Kalau menyimak komentar teman-teman saya dulu, sepertinya saya ini dianggap sebagai orang yang cerdas. Tetapi, kalau diingat-ingat sewaktu saya SD dulu, saya pernah dapat ranking 1 baik di rapor bulanan maupun di rapor caturwulan. Perlu saya kasih tahu, semasa saya SD, saya tidak pernah les. Jadi, saya belajar sendiri. Untuk kategori orang yang tidak les, bisa ranking 1, luar biasa bukan? Dan itu terjadi pas kelas 4 SD, yang merupakan masa-masa jaya saya. Artinya, memang bawaannya saya pintar ya. Hehe.
Karena dapat ranking 1, saya menjadi sorotan. Dikagumi para guru dan teman (Hmmm.... sepertinya sih gitu :D). Ketika naik kelas 6 SD, terjadi penurunan nilai. Rasanya semenjak saat itu, saya tidak pernah mencicipi ranking 1, boro-boro dapat 3 besar. Lalu, masuk SMP, SMA, saya cuman jadi medioker.
Lanjut ke masa kuliah, saya menjadi sorotan lagi. Dikagumi para dosen, junior, dan teman seangkatan (Kayaknya sih, gitu ya :D). Saya punya nilai IPK yang memuaskan sampai kemudian berakhir menjadi lulusan terbaik di wisuda. Beberapa teman kampus saya mungkin iri dengan kepintaran saya (lagi-lagi sepertinya gitu ya). Ada teman kampus saya yang berkata jujur, dia iri dengan kepintaran saya, "Aduh, rasanya pengen deh punya otak pintar kayak lu."
Saya cuman menanggapi santai pernyataan lucu itu. Saya hanya menjawab, "Rasanya gue juga mau bisa pintar main musik kayak lu." Kebetulan teman saya yang bertanya ini piawai dalam memainkan instrumen musik.
Sebenarnya mudah sekali untuk punya otak pintar. "Belajarlah dengan tekun, hai kawan. Maka, kamu akan punya otak pintar sepertiku."
Banyak orang yang mengabaikan apa itu kerja keras. Saya percaya tidak ada instan di dunia ini. Semua butuh proses. Bahkan, memasak mie instan juga perlu proses. Orang-orang pintar semacam saya, janganlah beranggapan saya belajar hanya menghabiskan hitungan menit apalagi ditambah dengan keluhan-keluhan.
Segala sesuatu yang berhasil selalu diawali dengan sikap mau berhasil. Jadi, ketika kuliah dimulai, saya datang tidak terlambat apalagi pakai acara bolos. Saya menahan diri untuk mengobrol dengan teman sebelah, membuka handphone, dan mencoba mencatat atau mencerna sebanyak mungkin omongan dosen. Mengerjakan tugas kuliah pun dengan sungguh-sungguh. Tidak menyontek dan tidak seadanya. Yang penting tugas kumpul, nilai nomor sekian... ah... gak begitu cara pikir saya.
Ketika ujian, saya menghabiskan waktu belajar lebih lama, berjam-jam. Ada juga yang berhari-hari, artinya saya menyicil bahan dari hari-hari sebelumnya. Untuk istilah yang tidak saya mengerti, saya mencari tahu baik lewat Mr. Google atau membaca buku. Saya benar-benar fokus.
Buku-buku kuliah itu kebanyakan menggunakan bahasa Inggris. Orang-orang mengeluh pusing membaca buku bahasa Inggris. Tapi, saya tidak mau mengeluh. Istilah-istilah yang tidak saya mengerti, saya cari di kamus. Kadang-kadang saya baca berkali-kali sampai saya mengerti. Ada juga yang tidak saya mengerti, terus saya kira-kira sendiri saja artinya. Hehe.
Belajar lebih keras, belajar lebih lama, bukan artinya saya tidur jadi lebih sedikit. Salah besar. Saya juga tidur lebih lama kok. Apalagi saya ini yang tipenya suka bangun siang. Makanya, kuliah pagi-pagi saya sering ngantuk. Hehehe. Banyak orang belajar gila-gilaan. Bahan segepok dipelajari seharian penuh. Ya salah besarlah. Memang otak manusia itu robot, tidak butuh istirahat. Kerja keras itu benar. Tetapi, harus dipahami bahwa kita harus bekerja dengan cerdas pula.
Untuk soal ujian yang nantinya berbentuk Pilihan Ganda tentu punya strategi belajar yang berbeda untuk soal ujian yang berbentuk Esai. Kepandaian tidak datang dari soal besar usaha, tetapi juga menyangkut kecerdikan dalam mencari jalan keluar. Ketika satu cara tidak berhasil, segera cari cara baru. Begitulah. Jadi, orang yang pintar dengan orang yang bekerja keras itu saling berhubungan, bukan?
Untuk mencapai hasil yang lebih baik, sudah barang tentu ada pengorbanan yang setimpal. Saya yakin kepandaian teman saya itu dalam memainkan alat musik pasti juga lahir dari kerja keras. Andaikan ia juga menerapkan cara yang sama dalam belajar di dunia kuliah. Atau minimal ia mau meningkatkan sedikit kadar usahanya itu. Ahhh... Andai saja ya...
Seringkali kita mendengar istilah, "Semua indah pada waktunya." Ya, saya percaya semua akan indah... tetapi saya lebih percaya yang indah-indah itu baru bisa terjadi bila diusahakan. Semua indah pada waktunya bila kita mau bekerja keras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar