Keesokan harinya, aku kembali mendapat kiriman SMS. Namun, yang mengirimnya
kali ini adalah Mike yang menyatakan ingin bertemu denganku. Aku ingin
menemuinya, tetapi kata-kata Michael tadi malam mengurungkan niatku. Jadi,
kuputuskan mengajak Michael pergi ke sebuah mall bersama denganku. Aku
memutuskan keluar rumah karena takut Mike akan mencariku sampai ke rumahku.
Tetapi, yang namanya cinta sepertinya bisa melacakmu. Seperti kata orang-orang,
kalau sudah jodoh, dia tak akan lari ke mana. Ketika aku dan Michael sedang
berada di sebuah toko baju, ada yang tiba-tiba menarik tanganku.
”Kenapa kamu bisa di sini?” Aku terkejut, tetapi berusaha tenang melihat
Mike muncul di hadapanku.
”Aku bertanya kepada pembantu rumahmu ke mana kau pergi.”
Sial, mestinya aku tidak memberitahukan ke mana aku pergi kepada
orang-orang rumah.
”Aku berkeliling ke sana ke mari untuk mencarimu. Lega rasanya bisa
menemuimu.” Aku bisa melihat usaha Mike mencariku dari wajah dan bajunya yang
basah oleh keringat.
”Ini bukan waktu yang tepat bagi kita untuk bertemu.”
Aku melihat dari kejauhan Michael memberi tanda agar aku segera
meninggalkan tempat ini. Aku juga ingin segera pergi, tetapi Mike langsung menyambar
tanganku dan menyahut, ”Tidak bisakah kamu memberiku waktu sebentar saja? Apa
aku terlihat seperti penagih utang!”
Aku belum sempat berkata apa-apa, tiba-tiba kulihat Michael mendatangi Mike.
”Dengar baik-baik, lelaki berengsek. Apa kamu tidak pernah belajar etika? Ini
adalah waktu kencanku, bukan waktu kencanmu. Jadilah pergi dari sini!”
”Michael... Jangan berteriak seperti itu!” seruku kepadanya. Aku sungguh
khawatir akan terjadi perkelahian di sini.
Mike agak terkejut, ”Maaf, a-aku tidak bermaksud begitu. Tenang saja, aku
tidak akan lama. Aku janji.”
Michael geram. ”Tidak usah pakai kata janji. Tidak pernah ada waktu bagimu!
Tidak sadarkah kau sudah mengkhianati waktu yang telah kau berikan pada orang
yang kau cintai?” Michael menghampiri Mike lebih dekat. Rasa-rasanya dia
benar-benar akan berkelahi jika Mike terus memaksa.
”Michael... kuminta kamu berhenti... berhenti,” pintaku kepadanya. Aku
merasa agak takut sekarang.
Tetapi, Mike tak gentar ketika kulihat Michael maju perlahan mendekatinya.
”Aku tidak akan berhenti. Kamu pasti juga, iya. Kamu masih sayang kepadaku,
kan.”
Kulihat tangan Michael sudah mulai terkepal. Untunglah, aku lebih sigap
darinya. ”Cukup... cukup... aku sibuk sekarang. Aku tidak punya waktu denganmu
Mike, benar-benar tidak ada waktu denganmu. Terima kasih banyak untuk
pendapatmu tentang perasaanku.” Aku segera mengapit lengan Michael dan
membawanya pergi. Aku tidak sempat melihat seperti apa reaksi Mike saat aku
menggandeng lengan Michael. Aku tadi juga lupa mengenalkan kepadanya. Tetapi,
ah sudahlah... Mengapa malah aku jadi memikirkan dia.
Pulang ke rumah, aku mendapati Mike mengirimiku dua buah SMS. Km tdk beri aq ksempatan bicara 4 mata. Kuharap
km mau baca sms q ini. Pertunanganku bukan kemauanku. Aq pasti akan cr cara tuk
membatalkannya.
Kemudian, SMS selanjutnya berbunyi, Hub
qt blm berhenti. Km pasti terluka skali spanjang aq tdk ada. Biarkan aq memperbaiki
sisi hatimu yg rusak krn q.
Aku membalas SMS Mike, Mike, kuharap
km bs belajar nerima kenyataan, yg sdh rusak dibiarkan saja rusak. Mending kita
beli yg baru deh.
Mike kemudian dengan cepat membalas SMS-ku lagi. Aq rasa km yg hrs belajar nerima kenyataan. Sampe kpn km mau b’sembunyi
dr perasaanmu sndiri?
Km salah beli brg. Itu bukan brg baru, itu
hny imitasi diriku.
SMS terakhir Mike tak kugubris. Aku lebih memilih memandangi jam tangan
perak yang baru saja kubeli. Aku membelinya tanpa sepengetahuan Michael.
Dia pasti suka. Besok dia ulang tahun. Ini akan menjadi kejutan untuknya.
Aku memejamkan mata, memandangi hari-hari esok yang menyenangkan, dan pelan-pelan
aku terlelap.
Ketika aku terbangun, aku mendapati
bukan berada di kamar tidur. Aku berada di... ruang kelasku dulu. Ruang kelasku
saat aku kelas 1 SMA.
Huh. Mengapa aku bisa berada di sini?
Aku bisa melihat teman-temanku di sana. Cherry, Winda, Susi... tetapi,
tidak ada satu pun yang memerhatikan keberadaanku. Aku mencoba memanggil mereka
satu per satu. Tak ada respons. Aku bergidik. Apakah aku sudah mati dan menjadi
hantu? Aku mencoba menyentuh mereka, dan... tembus. A-a-apa yang terjadi? Aku
ingin berteriak. Tetapi, mendadak ada yang menepuk bahuku dari belakang. Mike! Ah,
dia satu-satunya yang dapat melihat dan menyentuhku. Aku langsung memeluknya.
Kemudian, dia menggenggam tanganku, mengajakku keluar kelas, meninggalkan
teman-temanku. Aku merasakan sebuah ekstasi. Mike saat kelas 1 SMA masih tidak
kehilangan pesonanya. Dan, aku berdua berjalan beriringan bersama Mike. Ke
taman, ke bioskop, ke museum, ke semua tempat yang kusenangi. Ini momen yang
kutunggu-tunggu. Serasa dunia punya kita berdua.
Langkah kami berdua terhenti pada sebuah gedung. Dia melepas genggaman
tanganku. Lalu, aku melihat tunangan Mike berdiri di belakangnya mengenakan
gaun pengantin. Mike tersenyum.
Mike, apa maksud dari senyuman itu? Lantai gedung itu sontak terbelah dua.
Membelah tempat aku dan Mike berpijak. Mike dan tunangannya berada di belahan
pijakan yang berbeda denganku. Kami berdua terpisah. Mereka di sana, aku di
sini.
”Mike... tidakkk!” Aku menjerit.
Jeritanku itu membangunkan diriku yang sesaat aku menyadari aku masih
berada di tempat tidurku semula. Sungguh sebuah mimpi buruk.
Keesokan harinya aku meminta Michael datang ke rumahku. Kami sekarang duduk
di teras rumahku. Aku membahas mimpiku semalam dengannya. Michael mendengarnya
sambil manggut-manggut saja. Ia sama sekali tidak terkesan dengan mimpiku. Ia
hanya memberiku nasihat singkat yang sering kudengar.
”Lupakan dia.”
Aku mencoba melupakan. Tetapi, setengah mati berusaha keras, aku tak pernah
bisa. Apa sulitnya melupakan, padahal aku sering melupakan rumus-rumus fisika, bahkan
menjelang detik-detik ujian sekalipun. Apakah Mike benar, aku masih sayang
dengannya?
Aku cepat-cepat menghilangkan perasaan semacam itu. Aku teringat dengan
hadiah yang ingin kuberikan kepadanya.
”Michael, aku punya kejutan untukmu.”
”Kejutan apakah itu?” selidiknya.
Aku menyerahkan sebuah kado untuknya. ”Selamat ulang tahun”, lalu aku juga
memberikan setangkai mawar kepadanya.
”Hei, kenapa jadi sekarang wanita yang memberikan mawar kepada pria?”
Michael menerima kado dan mawarku dengan gembira.
”Bolehkah aku membuka kadonya sekarang?”
”Tentu saja.”
Michael segera merobek bungkusan kado itu, ”Wah, sebuah jam tangan yang
bagus.” Michael segera mengenakannya.
”Kamu terlihat lebih keren,” pujiku kepadanya.
Kesenanganku kemudian sedikit diinterupsi oleh ponselku yang mendadak
berdering. Sebuah SMS masuk. Kulihat sender-nya
adalah Mike. Hah, apa maunya lagi?
Aq ingin bicara dg pacar barumu, bolehkah
aq?
”Eee... Michael, Mike ingin bertemu denganmu,” ujarku pelan padanya.
”Buat apa? Kamu lupa kejadian kemarin. Aku hampir saja menghajarnya.”
”Aku juga berpikir hal yang sama sih. Lalu, untuk apa dia mau bertemu
denganmu ya?”
Michael lalu menatapku tajam. ”Pastinya dia mau mencoba menghalangi
hubungan kita.”
Aku menghela nafas. Baru kali ini aku merasakan kisah percintaan yang
begitu rumit. Kalau pun aku masih sayang Mike, aku tetap tidak bisa melepaskan
Michael begitu saja. Aku sudah paham bagaimana rasanya dicampakkan, dan aku
tidak ingin melakukan hal yang sama kepadanya. Cukup aku yang pernah tersakiti,
jangan dia.
Bersepeda pagi-pagi di hari Minggu sungguh
menyenangkan. Sebenarnya aku bukanlah orang yang terlalu senang bangun pagi,
apalagi disuruh mengantar catering
dari rumah ke rmuah. Ibuku adalah seorang penjual catering. Mengantar catering
adalah tugas Ibuku dulu. Catering
untuk sekitar kompleks rumahku saja. Cuman sekarang karena aku sudah kuliah,
aku tidak perlu bangun pagi sepagi ketika aku SMA. Jadi, akulah yang diminta
Ibu menggantikan tugasnya sekarang.
Oke, tujuan berikutnya adalah rumah Tante Susan. Heh? Tante Susan, belum
pernah dengar sebelumnya. Mungkin pelanggan baru. Aku mencermati alamat rumah
Tante Susan. Walah. Kenapa harus lewat situ? Melewati rumahnya Mike.
Ya, rumahku dan rumah Mike masih satu kompleks. Hanya beda beberapa gang.
Aku ragu-ragu menuju ke sana. Tetapi, apa kata Ibuku kalau aku tidak
menyelesaikan tugasku. Tetapi, aku teringat bahwa Mike adalah tukang tidur. Dia
agak jarang bisa bangun pagi. Harusnya aku tak kan bertemu dengannya.
Benar saja, aku tidak bertemu dengannya. Lega sekali. Aku telah
mengantarkan rantangan untuk Tante Susan, dan kini tinggal rantangan untuk
Tante Hesti.
Di persimpangan empat, aku berbelok ke kanan, dan orang itu... mengapa dia
bisa di situ. Aku segera membalikkan sepeda kumbangku dan memutuskan mengambil
jalan memutar. Lalu, aku segera melajukan sepedaku lebih cepat. Tetapi, orang
itu tetap berlari di belakangku.
”Kenapa kamu mengikutiku,” sahutku kesal. Aku menambah laju sepedaku.
”Kamu yang mengikutiku,” balas Mike. ”Ini kan rute jogingku.” Mike juga
ikut-ikutan mempercepat laju larinya. Mike mengenakan kaus dan celana training, lengkap dengan sepatu
olahraga. Baru kali ini aku lihat dia berolahraga pagi.
”Tumben kamu bangun pagi, pakai acara joging segala lagi. Kamu kan jarang
bangun pagi. Biasanya juga aku yang harus membangunkan....” Nada suaraku turun
perlahan di kata membangunkan. Aku tadi ingin mengatakan membangunkanmu.
”Tumben kamu masih mengingat kebiasaan jelekku.” Mike kemudian tertawa.
Aku berhenti di sebuah rumah berpagar hijau. Mike di belakangku
cengar-cengir. Aku tidak menghiraukan. Kupencet bel rumah itu. Sudah sampai
yang kelima kali aku memencet bel, tidak ada jawaban dari empunya rumah.
”Kamu itu masih pelupa saja ya. Ini bukan rumahnya Tante Hesti, tetapi Om
Joko. Om Joko dan keluarga tidak ada di rumah. Mereka lagi liburan ke Spanyol.
Rumahnya Tante Hesti ada di gang yang satu lagi, dan pagarnya itu... biru.”
Aku mendengus. ”Terima kasih sudah mengingatkan.”
”Mau dibantu kukasih tahu rumahnya Tante Hesti yang mana? Nanti salah rumah
lagi.” Mike terkikik.
Aku belum menjawab, mau atau tidak. Tetapi, Mike sudah buru-buru kembali
berlari, dan melambaikan tangannya. ”Ayo.”
”Maaf agak lama ya Tante.” Aku menyerahkan rantangan terakhirku kepada
Tante Hesti.
”Maafkan dia, Tante. Dia memang pelupa. Untunglah, cuman saya saja yang tak
bisa dia lupakan.” Mike lalu melingkarkan tangannya di bahuku. Tetapi, aku
secara refleks segera melepaskan tangannya itu.
Tante Hesti langsung tersenyum mendengar ucapan Mike tadi. ”Ndak apa-apa sampean. Hubungan kalian berdua tampaknya makin serasi ya.”
Aku baru saja ingin mengatakan bahwa kita sudah tidak berhubungan lagi,
tetapi Mike lebih cepat memberikan jawaban, ”Wah, makasih banyak Tante. Doakan
kami tetap awet ya.”
”Apa-apaan katamu tadi?” tanyaku jengkel kepada Mike setelah kami sudah
agak jauh dari rumah Tante Hesti. ”Awet? Awet kepalamu.”
”Kamu jangan langsung marah-marah seperti itu.”
”Kamu pasti memata-mataiku! Kamu juga pasti hanya berpura-pura berolahraga!
Sebenarnya apa maumu?” Emosiku melonjak.
”Sudah kubatalkan pertunanganku.”
“A-apa?” Emosiku yang tadi naik, kemudian menurun drastis.
“Jadi, hubungan kita yang sempat terputus bisa dilanjutkan lagi,” tambah
Mike.
Pernyataan itu sangat mengejutkanku.
“Err...”
Aku bingung mau berkata apa. Entah aku terlalu kaget atau mungkin terlalu
senang mendengarnya.
“Ayolah, ada apa? Kamu tidak senang mendengarnya.”
“Bukannya aku tidak senang... Aku...” Jujur dalam hati, pengumuman Mike
sangat mengejutkanku.
”Jangan dengarkan dia!”
Itu suara Michael. Michael kenapa dia ada di dekat sini? Aku mencoba
melihat ke sekeliling.
”Kamu kenapa?” tanya Mike. Mike pun ikut-ikutan melihat ke sekeliling.
”Tidak ada apa-apa di sini. Apa jangan-jangan itu...”
”Maaf, aku mesti segera pergi. Ibu mungkin menungguku.”
Aku mengayuh sepedaku dan lekas pergi.
Aku sudah jauh dari pandangan Mike. Michael kini di sampingku. Michael
dengan wajah jengkel berujar kepadaku, ”Dengarkan aku, kau tak boleh lagi
mendekatinya. Selama kau berpacaran dengannya, ternyata diam-diam dia sudah
memiliki tunangan.”
“Tapi katanya tadi…”
“Katanya tadi dia putus dengan
tunangannya. Kalau dia mau putus dengan tunangannya, seharusnya dia bisa melakukannya
sedari awal, bukan sekarang.”
Aku membenarkan perkataan Michael
dalam hati.
“Kamu tidak tahu betapa besarnya aku mencintaimu. Cinta yang kuberikan
lebih sejati darinya...”
”Ehm, Michael. Aku merasa heran. Kenapa kamu bisa selalu muncul begitu
saja?’
Michael nyengir.
”Kenapa Michael?” selidikku penasaran.
”Tidak apa-apa sayang. Kenapa aku bisa selalu muncul? Itu tandanya aku
mengawasimu. Aku hanya takut kalau ada apa-apa yang kurang baik terjadi
kepadamu. Kalau kamu mau, aku bisa muncul tidak terlalu sering kok,” ucap
Michael dengan seulas senyum yang membuatku semakin penasaran.