Page

31 Januari 2015

Jangan Hidup di Social Media Saja

sumber gambar: queenscouncilarts.org
Dulu waktu zaman awal-awal munculnya Facebook (FB), rasanya seperti mendapat mainan baru. Orang-orang sibuk ke warnet cuman untuk buka FB. Malah, saya masih ingat sewaktu pengisian jadwal kuliah via online, satu angkatan bisa hampir semua online FB (padahal kan mau isi mata kuliah, mengapa kok buka FB?). Sekarang teknologi semakin canggih, ide pun semakin kreatif. Aplikasi social media berkembang pesat, dari sekadar yang hanya bisa berbagi video, berbagi foto, cuman bisa punya sedikit teman... ada semua. Lalu, sekarang saya malah jadi pusing. Misal, mau update status. Enaknya di LINE, di BB, atau di Twitter? Kan repot kalau semua situs social media di-update statusnya satu per satu. Sementara kita ngebet mau kasih kabar gembira nih. Kulit pepaya sekarang ada esktraknya. Okelah, ini tidak lucu.

Update status cuman satu hal. Ada hal (tidak) lucu lain yang pernah saya alami. Ceritanya saya mau SMS seseorang. Maksudnya pakai SMS karena sinyal internet di lokasi saya saat ini memang tidak stabil. Jadi berharap saya dibalas pakai SMS juga. Eh, yang terjadi. Dia malah balas saya pakai WhatsApp. Untung saja masuk. Kalau tidak? Ribut nanti. Ada lagi cerita lain. Saya kirim pesan pakai WhatsApp, malah dibalasnya pakai BBM. Aneh banget kan ya.

Memang sekarang banyak banget saluran untuk berkirim pesan, sampai saya bingung, enaknya ngobrol pakai ini atau pakai itu. Nanti coba deh kapan-kapan saya tulis pesan pakai surat. Awas saja, jangan-jangan dibalasnya pakai... email! Hahaha. Tetapi tetap saja dengan banyaknya situs social media, kualitas pertemanan yang sesungguhnya hanya bisa dilihat secara nyata di dunia nyata. Akrab di FB, belum tentu akrab di dunia nyata. Menurut saya, FB, Twitter, dkk itu cuman miniatur kehidupan sosial. Interaksi manusia secara langsung itu tak pernah terganti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar