Selain Natalia,
satu orang yang luar biasa yang saya kenal adalah Debbie. Debbie adalah penulis
novel Honey Money. Saya beruntung
sudah kenal dia sejak SMA.
Sewaktu kelas 1
SMA, anaknya sudah menunjukkan ada ”sesuatu”.
Saya sekelas dengannya saat itu. Anaknya supel dan cepat akrab dengan
siapa. Tak heran di tahun pertamanya saja, dia sudah menjabat sebagai wakil
ketua OSIS.
Selain itu, dia
juga berbakat. Bermain gitar adalah salah satu talentanya. Dia sempat didapuk
sebagai gitaris untuk band sekolah
kami yang bernama 7 Inspirations. Tapi, talenta lain yang membuat saya berdecak
kagum adalah menulis. Menulis, semua orang juga bisa, mungkin sebagian besar
kan berkata begitu. Tetapi, menulis sampai menjadi sebuah karya dalam bentuk
buku novel, tentu saja, tidak banyak yang bisa apalagi sampai berhasil dicetak
ulang beberapa kali.
Awalnya saya kurang
percaya ketika diberi tahu seorang teman bahwa Debbie sudah membuat sebuah
novel (waktu itu kami masih kelas 2 SMA). Oh ya? Begitu kata saya dalam hati.
Mungkin cuman tulisan untuk kalangan terbatas. Tetapi, ketika melihatnya di
perpustakaan sekolah, saya baru percaya sepenuhnya. Hehehe.
Novel perdananya Not Just a Fairy Tale. Pas di awal,
ceritanya lumayan seru. Tetapi, kemudian ceritanya jadi agak membosankan. ”Sorry ya, Deb.” Tetapi, mengingat ini
adalah karya pertamanya selain karena karya teman sendiri, so saya tetap mengapresiasi. Setidaknya, jujur... judul novelnya
keren.
Setelah membaca Not Just a Fairy Tale sampai habis yang
cuman butuh waktu sehari, saya berpikir sebenarnya saya juga bisa melakukan hal
yang sama dengannya. Menulis sebuah cerita dan menjadikannya sebuah novel.
Sejak SMP, saya merasa kemampuan menulis saya cukup baik di samping saya punya daya
khayal yang baik. Maka kemudian, saya termotivasi untuk menulis dan membuat
sebuah buku. Dan, hasilnya.... sampai kini.... gak berhasil. Hahaha. Seperti halnya Debbie yang mesti patah hati
dulu baru dapat membuat novel, mungkin saya harus patah hati dulu kali ya
supaya termotivasi. Eaaa...
Sewaktu SMA, dia
bukan yang menempati posisi sangat terbaik. Meski anak jurusan IPA, mafia-nya (mate, fisika, kimia) sering remedial
kok. Eh, saya juga sih. Hehehe. Pelajaran yang dikuasainya adalah bahasa
Inggris (ayahnya guru bahasa Inggris). Di SMA, dia juga punya geng wanita
bernama Sanseivera. Masih awet sampai sekarang. Nama geng ini kalau tidak salah
diambil dari nama-nama para anggota geng tersebut. Sandra dan Liana, 2 teman
baik Dee dalam Honey Money alias
Debbie di kehidupan sebenarnya juga bagian dari geng ini.
Karena dia kuliah
di jurusan yang sama denganku (Jurusan Psikologi), saya bisa mengamati kiprahnya
lebih jauh. Di SMA kami, memang tidak ada sistem ranking, tetapi saya sih yakin betul dia tetap ada di geng 10
besar. Seperti sudah dibahas, di SMA, dia bukan yang sangat terbaik. Tetapi, di
kampus, siapa sangka dia lebih bersinar? Dia menjadi salah satu runner up lulusan terbaik di upacara wisuda ke-58. Rasanya wajar ya,
karena ia sudah mantap memilih jurusannya sejak kelas 1 SMA. Mungkin ada unsur passion, atau kalau saya boleh berargumen,
”jurusan psikologi itu sebetulnya masih lebih mudah dari mafia... karena gak pake
logika dan problem solving yang terlalu
rumit. Ujiannya itu asal jago ngapal, rajin
membaca, pandai memilih teman sekelompok yang tepat, plus cerdas dalam ”ngarang” jawaban¸ pasti bisa kok dapat bagus, hehehe.” Saya sih ngebayangin kalau Liana, teman kami yang
paling pintar itu memilih jurusan Psikologi Untar, rasanya dia juga akan dapat predikat
lulusan terbaik. Kayaknya yaaa...
Kemudian, dia
sempat menjadi Duta Fakultas Psikologi Untar, lalu 3 kali mewakili nama Untar
dalam ajang perlombaan antarfakultas psikologi; salah satu yang spesial adalah
perlombaan Psycomp di Bandung (saya turut serta di sana). Prestasi lainnya adalah
menjadi runner up Putri Usaha Kreatif
Indonesia, gelar yang disabetnya di sela-sela dia bekerja di salah satu
perusahaan otomotif ternama. Novel keduanya Honey
Money ditulisnya di sela-sela dia kuliah. Dia pun aktif dalam pelayanan
gereja. Bensin semangat anak ini sungguh hebat. Entah seperti apa pola makan
dan tidurnya?
Dengan segudang
hal luar biasa yang telah dia dapatkan dan jalani, tidak banyak yang berubah
darinya. Tetap wanita biasa yang masih memikirkan bentuk badannya (masalah umum
wanita). Hahaha... Kesederhanaannya itulah yang membuat saya mengaguminya.
Oh ya... dia
punya kelemahan yaitu tak bisa ngomong
”r”. Maka nama aslinya Debora, dia hanya pasrah mengucapkan namanya sendiri
menjadi Debola. Oleh karena itu, dia lebih suka menyebut dirinya Debbie, karena
tidak ada unsur ”r” di sana. Jadi, kita tahu dari mana nama panggilannya
berasal. Hahaha.
Berkat kesuksesan
novel Honey Money,dia bisa memetik
salah satu cita-citanya: Keliling Eropa. Seperti halnya dia yang terus berusaha
mengejar impiannya, saya pun kelak akan harus begitu. Motivator tidak
perlu tokoh terkenal sekali. Seorang Debbie saja sudah memotivasi saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar