Saya bertanya
pada Mariyana suatu kali lewat YM, ”Kapan pertama kali kita bertemu?” Dia
jawab, ”Lupa.” Mungkin saat di kelas Psikologi Orang Dewasa atau kelas Agama
Buddha, saya kurang berkesan di matanya. Haha. Di kedua kelas itu, saya pertama
kali melihatnya. Harusnya bagi dia juga, pertama kali melihat saya. Saat itu
kami semester 2. Tidak ada perkenalan secara formal sebetulnya. Tetapi, saya
cukup mengingatnya. Gadis yang berbadan kecil, tetapi saat presentasi, nada
bicaranya meyakinkan dan ada semangat. Busana yang sering ia kenakan kalau ke
kampus adalah kaus berkerah dan celana jeans.
Namun, tidak ada kesan tomboy atau cowo banget, tetapi memang saya rasa dia
tidak menyukai gaya feminin atau anggun. Menurut saya, dia itu cool.
Siapa yang tahu selanjutnya
di semester 5, kami baru mulai akrab. Pertemanan dimulai saat semester itu. Karena
apa bisa akrab? Karena BEM F.Psi. Whew... Organisasi ”menyebalkan” itu yang sudah
sempat disinggung di sini, di sana, dan eeeh di sana juga ada ya, rupanya ada
sedikit manfaat selain mudaratnya. Setidaknya, saya bisa bertambah beberapa
teman, dan... kayaknya beberapa ”musuh” juga sih. Haha. Jadi, di tahun ketiga menjadi
mahasiswa, Mariyana diajak gabung serta ke dalam BEM F. Psi. dan terpilih
menjadi Koordinator Seksi Hubungan Masyarakat. Otomatis, dimulailah saat-saat saya mesti
bekerja sama dengannya menyukseskan sejumlah acara.
Kemudian, nanti
pas semester 7 dan 8, kami menjadi teman senasib dan seperjuangan. Kami
mengajukan proposal skripsi di bawah supervisi dosen yang sama. Hanya saja, di
penghujung perjuangan drama skripsi, saya tidak senasib dengannya. Maksudnya
adalah nasib akhir. Dia wisuda lebih dulu. Melangkahkan kaki lebih dulu untuk
masuk ke dalam dunia kerja.
Itulah sedikit
cerita tentang Mariyana. Asalnya Tanjung Pinang. Seorang anak yatim. Seorang
pecinta game. Hobinya dulu di
Facebook adalah bermain game. Mafia Wars adalah favoritnya saat itu.
Saya bisa tahu karena saya dulu juga mantan mafia ”di sana”. Hehe. Anaknya
sederhana dan penuh perhitungan.
Dia adalah teman chatting yang asyik, karena bisa diajak
bicara apa saja. Selain itu, tentu saja sebagai anak kos-an yang kadang waktu
tidurnya tidak menentu, sehingga dia bisa diajak ngobrol pas malam-malam jenuh atau galau. Tentu saja, itu kejadian
sewaktu kami berdua masih mahasiswa. Masih punya semangat untuk begadang. Lain
cerita sekarang, dia sudah sibuk mengais uang. Senin sampai Sabtu bekerja.
Bahkan, hari yang semestinya bisa libur di kantor lain, dia juga malah bekerja.
Tetapi, saya tidak melihat dia mengeluh dengan kondisi apa yang dihadapi. Meski
dia wanita, dia jarang curhat. Jarang mengutarakan masalahnya. Dia selalu
berusaha untuk tetap menikmati hidup. Satu hal yang bisa saya petik pelajaran
darinya. Maka, di saat-saat saya butuh masukan, Mariyana adalah orang yang
tepat.
Foto diambil pas tanggal 14 Februari. Foto yang cukup menggemparkan. Gara-gara ini jadi ada gosip di antara kita. Gak apa-apalah biar hidup sedikit lebih renyah. |