Keinginan ke Jogja, Jogjakarta, atau Yogyakarta gara-gara baca artikel di internet. Katanya hanya Rp 250.000 sudah bisa menikmati liburan 3 hari di Jogja. Wah, rasanya jadi pengen ke sana. Jadi, saya mulai merencanakan waktu libur ke sana. Pertama-tama, saya mulai mencari teman dan saya beruntung karena teman saya, Endy, mau ikut serta menjadi bolang (bocah petualang) selama 3 hari di Jogja. Lalu, waktu yang diambil adalah setelah saya mengakhiri kontrak magang. Hanya sayang nasib budget berkata lain, bukan Rp 250.000 yang saya keluarkan, melainkan empat kalinya.
Ke Jogja adalah pengalaman pertama saya berlibur keluar kota dan saya belum pernah ke sini sebelumnya. Sama halnya dengan Endy, dia juga belum pernah ke Jogja. Jadi, benar-benar kami menjelma menjadi bolang. Modal kami hanyalah artikel di internet, cerita seru dari teman-teman dan orangtua.
Kami pergi naik kereta api kelas bisnis. Sembilan jam waktu yang diperlukan dari Jakarta sampai ke Jogja. Lama sekali. Celakanya, kami tidak bisa tidur selama di kereta. Kursi kereta bisnis memang tidak enak untuk dibawa ngantuk. Yang enak tuh sebenarnya kereta kelas eksekutif. Tetapi, demi menjaga pengeluaran, ya beginilah derita yang mesti ditanggung.
Kami berangkat pukul 19.30 dari Stasiun Pasar Senen dan tiba di Stasiun Tugu sekitar pukul 5 pagi. Kami mencoba mencari penginapan murah versi internet, tetapi setelah bertanya ke seorang security, lokasinya jauh-jauh semua. Seorang bapak tua penarik becak menyelamatkan kami dari kebingungan mencari penginapan. Dari bapak tua itu, kami mendapatkan hotel murah dengan tarif Rp 100.000/malam dengan kapasitas 2 orang, ada kamar mandi di dalamnya, dan ada kipas angin. Sebenarnya hotel kami tidak bisa disebut hotel sih jika ditinjau dari fasilitasnya. Namun, sekadar untuk tidur, sudah cukup nyaman kok. Nama hotel kami adalah Dewi Rahayu 2 di Jalan Jlagran Lor.
Gara-gara tidak bisa tidur di kereta, hari pertama tiba dihabiskan dengan tidur sebentar. Jam 10 kami bangun. Jogja terkenal dengan nasi gudegnya. Jadi, petualangan kami dimulai dengan berburu nasi gudeng sebagai pengganti sarapan sekaligus makan siang. Kami berhasil mendapatkan nasi gudeg setelah menerima tawaran seorang penarik becak. Penarik becak kami ini menawarkan diri mengantar kami ke tempat nasi gudeg yang enak, sekalian berkeliling ke alun-alun, keraton, sampai diantar ke tempat kerajinan wayang, lukisan, dan penjualan kaos dan batik. Biaya berkelilingnya adalah Rp 30.000. Tetapi, di akhir perjalanan berkeliling malah kita mesti kasih tambahan Rp 5.000 karena dia meminta lebih. Hadeuh....
Karena tidak mungkin sering datang ke Jogja, kami cukup sadis memesan nasi gudeng. Bukan nasi gudeng isi lauk tahu/tempe saja, kami malah memesan nasi gudeg komplit dengan isi lauk tempe, ayam, ati ampela, dan krecek. Harganya juga sadis yaitu Rp 26.000.
Nasi Gudeng Krecek Komplit |
Setelah berkeliling Jogja naik becak, kami memutukan kembali ke hotel untuk tidur siang karena hari pertama kami tidur cuman 4 jam. Lalu, jam 5-an kami bangun lagi. Kami kemudian berjalan kaki menuju alun-alun. Di alun-alun, saya sedikit kecewa. Katanya biasa di sana ada keramaian. Tapi, yang saya lihat tidak ada ramai kaki lima. Tidak ada sajian khas berselera (lagu banget ya, hehe).
Di Benteng Vredeburg, kami mencicipi sate ayam. Hanya Rp 5.000 sudah dapat 10 tusuk. Jika ditambah lontong, cukup keluarkan Rp 2.000. Daging ayamnya lembut dan enak. Lalu, kami juga mencoba ronde (sejenis sekoteng), hanya Rp 2.000 per mangkuk. Wah, murah dan enak juga.
Di Jalan Pangeran Mangkubumi kami juga mencoba sate kuda. Awalnya Endy menolak coba karena masih kenyang, tetapi saya paksa dia untuk temani saya mencoba. Sate kuda ini lebih keras dagingnya dari sate ayam. Satu porsinya Rp 15.000, sudah dapat 6 tusuk sate @Rp 2.500.
Sate Kuda |
Sundae Molucas |
Fresh Chocolate Milk |
Blueberry Cheese Pancake |
Di hari kedua, sekitar jam 9 kami baru bangun. Di hari kedua ini kami memutuskan bepergian naik motor sewaan, tidak lagi naik becak atau berjalan kaki. Namun, hampir saja kami tidak jadi menyewa motor. Biaya sewanya sih murah hanya Rp 60.000/hari. Tetapi, kami perlu memberi uang jaminan 1 juta rupiah, bahkan di tempat lain ada yang mencapai 2 juta rupiah. Alamak! Kami di Jakarta saja tidak mungkin bawa uang kas sebanyak itu. Akhirnya, di salah satu tempat rental motor, setelah proses tawar-menawar yang alot, kami bisa menyewa motor dengan uang jaminan cukup Rp 500.000.
Kami memulai perjalanan ke keraton. Di keraton ini kami mendapat pengetahuan mengenai sekelumit kehidupan keraton, dimulai dari busana, tarian, upacara, silsilah sultan dari pertama sampai kesembilan, ruangan-ruangan penting, sampai koleksi barang berharga milik keraton. Sultan Hamengku Buwono X adalah satu-satunya sultan yang beristrikan 1 orang, sisanya beristrikan lebih dari 1 orang, bahkan ada yang mencapai 40 orang. Mengejutkan.
Kejutan saya ditambah lagi dengan pertemuan yang tidak disangka-sangka di keraton. Saya bertemu dengan adik kelas saya angkatan 2008, Josephine. Dia datang bersama temannya. Pertemuan yang sungguh mengejutkan.
Setelah puas berkeliling keraton, kami makan siang dan kali ini kami beruntung mendapatkan lotek. Tujuan kami berikutnya adalah Kebun Binatang Gembiraloka. Harga tiket masuknya Rp 15.000/orang. Karena bulan Ramadhan, kami mendapat kesempatan mencoba Perahu Katamaran secara cuma-cuma alias dapat tiket gratis. Harga tiket aslinya Rp 5.000/orang. Sayang, kami tidak mencobanya karena keburu lelah mengelilingi Gembiraloka yang luasnya minta ampun.
Bermacam-macam aneka binatang dipamerkan di Gembiraloka, seperti aneka reptil (ular, kobra, komodo, buaya, soa, bunglon, kura-kura, dll), aneka unggas (elang, burung kakaktua, burung hantu, alap-alap, ayam mutiara, merak, dll), aneka mamalia (tapir, harimau, gajah, zebra, onta, rusa, kijang, dll), dan masih banyak lagi. Sayangnya, tidak semua binatang saya tengok. Entah mungkin ada yang memang tidak di tempat (binatangnya sedang jalan-jalan kali, hehe) atau lagi bersembunyi. Yang agak mengesalkan karena banyak binatang lagi tidur siang, seperti di bawah ini, hehehe.
Sayang, kamera saya kehabisan baterai dan tidak membawa charger sehingga tidak banyak gambar yang saya abadikan. Setelah dari Gembiraloka, kami berdua menuju Pantai Parangtritis. Ada sekitar 1,5 jam perjalanan. Jalanannya memang tidak macet, tetapi jaraknya jauh minta ampun. Tiupan angin kencang menyambut kedatangan kami. Ombak lautnya cukup ganas. Tidak boleh berenang di sana karena ada ubur-ubur yang racunnya mematikan. Kami di sana hanya memandangi laut dan berfoto-foto, dengan kamera Endy tentunya.
Dari Pantai Parangtritis, kami balik ke hotel. Kalau dari Pantai Parangtritis sampai ke hotel, kami hanya butuh 1 jam. Acara malam-malam kami habiskan tidak begitu jelas. Hanya nongkrong ke 1 kafe kopi dan berkeliling saja.
Di hari ketiga, kami naik TransJogja menuju ke Prambanan yang lama tempuhnya juga tidak ada 1 jam. Prambanan tidak beda jauh dengan Gembiraloka, luasnya minta ampun. Belum lagi kami datang saat tengah hari. Panas matahari dan kaki-kaki pegal-pegal jadi teman perjalanan.
Prambanan punya 4 candi: Candi Prambanan atau Roro Jonggrang, Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Sewu. Akibat gempa yang melanda Jogja, banyak bagian dari candi runtuh dan rusak. Yang paling parah tentunya Candi Bubrah yang tidak bisa dikunjungi sama sekali.
Saya di depan Candi Prambanan atau Roro Jonggrang |
Candi Lumbung |
Candi Bubrah |
Candi Sewu |
Setelah berkeliling Prambanan, acara berikutnya adalah makan siang bersama Josephine dan temannya Meri di Mal Malioboro. Kami berdua bertukar pengalaman. Kelar makan siang, saya harus membeli oleh-oleh untuk teman kerja saya, yaitu miniatur sepeda onthel dan becak. Matian-matian saya mencari harga murah dan beruntung saya menemukannya.
Jam 5 sore kami checkout dari hotel dan menunggu kereta kami yang membawa pulang pukul 18.30. Ada cerita menarik, Endy ingin sekali minum Kopi Joss setelah diceritakan ibu penjaga warung bahwa rasanya nikmat. Sayang, minuman itu hanya ada pada malam hari. Mungkin Endy akan kecewa karena akan meninggalkan Jogja tanpa mencicipi Kopi Joss. Eh, tahunya pas makan malam terakhir (lebih tepatnya sore, karena belum terlalu malam) di warung dekat Stasiun Tugu, kami berhasil mendapat Kopi Joss. Si penjaga warung rupanya menjual minuman itu. Kegalauan teman saya terhapuskan sudah. Apa itu Kopi Joss? Minuman kopi yang dicelupkan arang panas. Entah sehat atau tidak, yang penting enak pisan.
Kopi Joss |
Pas di kereta, kembali lagi kami tidak bisa tidur. Saya pulang ke rumah sekitar jam 5 subuh, sementara saya bangun pagi sehari sebelumnya adalah jam 5 pagi juga. Hampir saja saya mencetak rekor 24 jam tidak tidur. Hahaha. Begitulah segelintir pengalaman seru saya ke Jogja. Sebenarnya masih banyak yang belum dikunjungi, seperti Taman Sari, Pusat Kerajinan Perak, Borobudur. Ya... Semoga masih ada kesempatan untuk pulang ke kotamu... Jogja.