Page

16 Desember 2019

ULASAN FILM Frozen 2 - Sudah Bagus Semoga Tidak Dilanjutkan Lagi


Poster rilis. Sumber: en.wikipedia.org
Sutradara: Chris Buck dan Jennifer Lee
Pengisi Suara: Kristen Bell, Idina Menzel, Josh Gad, Jonathan Groff
Rumah Produksi:Walt Disney Animation Studios
Tahun Produksi: 2019
Durasi: 103 menit

Ketika gema film Frozen (pertama), saya tidak menontonnya di bioskop, malah menontonnya di rumah teman saya. Tentu saja mohon maaf, saya menonton versi bajakan.

Intermezzo sedikit. Untuk film yang tidak terlalu bikin saya penasaran, saya biasanya tidak tertarik menonton di bioskop. Lebih baik menunggu keluar di aplikasi film streaming berbayar atau errr (mohon maaf lagi) yang ilegal. Menurut saya, film-film besutan Disney apalagi bertemakan tuan puteri dan kerajaan pasti hanya menceritakan romansa pria-wanita, happy ending. Bisa ditebak jalan ceritanya. Bagi pria, premis cerita seperti ini kurang menarik untuk adrenalin kami. It's not a guy movie.

Biarpun begitu, saya cukup kepincut dengan lagu Frozen yang berjudul Let It Go. Saya tahu lagu ini karena sempat trending di Youtube dan banyak orang yang meng-cover-nya. Harus saya akui lagu Let It Go sangat catchy, apalagi dinyanyikan dalam bermacam-macam bahasa.

Oke, balik lagi ke film Frozen pertama.

Sesudah menonton di rumah teman saya, prasangka saya langsung berubah. Harus saya akui, premis ceritanya agak unik, bukan romansa pria-wanita yang ditonjolkan, melainkan persaudarian (sisterhood). Semakin menarik karena film Frozen juga menampilkan beberapa aksi laga. Cerita tentang puteri-puterian, tetapi ada bumbu-bumbu sihir. Keren.

Dan yang paling menarik adalah lagu-lagunya. Beberapa film Disney selalu populer berkat lagu soundtrack-nya. Tetapi, Frozen ini beda. Lagu-lagu yang dihadirkan jumlahnya lebih dari satu. Seluruhnya lagunya disajikan dalam bentuk teatrikal (khas Disney), tetapi sangat menghibur.

Akhirnya, saya paham kenapa Frozen bisa meledak di pasaran. Lagu yang enak didengar dan jalan cerita yang tidak biasa. Saya yakin Elsa, Anna, dan Olaf menjadi tokoh-tokoh yang melekat di hati anak-anak generasi 2000-an. Kelihatannya Disney cukup berhasil meramu sebuah dongeng baru.

Keberhasilan film pertama tentu ingin dilanjutkan kembali oleh Disney. Frozen 2 dirilis di pasar Indonesia pada 20 November 2019.

Maka, saya tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Kali ini saya benar-benar ingin menikmati Frozen 2 melalui layar lebar.

Ending film Frozen pertama sudah berakhir dengan bahagia. Kita lantas akan bertanya-tanya: Apa lagi yang mau ditawarkan dari Frozen 2? Tidak cukupkah Disney mengganggu kita (orang tua) dengan nyanyian Let It Go?

Cerita yang Lebih Gelap

Ketika cuplikan film keduanya muncul, kita diberikan suguhan adegan Elsa dalam pekatnya malam sedang berusaha mengarungi ombak ganas.

Dari situ saja, kita sudah tahu bahwa film Frozen 2 memiliki tema cerita yang lebih gelap dan dewasa dari film pertamanya. Toh, wajar-wajar saja. Film ini dirilis 6 tahun sesudah film pertamanya. Anak-anak yang menonton pada saat itu pasti sudah lebih besar.

Jalan ceritanya sendiri bermula dari suara-suara misterius yang mengusik Elsa sampai kemudian terjadi bencana yang menghancurkan Kerajaan Arandelle. Elsa memutuskan mencari sosok di balik suara-suara misterius itu. Elsa tidak sendirian bertualang. Ia masih ditemani adiknya Anna, boneka salju Olaf, Kristoff bersama rusa kutub sahabatnya Sven. Tidak ada tambahan tokoh baru yang signifikan. Cerita masih berkutat di antara kelima tokoh tersebut.

Frozen 2 akan mendekatkan kita pada latar belakang keluarga Arandelle. Tokoh-tokoh utama digambarkan lebih dewasa. Kita akan dibuat terpingkal dengan aksi Kristoff yang mencoba merayu Anna. Olaf lebih bawel di film kedua ini. Bahkan ada adegan kocak dari Olaf, yaitu saat Olaf mengenang kembali cerita Frozen pertama dan saya yakin pasti akan mengundang tawa kalian. Kalau ada pemeran pendukung terbaik, saya akan lebih memilih Olaf daripada Anna atau Kristoff.

Oke, dengan premis cerita seperti ini, apakah Frozen 2 menjadi lebih baik?

Secara umum, tidak bisa dikatakan lebih baik. Dari segi special effect, jauh lebih keren. Sihir es Elsa kali ini jauh lebih memukau dan bikin berdecak kagum. Tetapi, plot ceritanya agak mudah ditebak. Malah, ada sedikit kesamaan antara plot cerita Brave (karya Pixar) dan Frozen 2.

Disney kelihatannya mengerti benar tentang kekuatan sebuah lagu. Maka, lagu-lagu dijejalkan sejak pembukaan film, termasuk lagu andalannya Into The Unknown yang bisa kita didengar di awal-awal. Sebetulnya lagu-lagu OST Frozen 2 lebih bagus dan lebih bertenaga, tetapi perlu diakui memang masih kalah catchy dengan lagu Frozen pertama.

Konflik yang Kurang Mengigit

Pada dasarnya film Frozen bukan film petualangan sejati. Memang sih ada beberapa aksi laga, yang kali ini lebih sengit. Apa yang membuat saya memasukkan Frozen ke dalam film keluarga, karena film Frozen tidak memiliki antagonis kuat seperti dalam cerita Aladdin atau Aurora.

Coba ingat-ingat siapa antagonis film Frozen pertama? Si mantan kekasih Anna? Bukan, bukan dia. Antagonis film Frozen sesungguhnya adalah Elsa sendiri. Bahkan di film kedua ini, tokoh antagonis masih terlihat samar. Bahkan, kita seolah-olah sedang menyaksikan Elsa sedang bertarung dengan dirinya sendiri. Kata "fear"atau ketakutan beberapa kali disebut, baik itu di film pertama maupun film kedua.

Film heroik mudah "terangkat" dengan kehadiran antagonis yang superkeren. Sementara itu, film keluarga sangat mengandalkan konflik yang terjadi antara para tokoh utama. Itulah mungkin satu titik lemah dalam film Frozen 2. Tidak seperti film pertama, di sekuelnya ini tidak ada konflik yang membuat kita jadi bersimpati. Malah, mungkin di penghujung cerita, kita akan bergumam, "Oh jadi begitu saja..."

Benar-Benar Film Keluarga

Melihat Elsa, saya jadi teringat dengan Avatar: Legend of Aang. Elsa ini mungkin bisa disebut sebagai pengendali es. Saya lalu membayangkan Elsa dengan kekuatan esnya mengalahkan seorang penyihir dengan kekuatan api. Bakal terlihat keren. Tetapi, kalau nanti seperti itu, saya yakin malah akan merusak genre cerita. Jadi, lebih tidak, tidak, dan tidak.

Frozen adalah benar-benar film keluarga. Benar-benar film tentang persaudarian.

Saya malah sedikit gemas dengan tingkahnya Anna. Saya yakin Anna ini benar-benar puteri sejati. Bahkan, main pedang pun pasti tidak bisa. Tetapi, kok berani-beraninya mencoba melindungi Elsa? Lalu, kehadiran Kristoff sebagai satu-satunya pria tidak banyak membantu. Bukannya melindungi kedua tuan puteri ini, malah sibuk dengan urusannya sendiri.

Oya, yang agak saya bingung, kenapa Ratu dan Tuan Puteri bisa berjalan-jalan ke luar istana tanpa pengawalan ketat? Apakah Arandelle cuman sebesar kelurahan? Lalu, kenapa Kristoff bisa masuk ke dalam lingkungan istana dengan hanya berbekal peran pacar tuan puteri?

Ah sudahlah, tidak usah dipusingkan. Film keluarga sebaiknya tidak usah berbelit-belit. Sekarang mari kita biarkan saja Anna dan Elsa menjalani kehidupan normal sebagai tuan puteri. Jangan kita ganggu mereka dengan konflik remeh, seperti rebutan suami, rebutan warisan, atau masyarakat Arandelle yang berdemo karena kenaikan harga pangan.

Ending Frozen 2 menurut saya sudah bagus dan sepantasnya seperti itu. Lebih baik kita sudahi akhir cerita Frozen seperti ini, dan berharap jangan ada kelanjutannya lagi.

By the way, di akhir film Frozen 2, ada post-credit scene, tetapi jika mau dilewatkan pun tidak ada masalah kok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar