Page

30 September 2012

Tidak Harus Kaya Demi Cinta Berjaya

Judul: Honey Money
Pengarang: Debbie
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2010
 
"Debbie telah memperlihatkan kepada kita bahwa pengalaman pahit kehidupan (khususnya percintaan) bisa diubah menjadi sebuah karya yang manis, semanis madu (honey) dan tentunya membuahkan uang (money) untuk dirinya sendiri." 

Itu adalah kalimat yang saya tulis sebagai testimoni novel teenlit Honey Money, karya Debbie.

Honey Money adalah novel yang sangat remaja. Remaja yang masih dengan pemikiran bahwa mewah adalah segalanya. Maka, cerita ini mengetengahkan ketiga tokoh: Cewe sederhana yang mau cari pacar tajir, cowo tajir tetapi matre, dan seorang cowo lain yang juga belakangan diketahui mau memacari cewe tajir. Ketiganya dibelit oleh satu persoalan, yaitu cinta.

Prity "Dee" Diana. Ia cewe sederhana, meski dengan kehidupan yang hampir sempurna. Punya sahabat-sahabat, tetangga, dan keluarga yang baik dengannya. Tetapi, kesempurnaannya terusik oleh satu hal: Ia tidak punya pacar (honey) dengan uang (money) yang banyak. Untungnya, kehidupannya berjalan bak kejatuhan bintang. 
 
Dee menemukan pacar idealnya itu di pesta ultah temannya. Rendy Alexander: Cowo tajir yang keren, romantis, dan hal-hal sempurna lainnya. Jika susah membayangkan cowo demikian, boleh bayangkan Edward Cullen deh. Awalnya, Dee mengira Rendy adalah cowo impiannya. Segalanya sudah mau berjalan sempurna. Namun, sampai meninggalnya ibu tiri Rendy menguak sebuah kebenaran, Rendy tidak sekaya yang Dee pikir. 

Novel remaja kebanyakan menghadirkan kisah berakhir bahagia. Bukan akhirnya yang penting, melainkan bagaimana penulis mengakhiri kisahnya, itulah yang penting. Dan menurut saya pribadi, Debbie memberikan akhir kisah yang sedikit mengandung kejutan bagi mereka yang baru membaca pertama kali tulisannya. Sayangnya, bagi saya kejutan itu tidak terlalu mengejutkan. Karena proses ending-nya tidak berbeda jauh dengan novel perdananya, Not Just A Fairy Tale. Yaitu, sepasang kekasih yang saling mencintai, kemudian harus saling berpisah karena suatu hal, lalu bertemu kembali. Sebuah repetisi. Repetisi terkadang bisa menjadi gaya khas penulis, tetapi bisa pula menjadi kelemahan. Mari kita tunggu seperti apa kelak novel ketiganya.
 
Hanya saja, Honey Money dari segi konsep karakter, dialog, sampai plot memang sudah lebih terkemas lebih apik daripada Not Just A Fairy Tale, yang menurut saya lebih mirip cerita pendek, tetapi dibuat panjang-lebar. Sebuah kemajuan yang baik. Good job, Deb. I really like this novel.  
 
Honey Money jelas menjadi oke, karena segala hal yang terkait dengan isi ceritanya tersangkut paut dengan kisah hidupnya. Setengah kisah Honey Money adalah setengah kisah hidup Debbie. Setengah kisah hidup Debbie hanyalah seperempat kisah hidup saya. Jangan langsung berpikir yang macam-macam dulu. Membaca Honey Money membuat saya terkenang kembali dengan kehidupan SMA saya. Ya, saya dan penulis bersekolah di SMA yang sama. 

Ah, Permata Cup, permusuhan anak IPS dan anak IPA, ada segerombolan anak yang rela telat masuk sekolah demi merayakan ultah seorang temannya, kemudian prom nite dengan bertukar api lilin (meski aslinya tidak di Bali), semuanya adalah nyata dan pernah ada. Terlebih lagi, nama-nama teman-teman Dee: Liana, Sandra, Suhendra, Tutut, Anthony, sampai nama-nama guru Dee: Pak Kusnandar, Ibu Damayanti, Ibu Hastuti, Ibu Julita, juga semuanya nyata dan pernah ada. 

Ah, hati saya pun menjadi ngilu. Kisah hidup saya di SMA memang tidak seseru Debbie. Memang kan nama saya tidak ada di novel ini. Seperti yang sudah saya katakan, saya hanya menjadi seperempat kisah hidup Debbie. Bagian yang kecil, mungkin sangat kecil. Tetapi, saya tetap bangga pernah punya teman seperti Debbie. Dia adalah teman yang hebat yang pernah saya kenal. Dia telah membuat sebuah mahakarya yang akan selalu diingat oleh semua orang yang pernah ambil bagian dalam hidupnya. 
 
Oya, jika saya perhatikan Not Just A Fairy Tale terinspirasi dari ceritanya pas SMP, lalu Honey Money terinspirasi dari ceritanya pas SMA, bisa dibilang kisah novelnya berkembang seiring kisah hidupnya. Mari kita doakan semoga kisah hidupnya selalu bahagia. Dengan demikian, kita kan membaca kisah-kisah bahagia di novel selanjutnya. 
 
Meski tidak dijadikan sponsor, banyak tempat-tempat makan yang disebutkan dalam novel ini lho, seperti Pancious, Cheese Cake Factory, Mie Tarik Laiker, Warung Tekko, dan lain-lain. Jadi, novel ini pun bisa dijadikan rujukan tempat nongkrong atau tempat kencan anak muda. Hahaha.

P.S. Ilustrator dalam Honey Money adalah Sandra P. K. Saya kenal Sandra memang pandai menggambar karikatur. Gak ada salahnya kan, kalau Sandra dan Debbie berkolaborasi membuat sebuah komik. Hehehe.

11 September 2012

Para Motivator Itu...

Andrie Wongso, dijuluki sebagai Motivator No. 1 di Indonesia. Gaya bicaranya yang berapi-api kerap mengundang decak kagum banyak orang. Salam Luar Biasa, itu adalah salam khasnya. Kisahnya seringkali jadi acuan sejumlah motivator muda lainnya, yaitu Sekolah Dasar Tidak Tamat (SDTT), tetapi bisa sukses. Wajarlah, bisa saya sebut Andrie Wongso adalah motivator generasi tua atau bisa dibilang pionir profesi motivator. Kesuksesan yang diraih Andrie Wongso tak terbilang mudah. Andrie memang tidak tamat SD karena sekolahnya ditutup akibat peristiwa G30S. Ia yang asli Malang datang ke Jakarta untuk mengubah nasib. Awal karirnya di Jakarta dimulai dari mendirikan perguruan kungfu bernama Hap Kun Do, menjadi pelayan toko, sesekali menjadi model pemotretan kaos, sempat menjadi bintang film laga Taiwan (cita-citanya sejak dulu). Tetapi, Andrie tidak bahagia berperan sebagai bintang film. Kembali lagi ke Jakarta, Andrie Wongso kembali galau.

Kesukesan Andrie Wongso dimulai saat ia menerbitkan kartu ucapan bermerk Harvest. Kartu ucapan ini berisikan kata-kata mutiara, kata-kata bijak, kata-kata semangat. Ide bisnis ini pun awalnya karena seorang teman kos Andrie yang menyontek kata-kata mutiara di buku hariannya karena merasa sangat bagus dan bisa memotivasi. Andrie memang gemar menuliskan kata-kata mutiara dan motivasi di buku hariannya sebagai pelecut semangat. Dengan bantuan kekasih yang juga nanti jadi istrinya Lenny Wongso, ia mulai mengumpulkan modal menerbitkan kartu ucapan untuk dijual. Awal-awalnya tidak mudah menjual kartu ucapan ke toko-toko. Banyak yang merasa tidak perlu membeli barang seperti ini. Tetapi, Andrie dan Lenny tidak menyerah. Akhirnya, mereka pun mendapatkan 1 toko yang mau membeli kartu ucapan mereka. Lambat laun, kartu ucapan merek Harvest semakin populer sampai memunculkan Harvest Fans Club tahun 1989. Namun, tahun 2000 teknologi SMS berkembang yang membuat penggunaan kartu ucapan tidak lagi efektif. Tahun 2003, Harvest ditutup. Dan Andrie Wongso menjajaki babak baru, sebagai motivator. Kini kata-kata mutiara tidak lagi hadir dalam kartau ucapan, tetapi hadir langsung lewat gaung keras soundsystem dari ucapan seorang Andrie Wongso. Andrie Wongso kemudian mendirikan AW Motivation, AW Success Shop, AW Publishing, dan lain-lain. Slogan khasnya adalah Success is My Right! Sukses adalah Hak Saya!


Merry Riana, dijuluki Motivator Wanita No.1 di Asia. Merry Riana salah satu motivator wanita tanah air kita. Kesukesannya justru diraihnya di negara lain, yaitu di Singapura. Kerusuhan Mei tahun 1998 membawanya ke Singapura. Ia kuliah di Nanyang Technology University (NTU). Tetapi, masa-masa awal kuliah Merry di NTU amat pelik. Ia hanya punya uang saku 10 dolar per minggu, sementara kesulitan ekonomi keluarganya sejak kerusahan Mei membuat Merry juga tidak tega meminta uang jajan lebih. Maka, dimulai penghematan gila-gilaan ala Merry Riana. Sarapan roti tawar di toilet, minum air keran, sesekali memesan nasi, sayuran, tahu dicampur kuah kaldu seharga 1 dolar saja (makanan termurah), dan memasak mi instan jika malam hari kelaparan. Namun, perkenalannya dengan Alva (yang kelak jadi suaminya) memberikan Merry penguatan baru. Pada ulang tahun yang ke-20, ia pun berani membuat resolusi: Ingin bebas finansial pada usia yang ke-30. Perjuangan mewujudkan resolusinya dimulai dari liburan tahun kedua kuliah. Ia kemudian mengawali karir sebagai penyebar brosur di tempat umum, lalu beralih ke pegawai toko bunga, pramusaji di hotel, mencoba berbisnis penjilidan skripsi, MLM, dan jual beli saham. Kesuksesannya baru direngkuhnya saat ia bekerja sebagai penjual asuransi. Merry bekerja dengan tekun dan disiplin ketat, yaitu bekerja 14 jam sehari dengan target 20 kali presentasi setiap harinya. Pada tahun 2004, ia sukses mendapatkan penghasilan 1 juta dolar dalam usianya yang ke-26. Resolusinya terwujud. Kemudian, Merry Riana mendirikan Merry Riana Organization, sebuah organisasi  yang bertujuan menjadikan anak muda sesukses dirinya. Tagline-nya adalah Touching Heart, Changing Lives. Pada ulang tahunnya ke-30, Merry membuat resolusi baru yang lebih berani, yaitu memberi dampak positif pada satu juta orang di Asia, terutama di tanah kelahirannya, Indonesia.

Bong Chandra, dijuluki sebagai Motivator Termuda di Asia. Bong berani sebut ia muda karena ia sendiri belum genap berusia 25 tahun (ia kelahiran Oktober 1987). Masa kecilnya tidak terbilang menyenangkan. Usia 4 tahun, ia terdiagnosis kelainan paru-paru. Tubuhnya kurus dan ia sering sakit-sakitan. Keterpurukannya bertambah karena perusahaan keluarganya bangkrut dan terlilit utang. Tetapi, Bong ingin jadi orang sukses. Ia pun menjadi salesman. Apa pun yang bisa dijual, ia jual dari CD, boneka, cokelat, sampai dengan tank top wanita. Kesuksesan Bong dimulai saat ia berusia 22 tahun, ketika ia mampu berbicara di hadapan 50.000 orang. Bong Chandra tidak hanya menjajal diri sebagai motivator, ia pun merambah ke bisnis cuci mobil, pijat refleksi, mendirikan sekolah Bong Chandra School of Billionaire, dan menjadi developer perumahan Ubud Village di daerah Ciledug. Kisah hidup Bong Chandra memang belum tergali lebih banyak, tetapi sepak terjangnya dalam membagikan rahasia sukses terbilang inspiratif.

Benang Merah
Ketiga motivator itu memiliki penderitaan yang berbeda-beda. Tetapi, kesamaannya adalah mereka punya tekad bulat: ingin sukses. Kisah hidup mereka mengajarkan tidak ada kesuksesan yang bisa diraih secara instan. Mereka menjalani seluruh karir awal dengan tabah dan sabar. Mereka berjuang mengerjakan apa saja karena mereka tahu apa yang mereka lakukan itu hanya sementara. Kelak mereka akan mendapat karir dan tujuan hidup yang mereka impikan.

Usia, latar belakang pendidikan, jenis kelamin, dan lain sebagainya bukan penghalang untuk sukses. Kesuksesan dimulai dari satu niat, dilanjutkan dengan sebuah tekad kuat, dan sikap positif yang ketat bahwa kesuksesan yakin bisa didapat. Tidak ada satu pun yang dapat menghalangi diri kita untuk sukses, kecuali diri kita sendiri.

1 September 2012

Merry Riana dan Cerita Impian Saya

Titik awal keberhasilan adalah impian. Itu adalah kalimat yang tertera di sampul belakang buku biografi Merry Riana, Mimpi Sejuta Dolar yang diklaim sebagai No. 1 National Best Seller.

Merry Riana adalah motivator yang sedang naik daun di Indonesia. Tweet-tweet-nya selalu mendapat sambutan dari followers-nya. Merry Riana sudah saya kenal sebelum ia menerbitkan buku Mimpi Sejuta Dolar yang ditulis oleh Alberthiene Endah, penulis kawakan yang sudah menuliskan biografi-biografi selebritas terkenal, seperti Chrisye, Krisdayanti, Titiek Puspa, Ani Bambang Yudhoyono, dll. Maksudnya kenal, bukan kenal secara personal ya. Saya mengenalnya terlebih dulu lewat seminar Mbak Merry yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Untar tahun 2011.

Merry Riana? Nama yang asing saat itu. Tetapi, berdua bersama teman saya, Yonathan, saya nekat saja mengikuti seminar yang bertempat di Central Park. Dengan memakai blus warna merah, Mbak Merry mengawali acara itu dengan menyanyikan Indonesia Raya. Sangat patriotik. Seminar motivasi Mbak Merry tipikal seminar motivasi kebanyakan. Diawali dulu dengan kisah-kisah "memprihatinkan" selama ia menjadi mahasiswa di Singapura, lalu dilanjutkan dengan tekad Mbak Merry di hari ulang tahunnya yang ke-20 untuk sukses di usia 30 tahun. Kemudian, seminar berlanjut ke value-value apa yang perlu dimiliki oleh seseorang yang mau sukses.

Namun, uniknya di setiap beberapa segmen pembahasan, Merry selalu mengambil jeda untuk meminta para peserta seminar mengucap semacam sumpah. Salah satu sumpah yang sempat saya catat:

Saya akan memberikan 100 persen dari saya untuk acara seminar ini. Saya adalah orang sukses!

Para peserta seminar harus mengucap kalimat sumpah itu dengan lantang.

Menjelang akhir seminar, Mbak Merry mengundang 1 pria dan 1 wanita yang pandai berakting untuk naik ke panggung. Mereka disuruh memeragakan skenario yang disusun oleh Mbak Merry. Skenario itu bercerita tentang sepasang suami istri yang bersiap memasuki rumah baru mereka yang terletak di lantai paling atas sebuah apartemen. Saya lupa lantai berapa. Yang pasti di atas lantai 50. Karena lift rusak, mereka harus naik tangga. Selama proses perjalanan menaiki tangga, mereka kerap mengeluh capai, tetapi mereka tidak mau menyerah, karena ini rumah impian mereka. Saat mereka sudah sampai tepat di depan pintu kamar mereka, mereka baru sadar bahwa kunci kamarnya ketinggalan. Cerita stop di sana. Mbak Merry memberikan refleksi bahwa saat kita ingin menuju ke puncak kesuksesan, kita tidak boleh lupa dengan kunci tersebut. Kunci tersebut berupa inti sari seminar Merry Riana, yakni Personal Excellence dan Social Excellence. Itulah yang mesti kita bawa jika ingin sukses.

Saya membuka catatan handout seminar tersebut dan tersenyum geli melihat tujuan karir saya. Ya, Mbak Merry meminta peserta seminar menuliskan impian kita tanpa malu-malu dan target yang harus dicapai, seperti halnya beliau dulu. Jadi, apakah yang saya tulis itu? Ada 3 tujuan karir saya: Pengusaha, Penulis Buku, dan Psikolog dengan target akan tercapai dalam kurun waktu 10 tahun.

Tetapi di bawah ketiga target karir saya itu, saya kembali menuliskan impian saya yang lain dalam tulisan lebih kecil. Need more money dan need more time. Sebetulnya impian tertinggi saya adalah memiliki banyak uang dan banyak waktu untuk saya nikmati. Saya ingin menikmati hidup saya tanpa takut merasa khawatir akan adanya kekurangan. Itulah impian terbesar saya di atas ketiga impian itu.

Persis di tanggal 1 September 2012 ini, saya ingin memperbaiki resolusi saya. Saat usia saya yang ke-30, saya juga mau dapat mencapai kebebasan finansial, meski saya belum tahu bagaimana caranya mencapai target itu.

Impian jelas bukan mimpi. Mimpi adalah bunga tidur. Sebaliknya, impian adalah bunga di saat kita terjaga. Dan, saya ingin memetik bunga terindah saya dengan lebih cepat dan lebih baik demi kebahagiaan hidup saya dan kebahagiaan orang-orang yang sayangi.

Saya mau jadi orang sukses! Saya yakin Anda juga mau. Ayo, sama-sama jadi orang sukses!