Page

31 Desember 2011

Back To December

December again and I post a new entry at new year's eve!
Desember adalah bulan liburan, bulan sukacita, termasuk bulan perenungan.

Maka, melihat tahun 2011 sudah mau lewat, untuk postingan kali ini, saya mau kilas balik di tahun 2011 apa yang pernah terjadi di hidup saya sekilas aja.

Januari
Dapat pekerjaan sebagai guru privat di Kelapa Gading. Capek minta ampun. Jarak jauh. Mengajar setiap hari. Keluarga yang berisik. But, I think this is the beginning of my career.

Februari
Saya menghentikan pekerjaan pertama saya. Alasannya, amat berhubungan dengan pernyataan yang sudah saya sebutkan di atas. Cuman 20 kali pertemuan pada pekerjaan pertama. Terima kasih Natalia yang pengertian dengan saya. Kalau saya tidak berhenti bekerja, apa jadinya skripsi saya nanti.

Maret
Nothing special. I continue to do my thesis (baca: skripsi)

April
Saya dan Yonathan membantu Bu Nina menyebar kuesioner penelitian teman Bu Nina. Bertambah pengalaman saya tentang suasana kantor dan kerja. Saya juga mendapat pekerjaan kedua saya sebagai guru privat di daerah PIK. Tetapi, setelah hari pertama mengajar, saya dipecat karena ketidakmahiran saya dalam berbahasa Inggris. Sorry, Natalia. This is totally my fault, not you, because I lack of self-confident to convince the kid's mom. My first sadness about myself.

Mei
Rupanya saya tidak cukup kuat menarik dukungan untuk Lerenz menang sebagai Ketua BEM. So sad. My second sadness about myself. Di bulan ini, saya memutuskan suatu ide gila. Saya mencoba membuat penelitian selain skripsi untuk diikutkan ke Temu Ilmiah Nasional 2, sebelum akhirnya dialihkan ke International Conference di UI di bulan September nanti. Terima kasih sebesar-besarnya untuk orang-orang yang membantu saya menyukseskan penelitian unik ini.

Juni
My third sadness. Saya gagal mendapatkan kesempatan untuk maju sidang Juli 2011. Otomatis saya tidak bisa diwisuda dengan teman-teman saya di tahun 2011. Saya harus rela wisuda tahun 2012, meskipun mendapat kesempatan lulus sebagai lulusan mahasiswa terbaik. Was it the truly sadness?

Juli
Saya mendapat pekerjaan ketiga sebagai guru privat di daerah PIK. Awalnya agak sulit, tetapi saya berusaha menikmati. Banyak momen menyenangkan dan tidak menyenangkan yang saya alami bersama kedua bocah murid saya. Tidak terasa tahun depan, Januari 2012, saya nanti akan meninggalkan mereka. Bisa dibilang inilah pekerjaan pertama terlama saya.

Agustus
Nothing special. I still continue to do my thesis (baca: skripsi). I finally gathered all data that I need. Now, it's time to analyze.

September
Pengalaman pertama mempresentasikan makalah dengan bahasa Inggris. Agak menegangkan juga. Haha. Pada bulan ini, saya diperbolehkan sidang oleh pembimbing saya, meskipun skripsi saya (dengan jujur) masih belum sempurna.

Oktober
Sidang skripsi dan yudisium. Saya lulus dengan nilai A dan resmi menjadi alumni (bukan lagi mahasiswa). "Sufren... Kita tidak dinilai dari apa yang di dalam diri kita, tetapi juga apa yang di luar diri kita," pesan Ibu Ros kepada saya di akhir sidang.

November
Pertama kalinya saya menraktir teman-teman saya dalam rangka ulang tahun. Terima kasih untuk kehadiran kalian. Kalian membuat saya bahagia.

Desember
Bulan penuh liburan, tetapi cukup menyibukkan saya. Saya mesti membantu skripsi teman saya. Saya kembali memutuskan untuk ikut fitness demi memperbaiki tubuh saya (menggemukkan badan). Haha. Semoga berhasil ya. Dari teman lama saya, saya mendapat kesempatan untuk berdagang. Semoga usaha dagangan saya bisa sukses. Di bulan ini, saya mendapat ilham untuk memulai bisnis saya sendiri, selain membuat buku bersama sahabat karib saya.

Begitu saja serba-serbi kejadian penting yang terjadi di sepanjang kehidupan saya tahun 2011. Hehe.

Desember juga adalah bulan menyambut semangat dan harapan baru. Harapan saya di tahun 2012, saya bisa mendapat pekerjaan baru (bukan pekerjaan mengajar) dengan suasana, partner kerja, dan gaji yang layak. Semoga bisnis kecil-kecilan saya bisa lancar. Semoga buku saya bisa terbit. Dan... semoga saya bisa menjalin hubungan baik dengan siapa pun... Yang lebih penting, semoga harapan yang sudah ditulis tidak menjadi harapan kosong, tetapi bisa menjadi kenyataan. Paling-paling penting adalah saya bisa kembali ke bulan Desember 2012. Yeah, back to December. The journey of my life cannot finish now.

12 Desember 2011

White Lie

White lie atau kebohongan putih diartikan sebagai kebohongan untuk tujuan yang baik, atau singkatnya kebohongan yang baik. Kurang-lebih begitu artinya.

Kebohongan baik yang sering kita lakukan, mungkin saat kita diminta memberi penilaian atau komentar mengenai penampilan/busana seseorang. "Bagus gak bajunya?" tanya temanmu. "Oh, ya. Bagus kok," mungkin begitu jawaban kamu demi untuk tidak melukai perasaannya, padahal dalam hatimu, baju itu mungkin itu tidak cocok untuknya. Atau, dalam kasus orangtua yang seringkali menakut-nakuti anak. "Kalau gak cepat-cepat tidur, nanti malam-malam ketemu setan lho." Maksudnya si orangtua adalah untuk membuat anaknya segera tidur, tetapi secara tidak langsung malah mengajari anak mereka sebuah ketakutan yang tidak realistis. Dan masih ada contoh-contoh lain yang lebih banyak lagi.

Tetapi, benarkah kebohongan yang baik itu benar-benar baik? Dalam hal ini, kita harus bisa membedakan mana yang disebut "tindakan", mana yang disebut "tujuan". Mungkin tujuan berbohong kita adalah baik, tetapi perlu juga diingat bahwa tindakan kita adalah suatu tindakan bohong yang notabene semua agama yang bisa saya pastikan itu adalah dosa.

Analoginya, mungkin seperti ini. Ada sebuah sungai yang tidak terlalu dalam dan Anda dapat menyeberangi sungai tersebut dengan sebuah jembatan yang sudah disediakan. Haruskah memakai jembatan? Oh, tidak. Karena Anda sudah tahu sungai itu tidak dalam, jadi Anda bisa nekat menyeberang langsung tanpa perlu repot-repot memakai jembatan. Pada akhirnya, memakai atau tidak memakai jembatan, tujuan Anda tercapai. Sungai itu terseberangi. Hanya yang membedakan, jika tidak memakai jembatan, celana Anda akan kebasahan. Itu saja.

Begitulah para pembohong putih. Mereka mendapat tujuan baik dari kebohongan mereka. Tetapi, mereka tetap "basah" atas tindakan mereka itu. Bagaimana pun, tindakan bohong bukanlah tindakan benar, sebaik apa pun tujuannya. Bohong mungkin adalah salah satu dosa manusia yang sulit dihindari. Namun, saya kira kita perlu sadar, kita tidak boleh membohongi "tindakan kebohongan" baik yang sudah kita lakukan.

13 November 2011

Harapan II

Ketika kamu menraktir teman-teman kamu, ini bukan tentang berapa biaya yang harus kamu keluarkan, di mana tempatnya, atau bagaimana tempatnya. Tetapi, ini mengenai pengalaman dan kebersamaan yang kamu dapatkan.

Saya merasa banget perayaan ultah saya cukup berkesan, meski tidak ada kue. Bukannya tidak ada, tetapi tidak boleh ada karena saya merayakannya di tanggal 12 November. Ultah saya masih keesokan harinya. Saya juga bingung kenapa tidak boleh potong kue sebelum hari H, mungkin bisa bikin pendek umur kali ya. Hehe.

Ketika kamu menraktir teman-teman kamu, dan mereka mau datang, itu tandanya kamu masih dipedulikan, diperhatikan, dan disayangi. Untuk teman-teman saya yang baik hati yang sudah hadir dalam perayaan ultah sekaligus kelulusan, saya berterima kasih sekali untuk semua rasa sayang dan kepedulian kalian itu. Semoga saya semakin baik di tahun ini seperti yang kalian harapkan di kartu-kartu ucapan itu :)


My Birthday Wishes

6 November 2011

Harapan

30 Oktober lalu, teman-teman saya baru saja diwisuda. Selamat untuk mereka! Mereka tampak cantik-cantik dan ganteng-ganteng dengan balutan toga tersebut. Yang lebih membuat penampilan mereka terlihat menarik tentu saja adalah senyuman kegembiraan yang terpancar dari wajah mereka. Ah, saya juga ingin diwisuda secepatnya. Hehe.

Wisuda saya masih menunggu tahun depan. Di wisuda saya, saya nantinya adalah mahasiswa kebetulan-akan-jadi lulusan terbaik. Kenapa kebetulan? Ya, itu karena yang terbaik di atas saya sudah diwisuda November tersebut. Hehehe. Tepat di bawah mereka adalah saya. Otomatis, sayalah lulusan terbaik di periode wisuda ke 59. Dan lulusan terbaik akan memberi bunga kepada Dekan, kata Yonathan. Kata Yonathan lagi, "orangtuamu pasti bangga, Fren." Entahlah, mereka akan bangga atau tidak ya. Saya sendiri cuek aja dengan itu. Hehe.

Saya sebetulnya tidak mengharapkan menjadi yang terbaik. Lebih baik wisuda kemarin (meski tak akan jadi terbaik) daripada menunggu terlalu lama begini. Tapi, takdir sepertinya mengharuskan saya mendapatkan titel lulusan terbaik. Dan titel tersebut semakin mengusik saya.

Saya merasa, hanya merasa... Orang-orang mengekspetasi saya terlalu tinggi. Ini dimulai dari pernyataan Pak Bonar ketika saya berpartisipasi menjadi pemakalah di konferensi psikologi di UI," saya sangat berhadap besar padamu sebagai representasi alumni F.Psi. yang amat baik, most outstanding. Go on..." Harapan besar yang dilontarkan kepada Pak Bonar membuat saya bertanya-tanya, apakah saya bisa memikul harapan itu? Apakah saya bisa menjadi teladan seorang alumni Fakultas Psikologi Untar yang baik?

Jauh sebelum harapan besar Pak Bonar dan pertanyaan-pertanyaan itu datang. Dua tahun yang lalu, ada harapan kecil saya akan menjadi pemimpin sebuah majalah psikologi di kampus saya. Setahun yang lalu, ada harapan amat besar bahwa saya dapat menjadi pemimpin senat mahasiswa. Meskipun kedua harapan itu akhirnya kandas. Yang saya sebutkan terakhir, saya sendiri yang memilih untuk mengkandaskannya tanpa menjelaskan lebih dulu sebuah alasan (kepada mereka yang berharap). Kecewa. Ya, banyak yang kecewa.

Saya tidak tahu bagaimana ekspetasi/harapan orang-orang setelah tahu saya adalah mahasiswa (kebetulan) lulusan terbaik di wisuda nanti. Harapan-harapan itu sejujurnya menyenangkan saya, tetapi juga membuat saya heran. Apakah saya pantas mendapatkannya? Kata Yonathan, saya pantas mendapatkannya. Oh ya, Yonathan ini sahabat yang seringkali memuji (atau memuja?) saya.

Jika ditinjau dari komentar-komentar sejumlah teman kepada diri saya, banyak sekali sisi positif yang saya miliki. Teman saya, Darwin sempat-sempatnya iri kepada saya. Iri dengan IPK dan kecerdasan saya. ("Oh, Darwin... gue juga iri karena lo bisa bermain alat musik...") Mungkin itulah asal-muasal banyaknya harapan yang diberikan kepada saya.

Itulah saya. Saya adalah orang baik yang memilih tidak menjadi yang terbaik. Saya mungkin terkadang membingungkan bagi sebagian orang. Maafkan saya.

Saya ingin berterima kasih kepada orang-orang yang pernah meletakkan "sesuatu" di pundak saya. Tetapi, saya juga mau meminta maaf sekali lagi apabila pundak saya tidak cukup kuat menahan "sesuatu" itu. Saya tidak akan tahu kelak 10 tahun lagi saya akan menjadi seperti apa. Sesuatu yang besar atau sesuatu yang kerdil? Tetapi, jika kalian mengharapkan saya menjadi sesuatu yang besar, hmm... mungkin sudah saatnya saya harus lebih serius kepada diri saya.

18 Oktober 2011

Dari Sejarah Menuju Sejarah

Akhirnya, saya menulis blog lagi... (yay!) setelah posting-an terakhir di bulan Juli yang berbau melankolia. Artinya, dalam kurun waktu 3 bulan, ada kali yah saya vakum dari dunia blogging. Yaaa... Absennya saya dari dunia blogging terjadi karena beberapa hal (hihi, bahasanya biar terkesan saya tenar):

1. Kembalinya saya terjun ke dalam dunia mendidik tunas bangsa (baca: mengajar les privat) yang cukup menguras pikiran, emosi, dan tenaga.

2. Proyek membuat riset mengenai sinetron dan drama Korea yang dicetuskan oleh saya sendiri, yang awalnya sekadar iseng, eh malah membuahkan cerita manis tersendiri. Cerita manis itu dapat dibaca di sini.

3. Dan, yang menjadi tumbal di balik menghilangnya saya, sesungguhnya adalah skrip**** (coba tebak apa?). Kalau tidak tahu, tidak apa-apa kok... Intinya itu skripsi deh. Hehe.

Tetapi kok, sekarang saya bisa menulis blog lagi. Ada apa dan mengapa?

Yaa... itu karena saya sudah dinyatakan lulus sebagai seorang mahasiswa. Cihui.

Meskipun belum menerima ijazah, sudah dinyatakan lulus sudah menjadi nikmat tersendiri bagi seorang mahasiswa. Percaya deh. Masih terkenang di benak saya, hari-hari awal kuliah psikologi dibombardir dengan mata kuliah filsafat, antropologi, dan statistik. Lho, kan kuliah jurusan psikologi, mana psikologinya? Oh, tenang-tenang... Ada kok, mata kuliahnya satu saja, bernama psikologi umum. Satu-satunya mata kuliah berbau psikologi bagi mahasiswa F. Psi. Untar di semester pertama. Belajar apa? Banyak sih, seperti perkembangan manusia, memori, learning, dan tentu saja tidak ketinggalan berkenalan dengan aliran, tokoh-tokoh, dan sejarah psikologi. Hehehe.

Aliran. Tokoh. Sejarah psikologi. Semua dapat ditemui melalui buku berjudul "Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi", buku bersampul merah, yang dikarang Sarlito W. Sarwono (salah satu profesor di bidang psikologi sosial yang lumayan terkenal). Buku karangan Mas Ito ini (sapaan akrab beliau, padahal saya gak akrab, lebih tepatnya gak kenal beliau) merupakan salah satu buku wajib yang perlu dibaca (sebenarnya perlu dibeli karena masuk sebagai bahan ujian sih. Haha) oleh para mahasiswa F. Psi. Untar. Meskipun berbahasa Indonesia, kebanyakan mahasiswa semester awal pasti pusing membaca isi buku tersebut. Udah pake bahasa Indonesia aja pusing, apalagi jika disajikan dalam bahasa Inggris ya. Dasar mahasiswa ya! Itulah kami. Hehe

Buku kecil bersampul merah dengan sejumlah halaman terlepas ke sana ke mari (belinya yang bajakan soalnya, upss) menemani perjalanan saya di awal-awal semester, kemudian tercampakkan begitu saja setelah lulus mata kuliahnya. Dalam hati, rugi banget beli buku yang cuman ditenteng selama 6 bulan. Itulah nasib buku yang dibeli hanya sebagai "sahabat di kala menghadapi ujian". Sampai kemudian, saya terus naik tingkat ke semester delapan dan malah rupanya harus berakhir di semester sembilan. Tiada buku bahasa Indonesia lagi yang menemani, melainkan jurnal-jurnal yang kebanyakan berbahasa Inggris. Hiks.

Melalui proses perjuangan yang sangat berat ditambah dengan doa, usaha, kata-kata menghibur, kata-kata pemberi semangat, keberuntungan, debu, asap, kertas HVS, tinta printer.... *lho-lho. Tetapi, emang bener sih.. Hahaha... Saya pun dinyatakan lulus dari Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, tepatnya Senin 17 Oktober 2011 pada jam 2-an di R301. Lulus, sungguh lulus. Alhamdulillah, sesuatu banget... Hehehe.

Emang sesuatu banget lho. Dari seseorang yang awalnya tidak tahu sama sekali tentang... bahkan arti psikologi (saya tak tahu definisi psikologi.. suerr), kemudian mempelajari aliran, tokoh, dan sejarah psikologi, dan sekarang ia bisa dibilang telah menorehkan sebuah catatan bersejarah di hidupnya sendiri, dan mungkin di hati orang lain.

Kalimat pada bagian yang terakhir itu terdengar mantap ya!? Ya, emang mantap kok. Memuji diri sendiri.

Berawal dari belajar sejarah, kemudian saya telah menjadi sejarah itu sendiri. Bukan bermaksud berlebihan sih, begitu yang ingin saya katakan. Kepada mereka yang telah menjadikan saya sebagai sebuah sejarah, saya ucapkan terima kasih sedalam-dalam samudera dan sebesar-besar gunung. Orang-orang yang berjasa dalam hidup saya sudah saya sebutkan di Kata Pengantar dalam skripsi saya. Coba cek, apakah Anda salah satunya. Hahaha. Silakan cari tahu sendiri nanti ya di perpustakaan.

Lulus bukan akhir segalanya. Masih banyak tantangan ke depan yang akan saya hadapi. Masih banyak juga hal-hal yang harus saya benahi, terutama diri saya sendiri. Bicara tentang diri saya, saya teringat dengan sidang skripsi saya yang berjalan cukup lancar. Di akhir sidang, Ibu Meike, Ibu Naomi, dan dosen pembimbing saya, Ibu Ros memberi saran yang amat pribadi dan mendalam demi pengembangan diri saya. Terima kasih atas saran-saran yang begitu baik, begitu berharga. Semoga saya bisa menerapkan saran-saran itu. Dan, semoga saya bisa menorehkan sebuah catatan bersejarah lainnya.


Serah terima sertifikat kelulusan oleh Dekan F.Psi Untar - Henny E. Wirawan


Foto bersama dengan para lulusan periode Oktober 2011

12 Juli 2011

Sidang Skripsi dan Curahan Hati

Hari ini seharusnya menjadi hari yang menegangkan bagi saya. Tetapi, sayangnya malah saya harus duduk manis di depan komputer dan blogging. *lho, apa coba ya... Namun, emang benar kok. Hari ini adalah hari yang menentukan bagi sejumlah mahasiswa S1 Psikologi untuk lulus menjadi seorang Sarjana Psikologi. Yah, bisa Anda tebak sendiri. Hari ini, dan sampai minggu depan, adalah sidang skripsi. Sayangnya, saya tidak menjadi bagian dalam persidangan tersebut. Berarti, saya mesti melanjutkan kehidupan perkuliahan di semester esok.

Sidang, selalu menjadi kata-kata yang tidak mengenakkan. Semua orang tidak mau disidang, sama halnya Prita Mulyasari yang kalah di persidangan dan harus menerima hukuman penjara 6 bulan, akibat kasus pencemaran nama baik. *kenapa jadi ngomongin Prita Mulyasari? Tetapi, khusus untuk sidang skripsi, suka atau pun tidak, bagi seorang mahasiswa adalah tuntutan yang mesti dilewati. Jika kalah dalam persidangan, emang tidak sampai masuk penjara, palingan sakit hati karena mesti mengangsur biaya kuliah lagi, dan kembali memelototi tumpukan jurnal...

Mengapa saya sampai tidak bisa ikut sidang skripsi bulan ini? Jawabannya, karena saya orang yang perfeksionis, mengerjakan sesuatu teramat perfek, supaya hasil skripsi saya perfek, saya melanjutkan kembali mengerjakan skripsi di semester berikut. Haha. Tentu saja, ini hanya sebuah rasionalisasi. Alasannya, lebih rumit dari itu. Saya pun masih suka bertanya-tanya, "Kenapa saya bisa sampai terlambat menyelesaikan skripsi?" Kenapa begini, kenapa begitu... Banyak kata kenapa muncul, dan saya bingung pula menjawabnya.

Saya jadi teringat dengan ucapan Fabio Capello, pelatih timnas Inggris di Piala Dunia 2010. Ketika itu, timnas Inggris agak terseok-seok di babak penyisihan, nyaris tidak dapat lolos ke putaran berikutnya. Ketika lolos ke putaran berikutnya, Inggris kalah telak melawan timnas Jerman. Don Fabio lalu mengomentari permainan timnas Inggris, "Saya tidak mengharapkan hasil yang terbaik, tetapi juga tidak mengharapkan hasilnya akan menjadi seburuk ini." Jika disangkut-pautkan dengan skripsi , maka saya pun juga ingin mengatakan hal yang sama dengan Anda, Don... "Saya tidak mengharapkan skripsi saya akan mendapatkan nilai A, tetapi saya juga tidak berharap skripsi saya harus tertunda untuk disidangkan."

Meskipun saya sudah mencoba mengikhlaskan (masalah itu), saya juga masih suka bertanya-tanya, kenapa masa depan (skripsi) saya harus mengecewakan seperti ini? Jujur, saya tidak sedih, karena saya tahu apa yang saya alami bukan serta-merta adalah kesalahan saya secara pribadi. Tetapi, sebagai orang biasa, saya merasa sedikit kecewa akan hal ini.

Well, saya memang tidak pernah menyangka jika saya akan mengalami hal seperti ini. Saya biasanya (meskipun tidak selalu) mengerjakan tugas kuliah dengan tepat waktu, tetapi kali ini saja, saya tidak berhasil. Masa depan saya... mengapa harus begini? Lalu, saya membuat sebuah simpulan tersendiri, mungkin masa depan itu adalah urusan Tuhan, sedangkan urusan manusia adalah di masa kini.

Kemarin, ketika Debbie, teman saya, bertanya "Sidang (hari) kapan? Pengujinya siapa?" Lalu, saya menjawab, "Gue gak sidang Juli ini. Haha" Dan Debbie membalas lagi, "Ooo. Jangan putus asa, Fren. Semua indah pada waktunya... Semoga sukses ya."

Indah pada waktunya? Ya, saya percaya bahwa segala sesuatu akan indah pada waktunya, meskipun saya tidak tahu pasti, kapan keindahan itu terjadi? Seperti yang saya sudah tuliskan sebelumnya, masa depan mungkin bukan urusan saya, itu urusan Tuhan; urusan saya adalah urusan masa kini, mengerjakan apa yang saya nikmati.

Terima kasih untuk virus optimisnya Debbie, dan selamat menjalani persidangan untuk teman-teman saya. Semoga lancar dan berjalan dengan sukses.

30 Mei 2011

Politik dan Kekuasaan

Berita olahraga sekarang santer memberitakan kisruh di tubuh PSSI, badan sepakbola tertinggi di negara kita. Kisruh bermula dari ketidakpuasan pencinta sepakbola terhadap era kepemimpinan Nurdin Halid (NH). Delapan tahun NH menjabat sebagai ketua PSSI (2003-2011) tidak menghasilkan sebiji prestasi untuk sepakbola kita. Hebatnya, NH pernah memimpin PSSI dibalik terali besi akibat kasus dugaan korupsi. Lebih hebatnya lagi, NH masih getol mencalonkan diri sebagai ketua PSSI berikutnya. Entah di mana rasa malunya? Tak ayal, para pecinta sepakbola tanah air berdemo menyuarakan reformasi PSSI, dengan mengusung nama George Toisutta (GT) dan Arifin Panigoro (AP) sebagai calon ketua dan wakil ketua. Belakangan, kisruh semakin memanas, meski FIFA sudah mengintervensi PSSI. Kisruh yang terjadi sekarang dikarenakan GT dan AP tidak diperbolehkan oleh FIFA menjadi calon ketua dan wakil ketua PSSI. Pada awalnya, kelompok simpatisan GT dan AP sangat mendambakan intervensi FIFA untuk menyelesaikan carut-marut sepakbola kita, tetapi sekarang malah berbalik menggugat FIFA. Pada awalnya juga, banyak kalangan memuja-muji GT dan AP, namun kini mulai banyak juga yang menghujat mereka, menilai mereka sebagai sosok ambisius, tak jauh beda dengan NH dan kroninya.

Saya hanya sebagai spectator dalam kasus PSSI. Saya tak punya pengetahuan memadai untuk menilai siapa yang salah dan siapa yang benar. Tetapi, satu hal yang saya ketahui adalah manusia memiliki motif untuk berkuasa. GT, AP, atau pun NH adalah cerminan dari motif manusia untuk berkuasa. David McClelland, seorang psikolog Amerika sudah memasukkan kekuasaan sebagai salah satu dari tiga kebutuhan manusia, yang dikenal sebagai need to power, selain kebutuhan berprestasi (need of achievement) dan kebutuhan berafiliasi (need of affiliation).

Untuk mencapai kekuasaan, tidak jarang manusia menghalalkan segala cara. Maka, istilah omnivora yang melekat pada manusia, adalah benar adanya. Manusia memang omnivora, pemakan segalanya, termasuk ”makan” sesamanya. Thomas Hobbes mengatakan bahwa manusia itu seperti serigala yang menyerang sesamanya. Istilah ini dikenal sebagai homo homini lupus est.

Serang-menyerang, perang-berperang terlihat sudah jadi hakikat manusia. Ketika manusia masih hidup di dalam kesukuan, perang antarmanusia sudah bukan sesuatu yang asing. Tak heran Freud memasukkan agresi sebagai salah satu dorongan primitif manusia, selain seks.

Ketika terjadi perang, minimal akan ada dua kelompok yang saling bertempur memperebutkan kekuasaan. Kelompok pertama, adalah kelompok rezim, yaitu kelompok yang sedang berkuasa saat itu. Kelompok kedua, adalah kelompok yang menentang rezim. Saya menyebut kelompok kedua ini dengan istilah saya sendiri, yaitu kelompok reformis. Di dalam kasus PSSI, NH dan kroninya dianggap sebagai rezim. Masyarakat pencinta sepakbola sudah muak dengan rezim NH, yang selain sudah terlalu lama, tidak menuai hasil memuaskan sama sekali. Kemudian, masyarakat ini hendak melancarkan perubahan. GT dan AP adalah bagian dari kelompok reformis tersebut. Tiga belas tahun yang lalu di negara kita, pernah juga terjadi hal yang sama, rezim Soeharto dilengserkan oleh kelompok mahasiswa yang menuntut reformasi.

Ketika kelompok rezim digulingkan, dan kekuasaan diduduki oleh kelompok reformis, kelompok reformis akan beralih menjadi kelompok rezim. Kelompok rezim nantinya akan menjadi kelompok reformis, atau akan muncul kelompok-kelompok reformis yang baru. Begitulah, saling ribut dan saling rebut kekuasaan akan terus-menerus berulang.

Bagaimana kelompok-kelompok tersebut dapat tercipta? Timbulnya kelompok-kelompok dalam kehidupan manusia dikarenakan adanya persamaan pandangan dan tujuan, selain terkadang juga dikarenakan ada unsur persamaan nasib. Manusia-manusia yang merasa memiliki kesamaan selalu membentuk kelompok, karena sudah menjadi hakikatnya juga bahwa manusia adalah makhluk sosial, atau makhluk berafiliasi. Afiliasi ialah salah satu kebutuhan manusia, seperti yang sudah disebutkan oleh McClleland. Makanya, ada kelompok pecinta sepeda, kelompok pecinta fotografi, dan sebagainya. Negara pun adalah suatu kelompok, dan berdiri dengan cara yang sama pula, yaitu dikarenakan adanya persamaan-persamaan.

Di dalam teori sosiologi, W. G. Sumner menjelaskan adanya klasifikasi kelompok yang dinamakan in-group (kelompok dalam) dan out-group (kelompok luar). Saya pribadi menerjemahkannya dengan istilah kelompok ”kita” (in-group) dan kelompok ”mereka” (out-group). Klasifikasi Sumner inilah yang dapat menjelaskan mengapa seringkali terjadi pertentangan dan permusuhan antarkelompok, contoh sederhananya tawuran antarpelajar SMA. Ketika kita merasa ”satu” dan merasa ”sama” dalam kelompok (in-group), kita cenderung menjalin solidaritas dengan rekan-rekan sekelompok kita. Sebaliknya, kita cenderung menaruh perasaan bermusuhan dengan orang-orang yang di luar atau berbeda dengan kelompok kita (out-group), apalagi yang berbeda pandangan dan tujuan. Pada permusuhan di level kronis, tak jarang permusuahan itu diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, kaderisasi dilakukan untuk mempertahankan eksistensi kelompok.

Persaingan antardua kelompok atau lebih yang hendak memperebutkan kekuasaan, tak bisa lepas dari yang namanya politik. Politik adalah seni meraih kekuasaan. Salah satu teknik politik yang biasa digunakan adalah lobi, yaitu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, biasanya terkait dengan pemungutan suara menjelang pemilihan ketua organisasi.

Politik sebenarnya sudah menjadi bagian dalam kehidupan manusia. Disadari atau tidak, saat kita mau mencari pasangan hidup, kita juga melakukan politik. Pedekate itu sebenarnya tak beda dengan kampanye atau ”menjual” diri. Contoh lain yang biasa dilakukan adalah lobi kepada calon mertua. Hanya saja, di politik pasangan hidup, adalah hati pasangan kita yang ingin kita menangkan dan kuasai. Tetapi, ada juga orang yang mencari pasangan hidup untuk menguasai harta keluarganya. Hal ini kembali ke individu masing-masing.

Di kampus juga ada politik, yang kita kenal sebagai politik kampus. Di Tarumanagara sendiri, saya mendengar ada isu mengenai beberapa kelompok mahasiswa underground yang ingin menguasai organisasi mahasiswa. Underground yang dimaksud di sini karena sifatnya yang memang rahasia, diam-diam, dan tidak terlegitimasi. Saya sempat menemukan nama-nama kelompok underground ini dari blog seorang mahasiswi Untar (bukan mahasiswi Psikologi). Tak perlu saya kasih link-nya, karena ketika saya telusuri kembali, posting-annya sudah dihapus. Mungkin dihapus karena komentar-komentar di posting tersebut. Ya, komentar-komentarnya sangat menyudutkan sang penulis blog tersebut. Mahasiswi ini dibilang ”sok tahu”, ”gak eksis ya”, ”kasian deh gak punya teman”, dan banyak lontaran caci-maki lainnya. Demi alasan keamanan diri saya, saya juga tidak mau menyebut nama-nama kelompok itu di sini. Hehehe.

Politik bukan sesuatu yang buruk. Politik ada di mana-mana. Ibarat pisau dapur, dia bisa digunakan untuk hal yang baik, maupun untuk hal yang buruk. Saya sempat menyinggung perlunya kita memiliki kecerdasan politik dalam tulisan di sini.

Politik erat kaitannya dengan kekuasaan. By the way, dari tadi saya membicarakan kekuasaan, atau bahasa Inggrisnya adalah power, mohon tidak menerjemahkan kekuasaan seperti raja yang ingin menguasai sawah petani, atau lintah darah yang ingin menguras harta seseorang. Saya tidak sedang membicarakan kekuasaan pada zaman pertengahan, tetapi kekuasaan pada zaman modern. Di zaman modern, orang-orang yang berkuasa bukanlah orang yang memiliki power dalam hal fisik atau finansial. Tapi, mereka adalah mereka yang punya pengetahuan, atau mereka yang pintar. Itu bahasa halusnya. Bahasa kasarnya, mereka yang punya kelicikan.

Saat kita bicara kekuasaan, kita tak bisa lagi mengenal kawan atau lawan, semuanya akan menjadi abu-abu. Itu karena power atau kuasa adalah bagian dari eksistensi manusia. Makanya tak salah jika urusan kekuasaan itu urusan eksistensi. Manusia kebanyakan ingin ”terlihat”. Dan, untuk ”terlihat”, manusia harus menunjukkan power-nya ke hadapan orang lain. Dan, siapa yang rela terus-menerus tunduk di bawah power seseorang? Untuk meraih eksistensi tersebut, menyingkirkan orang-orang yang menghambat kita untuk berkuasa, dan merekrut orang-orang yang mendukung kita untuk berkuasa adalah kewajaran.

Yang namanya persahabatan pun menjadi ilusi saat disandingkan dengan kata ”kekuasaan”. Sangat sulit untuk meraba ketulusan saat kita membicarakan kekuasaan, karena semua mengarah pada kepentingan-kepentingan tertentu. Tak heran, selain urusan eksistensi, kekuasaan juga dekat dengan urusan kepentingan. Kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok? Kepentingan positif atau negatif? Biar semua jawaban tersebut dikembalikan ke hati nurani orang-orang yang sedang berkuasa...

17 Mei 2011

Waisak

Hari ini 17 Mei 2011, adalah hari raya Waisak. Salah satu dari 4 hari besar Umat Buddha, dan satu-satunya pula hari yang menjadi hari libur nasional. Oleh karena itu, tidaklah salah, hari Waisak selalu dirayakan gegap gempita oleh umat Buddha di Indonesia, mungkin di seluruh dunia, meskipun kegempitaannya tidak menggema seperti agama lain.

Sejak TK saya sudah merayakan Waisak. Bisa dibilang saya merayakan Waisak hampir setiap tahun, meskipun saya sebenarnya sudah tidak lagi rutin ke vihara sejak SMA. Walaupun saya beragama Buddha, sebenarnya keluarga saya bukanlah keluarga Buddhis. Papa dan Mama saya tidak pernah mengunjungi ke tempat ibadah baik itu gereja atau vihara di hari Minggu. Apa orangtua saya atheis? Saya tidak pernah menanyakan hal itu ke mereka, dan sepertinya saya tidak perlu mempertanyakan keyakinan seseorang, sekalipun orangtua saya.

Meskipun demikian, adalah Papa dan Mama saya yang membuat saya menjadi beragama Buddha. Itu karena mereka memasukkan saya ke salah satu sekolah Buddhis di bilangan Jembatan Tiga. Kalau mau tahu nama sekolahnya, silakan saja melintasi tol Tomang, karena sekolah tersebut selalu dapat terlihat ketika melewati tol Tomang.. hehehe. Saya bersekolah di situ dari TK sampai dengan SMP.

Ketika naik ke SMA, saya pindah sekolah. Tetapi, tetap beragama Buddha karena sekolah itu memberlakukan 3 agama, yaitu Kristen Katolik, Kristen Protestan, dan Buddha. Ketika naik tingkat menjadi mahasiswa, lagi-lagi saya mengambil matakuliah agama Buddha. Meski sudah menjadi mahasiswa, saya tetap merayakan Waisak yang diadakan di Dharmayana (nama dari organisasi mahasiswa Buddhis di Universitas saya). Untuk tahun 2011 ini, saya merayakan pertama kalinya Waisak di Vihara Pluit Dharma Sukha (vihara yang tidak terlalu jauh dari rumah saya), dan pertama kalinya saya merayakan Waisak dengan menyaksikan prosesi dan ceramah via layar kaca... haha.. rame bener tempatnya bo..

Itu artinya sedari TK sampai dengan sekarang saya tetap beragama Buddha. Maka dari itu, tidak heran sampai sekarang saya tidak pernah menginjakkan kaki di gereja atau masjid, dan tidak heran konsep Tuhan dari agama lain tidak ada di kepala saya.

Saya tetap bangga beragama Buddha, meskipun umat lain mungkin bingung, kenapa umat Buddha menyembah patung. Saya katakan agama Buddha tidak menyembah patung, tetapi menghormati sifat luhur Buddha yang dicitrakan dalam patung, seperti halnya kita menghormati bendera Merah Putih. Aah, sudah dijelaskan berkali-kali, tudingan itu tetap datang bertubi-tubi. Ya, sudahlah. Lebih baik disebut menyembah patung, daripada menyembah setan, alkohol, dan obat-obatan terlarang.

Saya tetap bangga beragama Buddha, meskipun umat lain mungkin bingung, kenapa agama Buddha tidak mengenal kata Tuhan. Saya katakan agama Buddha memang tidak mengenal kata Tuhan. Sang pencipta alam semesta adalah semesta itu sendiri. Sang pemberi keajaiban dan keselamatan kepada manusia adalah manusia itu sendiri. Tanpa ada Tuhan, agama Buddha tetap berdiri kokoh, dipuja, dan disanjung. Terlebih lagi, tiada peperangan yang beratasnamakan agama Buddha sampai sekarang.

Itulah agama Buddha, meskipun bungkusnya bermacam-macam (terdiri dari bermacam-macam aliran) dan terkadang sulit dipahami (baik itu teori. ataupun ritualnya), tetapi intinya adalah satu, yaitu cinta kasih dan kebahagiaan untuk semua makhluk.

Di hari raya Waisak ini, saya ingin mendoakan:

Semoga kebahagiaan menyertaiku

Semoga kebahagiaan menyertai Anda


Semoga semua makhluk hidup berbahagia


Selamat hari raya Waisak 2555 B. E./2011






16 April 2011

Fenomena Game Online

Perkembangan teknologi komunikasi tidak hanya berkutat pada daerah nyata atau realita saja, tetapi juga menjangkau dunia virtual atau maya. Dewasa ini, saya sudah akrab melihat beberapa anak berusia sekitar 7-15 tahun duduk berjajar di depan komputer di suatu ruangan ber-AC dengan tempat duduk yang sangat nyaman. Sesekali mereka berteriak senang, kaget, ataupun kecewa. Mereka sangat menikmati apa yang disajikan dari layar komputer tersebut. Sebenarnya apa yang mereka teriakkan? Bukannya jika seseorang yang browsing di internet, tidak perlu sampai berteriak, apalagi mengumpat tidak jelas? Yach... karena mereka memang tidak sedang melakukan browsing. Namun, mereka sedang bermain game online. Mereka bermain tidak hanya dengan beberapa orang yang duduk di sekitar mereka, tetapi mereka bisa juga bermain dengan orang-orang yang berada di daerah yang mungkin belum pernah mereka singgahi secara langsung. Sebenarnya game online tidak hanya dimainkan oleh anak-anak, tetapi juga kini sebagian orang dewasa gandrung bermain game online.

Game online merupakan suatu fenomena yang mampu mengalahkan keberadaan situs-situs popular bertema jaringan sosial seperti Friendster, Multiply, MySpace, Facebook, serta keberadaan video online seperti YouTube. Paling tidak, begitulah kenyataan yang dikemukakan Parks Association dalam risetnya berjudul “The Casual Gaming Market Update” yang dilakukan pada tahun 2007. Penelitian tersebut menemukan bahwa dua pertiga pengguna internet dewasa di Amerika Serikat selalu bermain game online, sedangkan 29 persen dan 19 persen masing-masing mengaku rutin menonton video online dan mengunjungi situs jaringan sosial. Di Indonesia sendiri, jumlah pemain game online sudah mencapai 6 juta orang, menurut berita yang terlansir dalam situs Detikinet pada tahun 2009. Persentasenya adalah 24 persen dari 25 juta pengguna internet di Indonesia adalah pemain game online.

Pada awalnya, orang lebih dulu mengenal game jaringan di mana beberapa Personal Computer (PC) dihubungkan satu sama lain, dan kita pun dapat mulai bermain game sepuasnya. Pada game jaringan, permainan yang sering dimainkan kala itu adalah Counter Strike. Game jaringan cukup membuat beberapa anak, bahkan orang dewasa betah duduk berjam-jam di Game Center atau Warnet untuk mendapatkan suatu kepuasan batin. Hanya seiring dengan semakin berkembangnya teknologi game, maka game jaringan pun mulai tersingkir dengan keberadaan game online. Pada dasarnya, antara game jaringan dan game online hampir sama, yaitu bermain game dengan menggunakan PC sebagai media bermain dengan sejumlah orang. Yang membedakan adalah dengan bermain game online, kita tidak saja dapat bermain dengan orang-orang yang ada di sebelah kita, tetapi juga dapat bermain dengan beberapa orang di lokasi lain, bahkan hingga orang di belahan bumi lain.

Game online menjadi menarik karena game online umumnya menyediakan fitur yang bernama ”komunitas online”, sehingga menjadikan game online sebagai suatu aktivitas sosial. Terciptanya komunitas-komunitas online dapat memfasilitasi para gamer untuk menuangkan segala pengalaman mereka seputar bermain game tersebut. Tidak hanya itu, komunitas-komunitas tersebut kemudian dapat dijadikan ajang komunikasi multikultural yang dapat menjelma menjadi gaya hidup dan penyambung tali silaturahmi antarsesama manusia. Hal ini menjelaskan mengapa game online lebih diminati daripada single player games.

Game online yang memiliki komunitas online seringkali dikenal dengan sebutan Massively Multiplayer Online Games (MMOG). MMOG memungkinkan ratusan bahkan ribuan pemain untuk bermain di waktu yang bersamaan (tentunya setelah terkoneksi dengan internet). MMOG juga terbagi atas beberapa jenis, antara lain, MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Game). Contohnya, Ragnarok dan Seal. Lalu ada pula yang bernama MMORTS (Massively Multiplayer Online Real Time Strategy). Contohnya, WarCraft dan DotA. Lalu, ada lagi MMOFPS (Massively Multiplayer Online First Person Shooter). Contohnya ini adalah CounterStrike.

Game online pun berubah menjadi suatu jaringan sosial untuk para gamers yang kemudian dapat mengalahkan beberapa situs popular lainnya, seperti situs jaringan sosial pertemanan. Namun, perkembangan game online bukannya tanpa dampak negatif yang membayangi. Rasanya kita patut prihatin karena game online telah menjelma menjadi gaya hidup yang kurang baik, yaitu pemanfaatan waktu (bermain) yang berlebihan. Kita semua tahu bahwa segala sesuatu yang berlebihan tidaklah menguntungkan. Game online pun mulai dianggap sejumlah kalangan sebagai sesuatu yang addict (candu). Para gamers mampu duduk berlama-lama di depan komputer demi sebuah game dan bertahan di sana tanpa menginginkan suatu gangguan yang mampu memecah konsentrasinya dalam bermain game online tersebut. Pada beberapa kasus yang tercatat, beberapa gamers yang addicted dengan game online dapat rela bersedia untuk tidak mandi, makan, apalagi untuk bekerja, serta melaksanakan tugas-tugas yang merupakan kewajibannya.

Yang ada di otak para gamers yang addict tersebut hanyalah main, main, dan main, serta bagaimana mendapatkan suatu strategi untuk menang. Oleh karena itu, sebagian orangtua pun mulai resah jika anaknya mulai mengetahui tentang game online, walaupun memang masih ada dampak positif yang dapat diambil dari game online, seperti mengajarkan anak untuk mengatur strategi. Hanya saja, sebaiknya terdapat pengawasan dari orang tua agar anak tidak terlalu kecanduan dengan game online dan dapat membagi waktunya dengan belajar.

Menurut Margaretha Soleman, M. Si., Psi., game online dirancang sedemikian rupa agar para pemain selalu ingin terus-menerus memainkan permainan mereka. Untuk melakukan hal ini, para perancang game memanfaatkan efek yang ditimbulkan dari pemberian penguatan (reinforcement) yang dilakukan secara acak dan juga tak terprediksi. Di satu sisi, game online menjanjikan hasil akhir yang dapat diprediksi, misalnya permainan pasti suatu saat akan berakhir dengan kemenangan. Hasil akhir yang pasti ini membuat para pemain game online tetap betah duduk berjam-jam, bahkan berhari-hari untuk terus bermain karena mereka tahu mereka pasti akan menyelesaikan game itu.

Namun, di sisi lain pemain tidak tahu kapan mereka akan bisa menyelesaikan game tersebut. Para pembuat game, menurut Margaretha, membuat pemain ketagihan dengan cara membuat mereka mencapai suatu level, atau posisi baru, atau pun memiliki kekuatan baru secara acak. Maksudnya, para pemain tidak selalu menang setiap kali bermain. Mereka juga tidak selalu mendapatkan ganjaran (reward) setiap kali bermain. Mereka tidak pernah tahu kapan akan menang lagi atau kapan tokoh yang mereka mainkan akan mendapat ganjaran.

“Mungkin saja apabila mereka bermain 10 menit lagi, atau 1 jam lagi, atau 2 jam lagi, mereka akan menang atau naik ke level berikutnya, atau tokoh yang mereka mainkan akan mendapat ganjaran. Dan, jika mereka tidak terus-menerus bermain, maka mereka takut akan kehilangan kesempatan untuk menang atau mendapat ganjaran,” jelas konselor di Pusat Konseling & Pelatihan IPEKA Jakarta itu. Ditambah lagi, kata Margaretha, setiap orang membutuhkan penghargaan dan pengakuan dari lingkungan sekitarnya. Apabila seseorang tidak mendapatkan hal itu dari lingkungan, maka ia akan mencarinya di tempat lain. Salah satunya, yaitu... dengan melalui game online.

Di dalam game online, ketika pemain berhasil mencapai suatu level tertentu, muncul perasaan senang, bangga, dan puas terhadap prestasi yang mereka raih dan terhadap kemampuan yang mereka miliki. Apalagi, jika diberi semacam hadiah, misalnya berupa nilai bonus, kekuatan tambahan, atau senjata yang makin canggih. Ada pembuktian diri bahwa mereka bisa melakukan sesuatu hingga berhasil. “Perasaan senang dan bangga ini turut memberikan sumbangsih terhadap kecanduan seseorang akan game online,” kata Margaretha.


Dikutip dan diolah dari berbagai macam sumber artikel.

Tulisan ini dimuat juga di BUPSI edisi 12

1 April 2011

My Self

Tanggal 21 Maret 2011, saya mencoba mencari tahu seperti apa sih diri saya di mata teman-teman saya. Saya melemparkan pertanyaan itu lewat Facebook.

"Sufren itu sosok seperti apa di mata kalian? Minta pendapatnya dunk buat evaluasi diri. Boleh hal yang baik, juga boleh hal yang buruk. Kalau terlalu sensitif, ungkapin via message aja. hehe. Thx"

Seketika, saya mendapat sejumlah jawaban yang sudah saya duga, dan ada yang tidak terduga...

"orang yang diam-diam lugu tapi perhatian.. hahahahahhaha"


"orang yang baik.. care.. sedikit kepo, kritis.. terkadang mesum di beberapa status atau copast yang di ambil dari berbagai sumber di beberapa website.. wakakaka"



"Menurut sye. .sufren, anak yang pinteeer bangeeet.. :D pengetahuannya luas.. trus terkadang uniknya tetap tersenyum di kondisi yang munkin org lain gak tersenyum (apa maksudnya?! Hahaha..) Termasuk pribadi yang asertif walau terkadang ada beberapa hal yang 'langsung diutarakan' (hahaha..) Masukannya, lebih semangatz aja utk tetap positif dan yakin sama penelitiannya ya..:) I'm sure you will, brotha..:)"


"ENCER OTAKNYA DAN NGOMONGYA AGAK CEPET GITU HEHE"



"cerdas, baik, mau mendengarkan dan mau mengajari yang tidak gue tahu."


"setuju sama asti... hahahahah pinter n suka memberi info.... n nasehat... dan kata2 bijak... hahahaa"


"Pakar Psikologi masa depan"



"self-evaluation utk lo (hampir 4 thn temenan): (+) Good personality+attitude, Pintar (pintar dLm akademik *Teori n praktek, berkomunikasi n berkarya), dan self-regulatory strategies lo bagus. Yg (-) lo org'nya klo uda becanda ga mau d'kalah n "dalem" ngomongnya + selalu "tersenyum" itu bs berbahaya fren, hahahaa."


"dahsyattt deh! :P"


"pemikir yg baik, sayang jadinya agak kurang berani ambil resiko.. kayaknya sih gt yg gw tangkep.. hahahaha"


"diam2 menghanyutkan.. gw pikir pendiam eh ternyata luar biasa semua dia tau dr bahan kuliah, gosip sampe yang tidak terkuak di media manapun... sst...menghanyutkan..XD bae sih, tp klo lagi sebel itu lho pedes bo~ ahaha.."


"Nurut gw she, sufren cerdas, baik, wawasan na luas, murah senyum, tpi kl lyt org aneh gt (apa pengaruh kacamata na y)ĦåªЂάħªĦåªЂάħ"


"sufren itu baik, suka senyum,okey kl ksh saran dan semangat,terima kasih sufren..buruknya apa yah?blm terdekteksi..."


"sufren hmm.. pertama kali liat, gw mikirny u cupu bgt dah ky si cecep (maap2) yg kerjaannya belajar, belajar, belajar n sehabis kuliah lsg plg wakaka. tp stlh mendalami karakter seorang sufren di kelompok kuali, dia lbh unik dr yg gw kira. eh blm kelar, dia anteng tp kalo udh ngobrol bs lama krn bs ngobrolin apa aje. trs nih seru kalo liat dia lg jengkel krn pasti "dalem".. hwhw.. sk ngasih info buat org2 gaptek kyk gw, buku berjalan, n romantis.... pd kenyataannya memang sufren blm praktekkin keromantisannya, tp puisinya bs bkin klepek2. ya seorg sufren hrs ttp jd apa adanya, cm pesan gw klo ngomong rada pelanin yah biar gk terkesan galak! :D "


Begitulah komentar-komentar yang saya dapat dari teman-teman saya di Facebook. Ada sejumlah penilaian yang udah saya duga, pasti itu yang akan saya dapatkan, di antaranya, pintar, cerdas, baik, suka tersenyum... Eeh, bukan merasa ge-er, tetapi saya sudah menyadari bahwa saya ini orangnya seperti itu... hehehe... Tetapi, ada beberapa penilaian dari teman-teman yang tidak saya duga sebelumnya kok..

Saya mendadak jadi teringat tentang Johari Window... Mungkin teman-teman juga pernah mendengar ini..

Johari Window atau Jendela Johari merupakan salah satu cara untuk melihat dinamika dari self-awareness, yang berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif kita. Model yang diciptakan oleh Joseph Luft dan Harry Ingham di tahun 1955 ini berguna untuk mengamati cara kita memahami diri kita sendiri sebagai bagian dari proses komunikasi (dikutip dari sini). Nama Johari tampaknya diambil dari nama Joseph dan Harry, yang kemudian disingkat menjadi Johari.

Jendela Johari berupa persegi panjang yang terbagi menjadi 4 kuadran Open, Blind, Hidden, Unknown. Secara singkat, penjelasannya adalah:

1. Kuadran 1 (Open): kita tahu siapa diri kita dan orang lain pun tahu siapa diri kita
2. Kuadaran 2 (Blind): kita tidak tahu siapa diri kita, tetapi orang lain tahu siapa diri kita
3. Kuadran 3 (Hidden): kita tahu siapa diri kita, tetapi orang lain tidak tahu siapa diri kita
4. Kuadran 4 (Unknown): kita tidak tahu siapa diri kita dan orang lain pun tidak tahu siapa diri kita

Hal-hal yang sudah saya ketahui, dan teman-teman ketahui tentang saya itulah yang disebut Open Self. Seringkali kita memiliki sisi di mana orang lain tahu banyak tentang kita, tetapi kita sendiri tidak sadar akan hal itu. Itulah yang dinamakan Blind Self. Apa yang teman-teman beri komentar tentang siapa diri saya, ada sebagian besar yang merupakan Blind Self lho. Saya tak menduga ada komentar seperti: saya dikatakan pendiam, tetapi perhatian dan menghanyutkan (emangnya saya air bah ya.. hehe), ngomongnya cepet dan "pedes" (padahal gak suka cabe.. hehe), suka memberikan saran dan masukan (wah, cocok dong saya kuliah di psikologi), dan romantis (!???).

Terkadang itulah gunanya punya teman. Mereka bisa melihat siapa diri kita, yang mungkin kita tidak ketahui. So, berterima kasihlah untuk orang-orang yang mengkritik atau memuji Anda. Mereka itu telah menyingkap sebagian dari diri Anda.

Akan tetapi, ada hal-hal yang mungkin agak sulit saya ceritakan tentang siapa saya.. atau bahasanya, saya simpan cerita itu untuk diri saya.. Mudah-mudahan blog bisa jadi media untuk menceritakan sebagian rahasia saya... Biasanya sih ini hal-hal yang kurang baik.. Ini yang disebut Hidden Self. Sepertinya, tiap orang wajar ya punya Hidden Self.

Sementara, Unknown Self. Orang lain gak tahu, saya pun gak tahu. Berarti ini hanya Tuhan yang tahu.. hahaha

17 Maret 2011

Peng"aku"an dan Peng"kamu"an

Sebetulnya apa yang kita lakukan dalam hidup ini, tak lain dan tak bukan hanya untuk mendapatkan suatu peng"aku"an. Seluruh manusia selalu berjuang keras dalam hidup ini untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Keinginan-keinginan itu, seperti mendapat ranking pertama di sekolah/universitas, mendapat pacar yang diharapkan, memiliki karir yang menjanjikan, memiliki rumah idaman, menjadi kaya raya, dsb... Coba rasakan saat-saat ketika keinginan-keinginan tersebut terpenuhi, mungkin orang-orang di sekitar Anda akan memuji kehebatan Anda, bertepuk tangan atas keberhasilan Anda. Apa yang Anda rasakan selanjutnya adalah kebanggaan, keberhargaan, dan kebahagiaan. Itulah artinya Anda telah mendapat peng"aku"an dari orang lain, tentu saja termasuk peng"aku"an dari diri Anda sendiri. Anda akan merasa sangat bahagia, karena semua jerih-payah Anda tidaklah sia-sia. Anda telah berhasil mendapatkan sesuatu. Keinginanku, impianku, atau cita-citaku telah menjadi milk"ku"atau telah "ku"miliki.

Seluruh perjuangan keras manusia itu pada akhirnya memang hanya untuk mendapat peng"aku"an. Hanya untuk memuaskan sesuatu yang bernama "aku". Sebagian orang menyebutnya dengan istilah "ego". Sedari lahir manusia memiliki "aku". Adalah wajar dan masuk akal jika kita ingin memenuhi semua keinginan "aku". Mungkin Anda masih ingat ketika masih kecil, Anda mendapat mainan baru dari Ayah/Ibu Anda. Anda senang sekali. Anda pasti mengatakan, "mainan itu punyaku". Anda akan marah saat mainan itu diambil orang lain, hilang, atau rusak. Sama halnya, dengan keinginan-keinginan, seperti menjadi ganteng/cantik, kaya raya, memiliki rumah/pacar idaman, dan sebagainya. Anda akan bahagia saat keinginan-keinginan tersebut terpenuhi, tetapi menjadi marah (bisa marah ke diri sendiri atau marah kepada Tuhan) saat Anda tak bisa meraih apa yang diinginkan. Bagi sebagian orang, pemuasan keinginan "aku" ini sering dikatakan sebagai bentuk kebahagiaan.

Namun, menurut saya itu tidaklah demikian. Kebahagiaan yang didapatkan dengan pemuasan keinginan "aku" hanyalah kebahagiaan sesaat. Sudah banyak kesedihan dan kekecewaan yang timbul hanya gara-gara ada "aku" yang tidak berhasil terpuaskan. Lihat saja, pasangan yang menikah, lalu bercerai. Mengapa demikian? Biasanya pasangan bercerai dikarenakan salah satu pasangan tidak mau mendengarkan ataumemahami keinginan satu sama lain, tetapi sebaliknya hanya menuntut "ego" atau "aku"-nya didengarkan. Atau pun, saat Anda tidak berhasil mendapatkan pacar idaman, meskipun Anda telah mengorbankan segala yang Anda miliki, baik yang berupa materi atau tidak. Tetapi, pacar idaman Anda lebih memilih orang lain, bukan diri Anda. Oh, tentu saja... itu sangat menyakitkan dan mengecewakan. Anda bersedih, dan akan meratapi diri Anda.. meratapi "aku" Anda yang tersakiti.

Kebahagiaan sesungguhnya dicapai bukan untuk mencari peng"aku"an, melainkan mencari peng"kamu"an. Kebahagiaan yang sejati hanya dapat dicapai dengan melepaskan "aku". Bukan "aku" yang ingin kita puaskan, tetapi adalah "kamu" yang ingin kita puaskan. Bagaimana caranya?

Mengasihi sesama, mencintai sesama, memberikan penghormatan pada orang lain, menghargai orang lain, rela berkorban demi kepentingan orang lain, dsb...

Kita utamakan kepentingan"kamu", bukan "aku". Memuaskan "kamu" sama sekali tidak mendatangkan kesedihan atau kekecewaan. Kenapa bisa begitu? Karena sesungguhnya apa yang dimiliki, pasti akan (ke)hilang(an). Tidak ada sesuatu pun yang menjadi milik "aku" abadi selamanya. Namun, di saat Anda tidak memiliki sesuatu, Anda tidak akan merasakan kehilangan. Di saat Anda tidak merasakan kehilangan, Anda tidak akan merasakan kekecewaan apalagi kesedihan.

Lepaskan "aku", lepaskan milik"ku"... lalu, berikanlah untuk "kamu", jadilah milik"mu"... itulah cara sesungguhnya mendatangkan kebahagiaan. Inilah seharusnya yang kita perjuangkan dalam hidup ini, yaitu segalanya untuk "kamu", "kamu", dan "kamu. Bukan untuk "aku", "aku", dan "aku". Tetapi, berapa banyak orang yang bisa melakukan hal semacam ini? Sangat sulit untuk dilakukan, karena manusia sudah terlanjur memiliki "aku" sejak lahir. Manusia sedari lahir memang sudah egois.


Dalam tulisan ini, saya tidak bermaksud mengatakan bahwa kita harus selalu dan selalu mengorbankan diri kita demi orang lain. Tentunya kita boleh mementingkan diri sendiri daripada orang lain selama itu tidak merugikan orang lain. Tetapi, marilah kita mencoba untuk mulai memikirkan orang lain, tidak melulu diri kita sendiri. Tidakkah ajaran agama mana pun selalu mengajarkan kita untuk peduli pada kesejahteraan orang lain?

8 Maret 2011

Mencintai

Sewaktu saya update status di Facebook tanggal 8 Maret 2011, seperti tertulis di bawah ini
Saya menerima 41 jempol (belum termasuk jempol sendiri) sampai tulisan blog ini dibuat. Wah, luar biasa!!! Jempol terbanyak di status yang selama ini saya buat nih. Hehe... Yang luar biasa tentunya adalah Ibu Henny E. Wirawan, yang menyampaikan statement tersebut.

Sebenarnya masih ada lanjutan dari statement di atas,


Untuk statement lanjutannya kedapetan 18 jempol sampai tulisan ini dibuat.
Bicara soal cinta memang tidak ada matinya. Dari zaman nenek moyang sampai nanti cicit moyang (haha), topik cinta sepertinya (atau pastinya) tak pernah habis untuk dibahas. Saat manusia punah, mungkin barulah topik tentang cinta akan selesai diperdebatkan.

Pertanyaan sederhana, seperti "Apa artinya cinta?", sudah bisa menimbulkan banyak jawaban. Dari jawaban hanya sekilas senyum, jawaban puitis, sampai jawaban ilmiah, semuanya ada. Bisa panjang tuh jika mau dijabarkan dari atas ke bawah.

By the way, kok tiba-tiba saya bahas tentang cinta. Lagi jatuh cintakah? Hahaha... Tidak kok. Hal ini gara-gara ambil Mata Kuliah Perilaku Seksual. Gak rugi juga ambil mata kuliah ini, meski mendapatkannya harus mendapat "mukjizat" dari pengampu mata kuliah ini, yang tidak lain, tidak bukan Ibu Henny sendiri. Selain bicara seks (sesuai dengan nama mata kuliahnya), ada pembicaraan tentang cinta juga. Bicara soal seks, emang pasti tak lepas dari cinta.

Ibu Henny tidak menjadikan pembahasan tentang seks menjadi terlalu vulgar, tapi malah bahasannya terkadang lucu dan seru. Belum lagi, banyak pesan-pesan penting yang beliau sampaikan. Nah, terkait soal cinta, ada beberapa pesan penting dari beliau yang saya sadur ulang.

Misal,
I love U not because... but, I love U although...
Jika kita pakai rumus "mencintai karena (I love U because)", artinya kita mencintai seseorang karena ada sebab, ada syarat. Saya mencintaimu karena kamu memberikan sesuatu kepada saya, atau karena kamu cantik, dsb. Adalah berbeda, jika kita pakai rumus "mencintai walaupun (I love U although), artinya kita mencintai seseorang, walaupun orang itu tidak mencintai kita. Saya mencintaimu, walaupun kamu jelek, atau walaupun kamu miskin, dsb. Wah, besar sekali dedikasinya!!! Dan cinta seperti inilah yang (katanya) bisa bertahan sampai maut menjelang...

Atau juga,

Kecemburuan atau sifat posesif sama sekali bukanlah bumbu cinta.

Jadi, menurut penjelasan Bu Henny, justru kecemburan dan sifat posesif adalah sisi negatif dari cinta. Saat muncul kecemburan dan sifat posesif, kualitas cinta tuh sebenarnya sudah mulai berkurang.

Lalu, bagaimana cinta disikapi?


Cinta adalah I trust you, and you trust me...

Mau di mana kamu berada atau dengan siapa kamu berada, saya percaya pada kamu, dan kamu pun harus percaya pada saya juga. Cinta tidak mengekang, cinta adalah kepercayaan.

Lalu, adakah cinta sejati?


Tidak ada teori tentang cinta sejati. Cinta dikerjakan dengan hati.

Dalem dan dingin euy.. hehe


Cinta keliatannya ribet ya. Saya sendiri juga punya teori sederhana tentang cinta. Jadi, bagi saya,

"Cinta bukan menuntut, tetapi menerima..."
"Cinta bukan meminta, tetapi memberi..."


Nah, bagaimana teori tentang cinta yang Anda punya?

Note:
Semua kalimat yang dicetak tebal adalah kalimat mutiara Bu Henny di kelas Mata Kuliah Perilaku Seksual

7 Februari 2011

Pengalaman Pertama Mengajar

Posting ini merupakan janji saya di posting-an sebelumnya.

Jadi, ceritanya dimulai dari sebuah notes di Facebook yang di-tag ke saya oleh sahabat saya di kampus bernama Natalia mengenai lowongan pekerjaan tutor di Kidtozz Bimbel. Saya lihat satu per satu syaratnya kok tidak susah ya (baca: artinya saya bisa memenuhi semua syarat yang diperlukan). Selain tidak susah, saat itu, juga sampai sekarang sih, saya sudah tidak aktif lagi di organisasi. Karena merasa bakalan punya banyak waktu luang, ditambah pula (sejujurnya) ingin mendapatkan uang.. hehe... ya udah, saya beranikan diri untuk lamar. Padahal, saya kurang suka mengajar dan kadangkala gemes liat tingkah laku anak-anak.... yang ehm, menyebalkan. Ditambah lagi, tiada pengalaman sama sekali dalam dunia mengajar atau dunia anak-anak. Kalau mengajari teman sekelas waktu SMA dan sekarang di kuliah, yaaaa.. itu sih lumayan sering. Tapi, itu bukan yang dimaksud tentunya... Setelah menimbang-nimbang, jiwa nekat saya muncul... Saya coba saja lamar lowongan tersebut. Biarin deh kalau nanti gagal (mengajar dan mendidik anak), setidaknya saya dapat pengalaman baru... (nih sebenarnya mau cari pengalaman atau mau cari uang sih).

Setelah melalui proses wawancara dan ceramah langsung oleh ibu kepala sekolah, yang ternyata adalah Natalia sendiri, ehm... akhirnya saya diterima menjadi tutor (pengajar) di Kidtozz Bimbel. Dalam waktu yang lebih cepat daripada yang saya bayangkan, saya mendapat tawaran pertama mengajar. Tawaran pertama mengajar yang mengejutkan. Saya harus mengajar di kawasan Kelapa Gading, setiap hari Senin-Jumat, 2 anak cowok (satunya TK, satunya kelas 2 SD) yang katanya hiperaktif (baca: banyak polah tingkahnya)... Wow!!! Di dalam kerangka berpikir saya: jauh, lelah, dan pastinya stress... Tapi, jiwa nekat saya muncul lagi. Saya iyakan saja tawaran Natalia itu. Karena dalam hati, kalau saya tolak tawaran itu, mungkin saya bisa lebih lama lagi mendapatkan tawaran kerja. Kan ceritanya tadi mau cari pengalaman. Hehe. Sampai saya bilang ke Natalia, saya bekerja tidak mengutamakan uang kok, Nat... saya kerja mengutamakan kepuasan pelanggan... zzzz... Sebenarnya itu strategi agar mindset saya bisa lebih positif dalam bekerja. Biar saya bekerja bukan alasan money-oriented. Padahal, butuh dan ingin uang juga sih.... Hahaha... Tapi, emang benar kok. Saya mengutamakan kepuasan pelanggan. Makanya, apabila kinerja saya dinilai tidak memuaskan oleh pihak pengasuh murid saya itu, sebenarnya saya sudah siap kapan pun untuk dipecat. Meski Natalia protes. "Aduh, janganlah, Fren!"

Murid yang saya ajar ini yang kelas TK mau masuk kelas 1 SD. Namanya Dewin. Satunya lagi anak kelas 2 SD yang pandai bernama Owen. Dia dapat ranking 2 di kelas. Kedua anak ini punya 1 kesamaan. Susah diam dan susah diatur. Belum lagi, menurut saya mereka amat dimanjakan oleh kedua orangtuanya. Ya, bayangin aja... Ada 3 orang pembantu yang selalu siap sedia kala mereka butuh bantuan. Belum lagi, beraneka mainan yang kedua anak ini miliki, seperti mobil-mobilan atau orang-orangan. Lalu, mainan yang lebih canggih lagi, Tamiya, PSP, dan Nintendo DS (itu mainan idaman saya waktu saya SD dan sampe sekarang.... Aarrrgh! Pengen punya juga!!!). Bisa Anda tebak sendiri, mereka menjadi anak yang tidak tangguh secara mental. Karena mereka sudah menikmati banyak kesenangan di usia mereka yang masih muda, satu penderitaan seperti mengerjakan PR seolah itu cobaan yang amat berat bagi mereka.

Mengerjakan PR adalah cobaan berat bagi Owen dan Dewin. Sedangkan, cobaan berat bagi saya adalah membujuk mereka untuk mengerjakan PR dan saya jujur cukup kewalahan. Kedua anak ini ada-ada saja polah tingkahnya. Mereka senang mengeksplorasi sesuatu yang ada di sekitar mereka. Mereka ambil suatu barang atau mainan di sekitar mereka, lalu mereka main-mainkan. Diputer-puterlah, diajak ngobrol, dilempar-lempar, dsb. Saya sih sadar itulah dunia anak-anak. Dunia eksplorasi dan imajinasi. Tetapi, PR kan kudu dikerjakan. Jadi, ada waktunya mereka bermain. Ada waktunya mereka harus serius untuk belajar (mengerjakan PR). Sebenarnya PR mereka tidak susah. Mereka sebetulnya bisa mengerjakan sendiri kok. Tapi, kemauannya itu lho yang tidak ada di diri mereka. Yaa... Namanya kan juga anak-anak. Senangnya bermain. Okelah, itu 1 cobaan yang wajar.

Cobaan lain datang dari Tantenya. Dalam hal ini, cobaan mengajari Owen. Tantenya sangat sayang dan perhatian kepada Owen. Saking sayangnya, dari catatan ketinggalan, jadwal ulangan, antar-jemput, membereskan buku... si Tantenya yang urus. Saya pun dikasih beberapa catatan kecil yang mesti dipatuhi khusus untuk mengajar Owen... Wow... Tawaran pertama mengajar yang mengejutkan, mesti saya ralat menjadi tawaran pertama mengajar yang menggemparkan! Hahaha...

Owen dan Dewin, kedua anak ini amat tergantung mood dalam urusan belajar apalagi mengerjakan PR/latihan. Kegembiraan saya amat tergantung dari seberapa cepat mereka mengerjakan PR atau latihan yang saya berikan. Kadangkala, saya berdoa: "Hayoo, dong... Ayo kerjakan PR atau latihannya... biar saya bisa cepat pulang"... Karena durasi mengajar saya suka molor karena PR atau latihan mereka yang belum selesai. Masalah utamanya, saya sendiri kurang tega harus meninggalkan PR mereka yang belum selesai itu. Ya, lagi-lagi berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Utamakan kepentingan orang lain, alih-alih kepentingan sendiri.

Saya tidak tahu sampai berapa lama saya akan mengajar kedua anak ini. Yang pasti, saya mencoba tuk bertahan selama mungkin. Semoga saja pengalaman pertama saya ini bisa membuahkan hasil yang cukup manis. Mudah-mudahan Owen dan Dewin bisa berprestasi, seperti slogan Kidtozz Bimbel: Bintangnya Berprestasi!

3 Februari 2011

Happy Chinese New Year




新年快乐
恭喜发财

万事如意

身体健康

龙马精神

 
生意兴隆

年年有余
 

2 Februari 2011

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Terhitung sejak tanggal 26 Januari 2011, saya harus bolak-balik Pluit-Kelapa Gading setiap hari. Ehm, sekadar info, rumah saya terletak di kawasan Pluit. Saya ke Kelapa Gading bukan berbelanja, makan-makan, atau ngapel pacar (pacar belum ada kok)... hehe... Tapi, saya ke sana untuk mengajar les privat anak-anak.

Wow, seorang Sufren mengajar anak-anak! Anda tak usah terkejut, saya juga terkejut kok... Hehe... Psst-psst... Sebenarnya mengajar bukanlah aktivitas yang saya senangi, apalagi ditambah dengan kata mendidik. Tuntutan mengajar adalah menjadikan anak dari yang tidak tahu dan tidak bisa hingga menjadi tahu dan bisa. Tuntutan mendidik adalah menjadikan anak dari yang buruk (baca: bandel) hingga menjadi baik tingkah lakunya (baca: sopan). Tuntutan-tuntutan seperti itu mau tak mau membuat saya harus memaksa anak-anak yang saya ajar (dan didik) itu harus begini-begitu, padahal saya bukanlah orang yang senang memaksakan kehendak saya pada orang lain. Mungkinkah mereka yang menjadi seorang guru pernah merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan?

Aaahh, saya kok sekarang jadi lebih bisa menghargai pekerjaan seorang guru di sekolah (artinya dulu tidak... hehehe). Harus bersabar menghadapi kelakuan murid yang kadang-kadang suka ajaib, harus mentransfer ilmunya sampai murid mengerti... eee, ditambah juga (biasanya) jarak rumah guru dan sekolah yang teramat jauh (kenapa ya kok jadi guru di sekolah yang jauh-jauh dari rumah sih?) dan gaji yang pas-pasan.... Saya jadi ingat pas SMA, kebanyakan guru saya, yang cowok, itu pulang-pergi mengajar naik motor, ada pula yang pulang-pergi naik kendaraan umum... Hanya segelintir yang pulang-pergi naik mobil. Kok beda banget ya dengan dosen??? Rata-rata dosen bisa pulang-pergi naik mobil. Padahal, sama-sama memiliki tuntutan yang serupa, yaitu: mengajar dan mendidik. Aaahh, betapa lelah dan susahnya pekerjaan seorang guru. So, I would say: Thank you for being my teacher. I'm proud of you....

Pantas guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Pengorbanannya banyak, tetapi tanda jasanya paling tidak seberapa... atau tidak ada sama sekali.

Oya, saya belum cerita bagaimana sejarahnya saya bisa menjadi seorang guru les privat di Kelapa Gading. Hmmm... itu nanti saya ceritakan di posting berikutnya saja ya. Hehehe...