Page

31 Desember 2013

Napak Tilas 2013

Tahun 2013 ada hal yang menyenangkan dan ada hal yang menyedihkan. Sebenarnya sih itu wajar saja. Karena hidup bagai naik rollercoaster. Kadang di puncak, kadang di lembah.

Secara singkat ada beberapa kejadian menarik yang saya alami di tahun 2013. Pertama, dibuka dengan musibah banjir yang melanda di Jakarta pertengahan bulan Januari. Rumah saya di daerah Pluit hanya terendam air sehari saja. Tetapi, wilayah perumahan Pluit yang lain terendam selama seminggu dan langusng berubah menjadi danau.

Bagi yang ingat dengan peristiwa banjir ini, banjir Pluit menjadi headline di berita-berita, sampai Pak Jokowi, Pak Ahok, Pak Jusuf Kalla, Kapolri turun tangan ke wilayah Pluit untuk membantu korban banjir. Jarang-jarang ya, pejabat-pejabat penting mengunjungi kawasan paling utara Jakarta yang mayoritas penduduknya beretnis Tionghoa. Peristiwa banjir ini segera ditanggapi oleh Pak Jokowi dengan pengerukan sungai di Pakin dan penggusuran perumahan liar di waduk Pluit yang sempat kontroversial. Mari kita berdoa, semoga tindakan cepat Pak Jokowi benar-benar berhasil menghalangi banjir kembali datang ke wilayah Pluit.

Setelah peristiwa banjir, saya mencoba mencari pekerjaan baru. Ada jeda yang cukup lama dari Januari sampai dengan Juni, artinya enam bulan menganggur. Rupanya benar, kata teman kerja saya di Hard Rock Cafe Jakarta, "Bekerja itu tidak enak. Tetapi, lebih tidak enak lagi mencari pekerjaan." Well, sebenarnya saya sempat mendapat tawaran dan diterima di beberapa tempat, namun saya tolak karena idealisme saya. Setelah kejadian ini, saya sadar bahwa hidup tidak bisa mengandalkan idealisme semata.

Apa yang saya lakukan di masa pengangguran? Saya mencoba melanjutkan novel pertama saya yang sempat dibuat di tahun 2007, lalu berhenti di tengah jalan. Novel ini selesai di bulan April, sempat dibaca oleh beberapa orang dan mendapat komentar yang beragam. Ada yang bilang kocak, ada yang bilang jayus. Ini novel komedi soalnya sih. Sayang sekali, novel ini ditolak oleh sebuah penerbit besar. Meski tidak berekspetasi besar, ada sebersit harapan novel ini bisa terbit dan dibaca banyak orang.

Setelah menyelesaikan novel pertama saya, secara tidak sengaja saya mendapatkan "berkah" untuk dapat menerbitkan buku tentang SPSS yang ditulis oleh teman saya. Sebuah ide iseng yang akhirnya mewujudkan salah satu mimpi saya: jadi penulis buku.

Selanjutnya, saya mengambil kursus di Hellomotion Academy dan mempelajari seni merekayasa gambar dengan Adobe Photoshop dan Adobe Illustrator. Ilmu memanipulasi gambar ini rupanya menarik sekali. Susah-susah gampang sebetulnya. Saya cukup menikmatinya dan saya masih berniat mengasah kemampuan saya dalam bidang ini. Saya berandai-andai mungkinkah saya akan bekerja di bidang desain? Kayaknya saya lebih cocok dengan bidang ini deh.

Barulah di bulan Juli, saya mulai bekerja di Kidtozz, sebuah bisnis bimbingan belajar yang dibangun oleh sahabat kampus saya, Natalia. Pekerjaan sehari-hari saya terbilang ringan, tetapi menghadapi anak-anak di sana perlu mental yang tangguh. Beneran lho. Ini serius.

Mengajar itu melelahkan, tetapi lebih sulit mendidik anak. Karena itu, saya salut dengan mereka yang ingin menikah cepat apalagi memiliki anak. Saya katakan terus terang, mengasuh anak itu tidak semudah yang dibayangkan. Wajah anak-anak memang lucu. Kepolosan mereka, tingkah laku mereka memang bisa membuat orang dewasa tertawa. Namun, ingatlah anak-anak lucu ini adalah penerus bangsa. Di tangan para orangtua lah, ada tanggung jawab membangun anak-anak itu menjadi generasi yang tangguh, tidak mudah menyerah, dan punya pola pikir untuk membangun negeri ini, bukan malah menjadi generasi yang hanya pintar memanfaatkan teknologi (baca: main game di tablet), jalan-jalan ke mall (baca: konsumtif), atau harus menunggu uluran tangan orang ketika ada masalah (baca: manja/tidak mandiri). Oleh karena itu, pekerjaan menjadi orangtua adalah pekerjaan seumur hidup dan sayangnya, tidak ada kursus bagaimana menjadi orangtua yang baik dan bijak.

Di bulan Agustus, saya mengalami nasib naas. Jatuh dari sepeda motor dua kali. Sudah dari SMA kelas 3, saya bisa menaiki motor, pernah beberapa kali jatuh tetapi tidak sampai berdarah. Kali ini 2013, saya mengalaminya. Pertama, jatuh dari motor karena menghindari kucing hitam. Dua minggu setelahnya (setelah luka pertama sudah membaik) jatuh lagi karena menghindari tabrakan dengan sebuah mobil yang muncul tiba-tiba dari samping. Jatuh yang kedua ini menghasilkan luka bakar. Cerita tentang jatuh belum selesai sampai di sini... nanti akan berlanjut.

Lalu di bulan November, saya menerima luka yang lain. Lukanya bukan di kaki atau tangan, melainkan luka di hati. Baru kali ini saya "dicampakkan" oleh seseorang setelah banyak hal yang saya lakukan untuknya. Dua jam menunggu hanya untuk dua menit ditinggalkan tanpa banyak kata-kata. Perpisahan macam apa itu.

Untuk seseorang yang jauh di sana, perpisahan semacam itu bukanlah perpisahan yang aku inginkan. Ibarat bos ingin memecat karyawannya, dia harus memanggil karyawan itu ke ruangannya dulu dan baru memberitakan pemecatan. Itu baru namanya profesional. Perpisahan yang elegan. Tetapi, mungkinkah aku terlalu naif saat itu, mengharapkan sesuatu yang indah-indah. Mungkin salahku karena memaksamu menemuiku yang sebenarnya tak kau harapkan. Jika benar itu salahku pada saat itu, maafkan aku...

Tentang pemberian darimu yang kukembalikan, untuk kali kedua maafkan aku... Sebenarnya mudah bagiku menerimanya jika saja... Coba jadi aku. Apakah kamu bisa menyimpan benda-benda dari orang yang sudah membuatmu sakit hati? Lagipula, barang itu kan aslinya milikmu, bukan milikku. Adalah wajar jika dikembalikan ke pemiliknya saja.

Sebenarnya aku tidak suka mengakhiri hubungan ini, tetapi aku juga tidak bisa menjalin hubungan dengan orang yang tidak bisa memahamiku. Yang ketika banyak maunya, seakan peduli dengan orang lain. Ketika maunya terpenuhi, hilang kepedulian. Semoga hanya aku yang pernah mengalami hal ini karenamu. Yang bersedih itu pastinya aku, tetapi jangan mengasihaniku. Aku tahu bagaimana cara mengatasi perasaanku. Abaikanlah aku. Nikmatilah hidupmu.

Kejadian yang tidak menyenangkan di bulan November terhapus oleh satu kejadian yang menyenangkan. Masih di bulan yang sama aku merayakan ulang tahun bersama teman-temanku. Senang sekali bisa seharian berbicara banyak hal dengan teman-teman kampus. Mereka adalah sedikit orang yang bisa mendengarkan, tetapi tidak menghakimi. Justru, mendengarkan lalu memahami. Kualitas pertemanan seperti itu yang selalu kudambakan, untuk orang yang pernah mengalami krisis kepercayaan diri seperti saya.

Di suatu malam bulan Desember, ketika perjalanan pulang ke rumah diiringi dengan hujan gerimis, mendadak motor saya tergelincir (berarti ini jatuh yang ketiga). Meski tidak memberikan luka yang parah kali ini, jatuh yang nomor tiga ini membawa sedikit trauma. Kepercayaan diri saya mengendarai motor menurun. Saya jadi lebih hati-hati dan agak cemas dalam bersepeda motor. Sampai sekarang ini, saya masih mencoba untuk mulai merelaksasikan kondisi pikiran saya dalam mengendarai motor.

Masih di bulan Desember, saya sudah menempati rumah baru. Meninggalkan sebuah rumah yang telah saya tempati selama 25 tahun. Mama saya selalu bilang, usia rumah itu tidak jauh beda dengan usia saya. "Pas lu baru lahir beberapa bulan, kita pindah ke rumah itu," cerita Mama.

Rumah yang baru ini bukan rumah milik pribadi, tetapi rumah kontrak. Untuk masalah perpindahan tempat tinggal ini ada banyak konflik terjadi yang tidak enak untuk diceritakan di sini. Berarti status tempat tinggal saya masih nomaden alias tidak tetap.

Kata orang, rumah mempengaruhi aspek hoki seseorang. Saya sendiri tidak terlalu mempercayai feng shui. Tetapi, bicara soal hoki tidak hoki, ya saya tentu mengharapkan hoki di tahun baru 2014. Saya bukan orang yang senang buat target macam-macam. Saya hanya ingin menjalani hidup tanpa perlu banyak penyesalan dan ketakutan. Semoga yang terbaik menghampiri hidup saya. Bila yang terburuk datang, semoga bisa cepat-cepat jauh dari hidup saya. Akhir kata, mari sambut tahun 2014 dengan suka cita.