke saya satu dan teman saya yang lain. Awalnya saya sangsi untuk ikut, karena cuaca hari itu tidak bersahabat (baca: mendung dan hujan). Dan, siangnya juga saya mesti ke Salemba mengurus ISBN. Rumah saya di daerah Pluit. Pergi ke Salemba akan jadi perjalanan panjang nan melelahkan. Belum lagi, mesti menonton teater yang mulai acaranya jam 19.30. Tapi, karena dulu saya pernah berjanji ke Darwin bahwa saya akan datang menonton Teater Koma, saya jadi bingung antara mau atau enggak ya...

Eh, sebelumnya saya mesti cerita kalau Darwin itu didaulat untuk jadi salah satu dari pemain musik di Teater Koma. Kebetulan Teater Koma mementaskan cerita kepahlawanan Sie Jin Kwie, salah satu Jenderal Besar dari Dinasti Tang. Karena mengambil cerita berlatarkan TiongKok, otomatis teman saya yang handal dalam main guzheng ini mendapatkan tempat di Teater Koma.

Akhirnya, setelah mendapat teman yang juga mau ikut menonton, yaitu senior saya Valentino Tania ("kalau gratis, ya maulah", katanya pas di telepon....), dan disertai rasa penasaran bagaimana rasanya menonton aksi teater yang sering dibahas di Majalah TEMPO itu; ya udah deh, kami ke sana.

Tiba di sana, jam 7 malam. Rupanya kami datang sebagai tamu undangan. Jadi, pada hari itu (29-2-12) adalah premiere atau pemutaran perdana yang bersifat terbatas. Oke deh, saya dan Tino adalah tamu kehormatan.

Saya tidak begitu paham dengan bagian awal-awal cerita, apalagi mendengar kata Sie Jin Kwie, karena cerita Sie Jin Kwie yang dipentaskan kali ini ini merupakan lanjutan dari cerita Sie Jin Kwie yang sebelumnya sudah pernah dimainkan di Teater Koma. Intinya, ini trikuelnya (seri ketiga)... Susah amat ya ngejelasinnya... Tetapi, mulai masuk ke tengah-tengah cerita, saya sudah bisa paham dan mengikuti. Dialognya tidak melulu serius, ada banyolannya juga. Saya paling suka banyolannya sang narator. Yang paling saya kagumi adalah cara Teater Koma memvisualisasikan adegan perang dengan memakai wayang. Menurut saya, itu keputusan yang cerdik. Selain itu, Teater Koma juga pandai sekali memberikan sentuhan adat Indonesia ke dalam cerita yang sejatinya berasal dari negeri TiongKok. Kita juga tidak melulu menikmati adegan berdialog saja, tetapi ada juga adegan musikalnya. Dan, saya katakan meski lagunya bukan lagu pop (lagunya itu merupakan puisi yang dilagukan), tetapi lirik dan melodinya sangat sesuai dengan alur dan feel cerita.

Meski agak mengantuk dan kehausan, karena durasinya itu lho.... ehm... lima jam!!! Ya lima jam (tenang, ada waktu istirahatnya kok), saya bisa katakan teaternya..... ehm... sungguh keren!!!

Berikut saya berikan sinopsis cerita Sie Jin Kwie di Negeri Sihir, yang saya ambil dari website Teater Koma:

Inilah kisah tentang Jenderal Besar SIE JIN KWIE, yang memimpin pasukan Tang berperang ke Barat. Sayang sekali, dalam pertempuran, Sie Jin Kwie terluka parah, nyaris sekarat. Arwahnya sempat melayang ke akhirat. Sebelum dikembalikan ke dunia fana, Sie Jin Kwie diperlihatkan masa depan. Kelak, dia akan menemui ajal di tangan putra sendiri.
Inilah kisah tentang SIE TENG SAN. Setelah mati oleh anak panah ayahnya sendiri, Sie Jin Kwie, dia dihidupkan kembali dan dijadikan murid oleh seorang petapa sakti. Kini, Sie Teng San diperintahkan membantu sang ayah keluar dari kepungan musuh.
Inilah kisah tentang HWAN LI HOA. Seorang gadis sakti dan pemberani. Oleh gurunya, dia diramalkan berjodoh dengan Sie Teng San. Masalahnya, ayah Hwan Li Hoa adalah jendral pasukan Seeliang, musuh Kerajaan Tang.
Takdir apa yang menanti para tokoh lakon ini?

Produksi ke-126 Teater Koma
SIE JIN KWIE DI NEGRI SIHIR
1-31 Maret 2012
Graha Bhakti Budaya
Taman Ismail Marzuki
19.30 WIB
memperingati hari jadi ke-35 Teater Koma (1 Maret)

HTM Weekday (Minggu, Selasa-Kamis):
Rp. 150-100-75-50.000,-
HTM Weekend (Jumat-Sabtu):
Rp. 200-150-100-75.000,-

Berikut saya kasih beberapa gambar dari beberapa adegan yang saya tonton




bersama teman saya, Darwin

Bosen dengan film bioskop Indonesia yang isinya setan dan seks semua? Gak ada salahnya coba deh tonton teater, ya meski harus merogoh kocek yang cukup besar dan waktu luang yang panjang. Cerita Sie Jin Kwie di Negeri Sihir ini tidak cuman tentang peperangan dan cinta, tetapi ada unsur bakti pada negara dan orangtua. Banyak nilai-nilai yang bisa kita ambil. Jadi, coba ajak teman dan sekeluarga, selamat menyaksikan.