Saya dan Yonathan adalah sebagian orang yang beruntung menjadi pemakalah Temu Ilmiah dan Deverinto adalah sebagian orang yang beruntung menjadi peserta Temu Ilmiah. Pada Temu Ilmiah, saya kedapatan 2 kali presentasi. Pertama, presentasi makalah ”Peran Media Televisi Terhadap Perilaku Prososial Anak-anak TK (Kajian Non-empiris)” bersama Yonathan dan presentasi makalah proyek penelitian BEM ”Gambaran Identitas Diri, Preferensi, Aktivitas, dan Relasi Terdekat Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara”.
Banyak momen yang saya dapatkan di sana dan inilah sebagian yang bisa saya ceritakan. Terima kasih sebelumnya untuk Bapak, Ibu, dan teman-teman yang mau meluangkan waktu membaca tulisan ini. Tulisan ini memang cukup panjang dan lebar karena saya merasa sayang jika detil-detil momen yang sudah terjadi disimpan begitu saja. Jadi, mohon pemakluman ya. Hitung-hitung buat latihan mata membaca... Hehehe...
Awal Mula
Mungkin perlu saya ceritakan dulu keikutsertaan saya di ajang Temu Ilmiah. Seharusnya saya hanya mempresentasikan makalah ”Peran Media Televisi....” bersama Yonathan. Pembuatan makalah ini bisa dibilang gara-gara ada ide Yonathan untuk membuat Kelompok Belajar Mahasiswa, yaitu suatu kelompok mahasiswa yang berkumpul dan mendiskusikan ilmu-ilmu yang sudah didapatkan di perkuliahan. Saat membaca pengumuman call for papers ”Temu Ilmiah Nasional dan SDG Awards” di notes Bu Henny, saya kemudian melontarkan ide kepada Yonathan, “Tan, lu mau ikut SDG Awards gak?” Pikir saya, mungkin Kelompok Belajar Mahasiswa bisa dimulai di ajang SDG Awards. Jadi, namanya ini, belajar sambil berlomba. Syukur-syukur dapat juara 3 (soalnya gak optimis bakal dapat juara 1.. hehehe). Yonathan langsung mengiyakan untuk ikut.
Makalah kami berdua memang didaftarkan untuk ajang SDG Awards. Dimulailah pembuatan makalah di sela-sela kesibukan saya membantu persiapan acara Seminar BEM, Pensi BEM, Workshop BUPSI, tentir untuk Lomba Maranatha, HUT Dharmayana, dan pembuatan Penelitian BEM. Ketika itu bulan Mei ya. Banyak kegiatan mahasiswa di bulan itu. Artinya, Yonathan-lah yang sebetulnya lebih banyak berperan dalam menyelesaikan makalah kami. Terima kasih untuk Yonathan atas kesabarannya melihat kesibukan saya... Oya, kami berdua memang tidak menceritakan kepada teman-teman yang lain tentang keikutsertaan kami di SDG Awards karena kami berdua kan terlalu rendah hati… Hahahaha…
Sayang, dewi fortuna belum berpihak kepada kami. Makalah kami tidak berhasil masuk nominasi juara. Oleh panitia, makalah kami boleh dialihkan ke ajang Temu Ilmiah. Lalu, kami berdua sepakat untuk mendaftarkan makalah kami di Temu Imiah sembari melakukan perbaikan. Perbaikan makalah dilakukan di sela-sela saya menyaksikan gegap gempita Piala Dunia, menyelesaikan Seminar Proposal, dan sempat demam beberapa hari karena kebanyakan begadang... Hehehe... Jujur, menurut saya membuat makalah yang bukan tugas kuliah kok lebih susah yaaa. Susahnya ada di motivasi. Tugas kuliah dihargai untuk sebuah kelulusan sehingga motivasi bikinnya pasti lebih gede...Untunglah, Yonathan terus menyemangati saya. Akhirnya, motivasi saya mulai meninggi menjelang deadline pengumpulan makalah. Terima kasih lagi deh untuk Yonathan atas semangatnya yang tak pernah padam. Dan tak lupa saya ucapkan terima kasih untuk Bu Henny, Pak Yohanes, dan Ibu Sisca yang sempat membaca makalah kami. Khususnya sekali, kepada Ibu Sisca yang sempat memberikan komentar dan masukan.
Sedangkan, makalah proyek penelitian BEM adalah salah satu progam kerja BEM 2009/2010. Ide progam kerjanya berasal dari Jojo. Untuk presentasi makalahnya sendiri, seharusnya ketua tim peneliti Cyntia Adelia, tapi karena ia berhalangan hadir, saya-lah yang menggantikan. Keikutsertaan makalah penelitian BEM di Temu Ilmiah berkat Pak Sandy. Terima kasih untuk Pak Sandy yang telah mengurus pendaftaran sekaligus memberikan bimbingan. Dan kepada Ibu Nina dan Ibu Tia yang juga memberikan bimbingan.
Oke, begitulah asal-usulnya keterlibatan saya di Temu Ilmiah. Sekarang saya mau menjelaskan apa-apa yang saya temui di Temu Ilmiah Nasional tanggal 5 Agustus 2010. Check this out...
Temu Ilmiah Nasional 5 Agustus 2010
Acara dimulai sekitar pukul 9 pagi dengan pembukaan Tarian Ronggeng Belantek dari Padmanagara. Berturut-turut kemudian adalah penanyangan video klip Untar, sambutan-sambutan, dan presentasi dari Prof. Kusdwiratri mengenai psikologi indigenous dalam kaitannya dengan psikologi perkembangan di Indonesia.
Jam 10.30 barulah dimulai presentasi Sesi 1 dalam kelas-kelas paralel. Karena jatah presentasi saya gak ada di Sesi 1, saya nonton saja. Ada beberapa presentasi menarik yang saya dengar di kelas yang saya ikuti. Ada presentasi dari Pak Sandy mengenai alat ukur ”Identity Compass”, yang harganya 2 juta rupiah sekali pakai (mahal sekali), yang bisa digunakan memahami arah berpikir pasangan suami istri. Kemudian, presentasi Ibu Novie, dosen dari Universitas 17 Agustus 1945, yang berjudul ”Pemetaan Penyebab Stres Anak di Surabaya”. Hasil penelitian Ibu Novie adalah penyebab stres utama anak kelas 4, 5, dan 6 SD di Surabaya adalah perceraian orangtua dan kehilangan orang yang disayangi. Selanjutnya, ada presentasi dari Bu Denrich tentang ”Pola asuh orangtua dan penderita schizophrenia paranoid”. Temuan Bu Denrich adalah pola asuh otoriter, trauma masa kanak-kanak, dan komunikasi keluarga yang buruk adalah pemicu munculnya gangguan schizophrenia paranoid. Setelah itu, Ibu Meike tampil mempresentasikan skripsi beliau ketika S1 di Ubaya mengenai ”Latar Belakang Laki-laki Menjadi Seorang Waria”. Lucu sekali, waktu Ibu Meike mengeluarkan statement, ”Bapak-bapak, Ibu-ibu kalau kepengen punya anak perempuan, tapi malah punyanya anak lelaki, jangan perlakukan anak lelaki Bapak, Ibu sebagai anak perempuan. Mending coba buat lagi yang baru... atau gak, ”ambil” anak siapa gitu...” Hahaha... Menurut Ibu Meike, anak lelaki dapat bertingkah sebagai perempuan dan menjadi waria dikarenakan kesalahan orangtua dalam proses pendidikan identitas gender si anak, adanya modeling atau imitasi identitas gender yang keliru oleh si anak, dan faktor genetik. Oya, dari pengakuan Ibu Meike sendiri kepada saya, skripsi beliau ini sempat masuk ke harian suatu koran (saya lupa nama korannya).
Usai Sesi 1, dilanjutkan makan siang. Sesi 2 yang dilangsungkan setelah makan siang adalah giliran saya dan Yonathan untuk tampil mempresentasikan makalah kami. Makalah kami memaparkan bahwa media televisi sebetulnya dapat membentuk perilaku prososial kepada anak-anak TK, selain perilaku agresi. Kami menggunakan fenomena Kasus Prita Mulyasari untuk membantu analisa kami. Selain kami, di kelas yang sama ada presentasi dari Rizqy Amelia Zein dari Universitas Airlangga yang membawakan makalah berjudul ”Listen To Us! Self And Legislative Advocacy For Victims and Their Families of Political Tragedy Semanggi and Trisakti 1998-1999”. Jangan kuatir, presentasi makalahnya berbahasa Indonesia kok, entah makalahnya sendiri bahasa Indonesia atau tidak? Rizqy memaparkan bahwa self advocacy dapat menciptakan unconditional forgiveness pada diri keluarga korban Tragedi Trisakti dan Semanggi yang menuntun mereka mencapai mental yang lebih sehat, sementara legislative advocacy adalah metode yang tepat untuk memberikan solusi Tragedi Trisakti dan Semanggi sekalipun masih belum terlihat niat baik Pemerintah dalam menyelesaikan masalah Tragedi Trisakti dan Semanggi. Ada pula, presentasi dari Jony Eko Yulianto, juga mahasiswa dari Universitas Airlangga yang memaparkan makalah berjudul ”Analisis Framing Pemberitaan Hasil Ujian Nasional Pada Surat Kabar: Sebuah Studi Komunikasi Massa dalam Konteks Psikologi Sosial-Kognitif”. Secara singkat, Jony mencoba melihat bahwa pemberitaan hasil Ujian Nasional di beberapa surat kabar dapat membentuk persepsi yang berbeda-beda mengenai kehadiran Ujian Nasional. Presentasi menarik lainnya, dari seorang dosen (saya lupa namanya) mengenai “Persepsi dan Kepuasan Pernikahan Wanita Bugis yang Dipoligami”. Temuan dosen ini adalah wanita suku Bugis yang dipoligami suaminya ternyata mereka merasa puas dan bahagia dengan status dan keadaannya. Menarik sekali bukan...!?
Saat sesi tanya jawab, saya bertemu dosen yang ”luar biasa” bernama Pak Bonar dari Universitas YAI. Keluarbiasaan itu karena beliau memberondong pertanyaan kepada semua pemakalah di kelas di mana saya presentasi. Kepada saya dan Yonathan, Pak Bonar mengusulkan penelitian kami seharusnya dilakukan eksperimen ketimbang studi literatur. ”Yaa... betul sekali Pak, memang bagusnya dilakukan eksperimen. Tapi, kami kurang dana dan kurang waktu juga”, begitu jawaban saya. Hahaha.
Usai Sesi 2, dilanjutkan Cofee Break sebentar, lalu masuk Sesi 3. Kini giliran saya membawakan makalah penelitian BEM. Jujur saja, saya agak malu mempresentasikan makalah penelitian BEM ke hadapan publik karena penelitian BEM tidak pakai landasan teoretis dan pembahasan. Beda sekali dengan dua presenter saya sebelumnya. Mereka tampil dengan presentasi yang, menurut saya, oke sekali. Ada Pak Tommy yang mempresentasikan tentang ”humor”. Sepanjang beliau presentasi, tawa dan canda memenuhi ruangan. Pak Tommy menggolongkan humor menjadi 3 macam dengan alat ukur ciptaannya dan menemukan bahwa ada 2 macam humor yang dapat berkorelasi dengan psychological well-being. Setelah Pak Tommy, ada Dwi Krisdianto, mahasiswa Universitas Airlangga yang baru semester 2. Meski baru semester 2, gaya presentasinya bak orang partai, kata orang yang hadir. Topik yang dibawakan pun cukup filosofis dan berat. Makalahnya berjudul ”Memiskinkan Kemiskinan: Sebuah Kesalahan Konstruksi”. Dia menjelaskan bahwa konsep kemiskinan itu muncul dikarenakan kesalahan ”sistem” yang ada di masyarakat dan adanya labeling kepada orang-orang yang disebut miskin. Teori yang ia gunakan adalah teori Freire, teori yang belum saya dengar sebelumnya.
Kepada mahasiswa Universitas Airlangga, saya sendiri meyatakan salut kepada mereka. Penelitian yang mereka paparkan amat sangat menarik dan membuka wawasan baru. Rizqy Amelia, yang ternyata merupakan Wakil Ketua BEM F. Psi Unair, dan Jony Eko pun menjadi pemenang ketiga SDG Awards untuk kategori mahasiswa. Selamat...
Nah, tiba saatnya saya presentasi. Saya menyebutkan presentasi yang saya bawakan adalah penelitian BEM kepada yang hadir, bukan sebagai penelitian saya pribadi. Saat membacakan salah satu dari hasil penelitian, yaitu motivasi mahasiswa Psikologi Untar mengambil jurusan psikologi karena ketertarikan atau minat terhadap ilmu psikologi, saya sempat menyebutkan kata "meragukan". Gara-gara ucapan ini, saat sesi tanya jawab, Pak Duta (yang nantinya jadi Ketua IPPI 2010-2013) balik menanyakan kepada saya, ”Kenapa bisa meragukan? Apakah karena pilihan-pilihannya?” Saya jawab tidak ada yang salah dengan pilihannya, karena pilihan pada butir pertanyaan ini beragam: ada pilihan dorongan orangtua, ikut-ikutan teman, tidak suka matematika, dll. Tetapi entah kenapa pilihan terbanyak jatuh pada minat atau ketertarikan terhadap ilmu psikologi (dari data sebanyak 84.3%). Pak Duta menambahkan, ”Jika karena minat atau ketertarikan, maka pasti berkorelasi positif dengan lama studi?” Saya jawab, ”Harusnya sih ada. Mahasiswa yang termotivasi masuk kuliah karena ketertarikan harusnya lulusnya lebih cepat deh.” Itu jawaban saya... Menurut Anda bagaimana?
Pertanyaan kedua datang lagi dari Pak Bonar, yang lagi-lagi berada di kelas di mana saya presentasi, dan lagi-lagi getol sekali memberikan pertanyaan kepada semua pemakalah. Pak Bonar memberikan saya 3 pertanyaan: (1) Apakah pilihan pada kuesionernya sudah representatif atau mewakili sampel? (2) Apakah pilihan jawabannya open ended atau close ended? (3) Apakah digunakan psikografis saat membuat penelitian? Saya baru jawab pertanyaan kedua, bahwa memang ada sebagian pilihan jawaban yang open ended dan ada sebagian yang close ended. Belum tuntas saya jawab pertanyaan yang lain, Pak Yohanes selaku moderator di kelas itu sudah menyatakan waktu telah habis. Untung deh. By the way, psikografis itu sebenarnya apa ya?? Hehehehe... Di samping memberikan pertanyaan, ternyata Pak Bonar juga menyatakan kekaguman bahwa penelitian yang saya presentasikan sangat bermanfaat dan bagus sekali untuk kemajuan fakultas.
Gara-gara menyebutkan makalah penelitian BEM, terjadi sebuah kisah menarik pada keesokan harinya. Di tengah-tengah jalannya SDG Awards, saya mendapat SMS dari Pak Bonar yang entah mendapatkan nomor saya dari mana. Beliau ingin mempertemukan beberapa mahasiswanya dengan saya untuk mendapatkan pengalaman meneliti saya. Lalu, saya berkenalan dengan beberapa mahasiswa YAI. Salah satu dari mereka, Haris angkatan 06, rupanya salah seorang anggota BEM F. Psi YAI. Haris adalah Menteri Koordinator yang membawahi 5 departemen BEM F. Psi YAI. Perlu saya jelaskan, kabinet BEM F. Psi YAI di posisi tertingginya adalah Presiden, di bawahnya ada Sekretaris, Bendahara, dan Menteri Koordinator. Mereka tidak mengenal istilah Wakil Presiden. Singkat cerita, Haris menemui saya untuk mendapatkan informasi mengenai kegiatan-kegiatan di bawah naungan Departemen Akademik BEM F. Psi Untar dan bagaimana proses pengerjaan Proyek Penelitan BEM. Yaa.. saya jelaskan saja apa adanya sepanjang pengetahuan saya. Tidak ada fakta yang ditambah dan dikurangi...
Saya tidak tahu persis jabatan Pak Bonar di YAI itu apa, tetapi beliau bisa sampai mengutus mahasiswa dan anggota BEM-nya, (terlepas dari maksud dan tujuan mereka menemui saya ya), adalah kebanggaan (menurut saya) bagi BEM F. Psi Untar periode 2009-2010, khususnya Departemen Akademik, lebih khususnya lagi Tim Penelitian BEM. So.... Untuk Jojo dan Cyntia Adelia serta teman-teman yang terlibat dalam Proyek Penelitian BEM, setidaknya apa yang sudah kita kerjakan mendapat tempat di hati seorang dosen. Bolehlah kita semua berbangga hati.
Dengan melihat apa yang saya alami, sekiranya saya berharap BEM F. Psi Untar periode 2010/2011 dapat kembali melanjutkan Proyek Penelitian tentunya dengan rumusan permasalahan yang berbeda dan pembahasan yang lebih berbobot.
Kisah menarik lainnya terjadi ketika jam makan siang pada Temu Ilmiah. Saya, Yonathan, dan Deverinto didatangi oleh wartawan Radio Heartline FM. Kami diminta tanggapan seputar kegiatan Temu Ilmiah dan kemerdekaan RI yang ke-65. Suara kami bertiga direkam lho… Saya sendiri jarang dengar channel Heartline FM, tapi kalau suara saya, Yonathan, dan Deverinto masuk ke radio, tolong SMS saya secepatnya ya.. Hahaha… Saya bilang ke Deverinto, ”Wartawan BUPSI bisa-bisanya diwawancarai wartawan Radio Heartline.. Hahaha.”
Yaaa…. Saya memang meminta Anak-anak BUPSI untuk hadir ke Temu Ilmiah, SDG Awards, dan Kongres IPPI demi tujuan meliput kegiatan. Terima kasih buat Deverinto yang sudah capek-capek datang dan saya “seret paksa” mewawancarai Rizqy Amelia dan kawan-kawan dari Airlangga, dan juga mempromosikan BUPSI ke hadapan anak-anak YAI. Saya berharap ke depannya BUPSI dapat lebih aktif mencari berita dan meliput kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di Untar, khususnya yang diadakan dengan nama Psikologi Untar.
Pengalaman baru, teman baru, wawasan baru. Itulah sekelumit momen yang saya dapatkan dan bisa saya bagikan kepada kalian. Semoga tulisan ini dapat menggugah teman-teman mahasiswa lain untuk berpartisipasi ke kegiatan-kegiatan sejenis yang bertemakan scientific. Semoga di kemudian hari akan ada lebih banyak pemakalah-pemakalah yang punya semangat tinggi seperti Yonathan, dan orang-orang yang punya perhatian dengan kegiatan Psikologi Untar seperti Deverinto.
Mengutip semboyan Psikologi Untar ”Crescendo pro gloria scientiae. Berkembang menjadi lebih besar, demi kejayaan ilmu”. Semoga Psikologi Untar semakin berkembang menjadi lebih besar, termasuk elemen-elemen di dalamnya: BEM/DPM, BUPSI, Phonia, Padmanagara, dll.
Salam sejahtera,
Terima kasih banyak bagi yang sudah membaca tulisan ini sampai habis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar