Sejak TK saya sudah merayakan Waisak. Bisa dibilang saya merayakan Waisak hampir setiap tahun, meskipun saya sebenarnya sudah tidak lagi rutin ke vihara sejak SMA. Walaupun saya beragama Buddha, sebenarnya keluarga saya bukanlah keluarga Buddhis. Papa dan Mama saya tidak pernah mengunjungi ke tempat ibadah baik itu gereja atau vihara di hari Minggu. Apa orangtua saya atheis? Saya tidak pernah menanyakan hal itu ke mereka, dan sepertinya saya tidak perlu mempertanyakan keyakinan seseorang, sekalipun orangtua saya.
Meskipun demikian, adalah Papa dan Mama saya yang membuat saya menjadi beragama Buddha. Itu karena mereka memasukkan saya ke salah satu sekolah Buddhis di bilangan Jembatan Tiga. Kalau mau tahu nama sekolahnya, silakan saja melintasi tol Tomang, karena sekolah tersebut selalu dapat terlihat ketika melewati tol Tomang.. hehehe. Saya bersekolah di situ dari TK sampai dengan SMP.
Ketika naik ke SMA, saya pindah sekolah. Tetapi, tetap beragama Buddha karena sekolah itu memberlakukan 3 agama, yaitu Kristen Katolik, Kristen Protestan, dan Buddha. Ketika naik tingkat menjadi mahasiswa, lagi-lagi saya mengambil matakuliah agama Buddha. Meski sudah menjadi mahasiswa, saya tetap merayakan Waisak yang diadakan di Dharmayana (nama dari organisasi mahasiswa Buddhis di Universitas saya). Untuk tahun 2011 ini, saya merayakan pertama kalinya Waisak di Vihara Pluit Dharma Sukha (vihara yang tidak terlalu jauh dari rumah saya), dan pertama kalinya saya merayakan Waisak dengan menyaksikan prosesi dan ceramah via layar kaca... haha.. rame bener tempatnya bo..
Itu artinya sedari TK sampai dengan sekarang saya tetap beragama Buddha. Maka dari itu, tidak heran sampai sekarang saya tidak pernah menginjakkan kaki di gereja atau masjid, dan tidak heran konsep Tuhan dari agama lain tidak ada di kepala saya.
Saya tetap bangga beragama Buddha, meskipun umat lain mungkin bingung, kenapa umat Buddha menyembah patung. Saya katakan agama Buddha tidak menyembah patung, tetapi menghormati sifat luhur Buddha yang dicitrakan dalam patung, seperti halnya kita menghormati bendera Merah Putih. Aah, sudah dijelaskan berkali-kali, tudingan itu tetap datang bertubi-tubi. Ya, sudahlah. Lebih baik disebut menyembah patung, daripada menyembah setan, alkohol, dan obat-obatan terlarang.
Saya tetap bangga beragama Buddha, meskipun umat lain mungkin bingung, kenapa agama Buddha tidak mengenal kata Tuhan. Saya katakan agama Buddha memang tidak mengenal kata Tuhan. Sang pencipta alam semesta adalah semesta itu sendiri. Sang pemberi keajaiban dan keselamatan kepada manusia adalah manusia itu sendiri. Tanpa ada Tuhan, agama Buddha tetap berdiri kokoh, dipuja, dan disanjung. Terlebih lagi, tiada peperangan yang beratasnamakan agama Buddha sampai sekarang.
Itulah agama Buddha, meskipun bungkusnya bermacam-macam (terdiri dari bermacam-macam aliran) dan terkadang sulit dipahami (baik itu teori. ataupun ritualnya), tetapi intinya adalah satu, yaitu cinta kasih dan kebahagiaan untuk semua makhluk.
Di hari raya Waisak ini, saya ingin mendoakan:
Semoga kebahagiaan menyertaiku
Semoga kebahagiaan menyertai Anda
Semoga semua makhluk hidup berbahagia
Selamat hari raya Waisak 2555 B. E./2011


Tidak ada komentar:
Posting Komentar