Page

3 Agustus 2012

[Cerpen] Lelaki yang Lain - Bagian Tiga


Sebulan tanpa gangguan dari mantan membuat hidupku terasa lebih lega. Sejak pertemuan tak terduga di Minggu pagi, aku sudah tidak pernah melihat dia datang menemuiku, baik sengaja maupun tidak sengaja. Kupikir semuanya akan berjalan baik-baik saja sampai... dia, mantanku itu berada di depan pagar rumahku lagi.
Aku baru saja pulang dari kuliah. Perjalanan menuju rumah yang melelahkan. Tak sabar ingin memanjakan diriku dengan sepotong kue cokelat. Tetapi, dia membuat mood-ku rusak.
Aku lihat Mike sedang berbicara dengan pembantu rumahku. Aku mencoba mendengarkan.
”Ya, begitulah kira-kira, seperti Mas Mike bicarakan. Memang agak aneh. Tapi mana berani aku menegur. Salah-salah, Mbak yang dimarahi,” kata pembantu rumahku.
”Baik, terima kasih banyak untuk infonya Mbak,” kata Mike.
Aku tak mengerti apa yang mereka sedang bicarakan. Mike lalu membalikkan badannya. Aku pun ikut-ikutan membalikkan badan. Bodoh sekali, mestinya aku memilih untuk lari.
Mike menepuk pundakku. Aku segera berbalik.
”Kenapa kamu ke sini lagi? Gak pernah bosan mencariku,” aku menepis tangan Mike dari pundakku.
”Kamu ingin tahu tidak, kenapa cowo barumu itu bisa muncul begitu saja?”
”Hah!?” Aku memandangi Mike dengan heran.
”Aku tahu sekarang... Cowo barumu itu...”

”Jangan dengarkan dia!”
”Michael...” Michael di sini, gumamku. Tetapi, di mana? Aku segera melihat ke sekelilingku.
”Michael... Jadi namanya Michael,” sahut Mike.
”Cepat pergi dari sini. Jangan dekati lelaki pengkhianat!” Michael menyahut lebih keras. Dia ada di balik pepohonan. Kenapa harus pakai bersembunyi?
”Michael, bersikaplah sopan sedikit,” kataku kepadanya.
”Di mana cowo barumu itu? Bolehkah aku melihatnya?” tanya Mike.
Aku bingung dengan pertanyaan Mike tadi. Bolehkah aku melihatnya. ”Mike, apa maksud pertanyaanmu? Michael, dia benar ada di sini kok,” aku menunjuk ke pohon yang di seberang jalan kami. Tetapi, Michael sudah tidak ada di sana lagi.
”Michael, di mana kamu? Mike ingin berkenalan denganmu.” Aku melihat ke sekelilingku. Mataku mencari-cari sosok lelaki misterius itu.
Aku memanggil nama Michael berkali-kali. Tetapi, tidak ada jawaban dari Michael. Segera saja, aku pergi mencari-cari di sekitar kompleks rumahku.
Mike ikut menyusulku. Saat aku mulai lelah mencari Michael, Mike berkata hal yang mengejutkanku. ”Sudahlah, tak usah mencari dia lagi. Michael... dia tidak nyata. Dia hanya khayalanmu saja.”
”Ja-jangan bercanda. Apa kamu ingin mengatakan bahwa dirinya adalah hantu,” protesku. Aku mulai merasa ngeri. Michael-ku memang misterius, tetapi dia tidak mungkin tidak nyata.
”Bukan, kalau hantu itu masih nyata. Tapi, yang ini benar-benar tidak nyata,” balas Mike pelan.
”Michael adalah nyata. Aku pernah menyentuh wajahnya, memegang tangannya. Bahkan... ia pernah mengenakan hadiah yang kuberikan.”
Aku berlari meninggalkan Mike. Aku berlari menuju rumahku. Aku sampai ke rumahku dengan terengah-engah dan itu membuat Ibuku keheranan. Aku ingin membuktikan kebenaran.
”Ibu, apa Ibu masih ingat dengan lelaki yang pernah berkunjung ke rumah kita. Kami berbincang di teras depan.”
”Siapa ya? Rasa-rasanya tidak ada lelaki lain yang pernah kamu undang datang ke rumah kita, selain...,” Ibuku mencoba mengingat nama, ”selain Mike. Iya... Hanya dia saja lelaki yang pernah datang ke rumah kita.”
”Masa Ibu tidak ingat? Namanya Michael, pacarku sekarang. Ayo Ibu ingat-ingat lagi. Aku mengundangnya ke sini sebulan yang lalu. Aku sudah mengenalkannya pada Ibu, kok,” desakku.
”Yang mana ya? Sebulan lalu ya? Waduh, mana ingat ya. Kayaknya enggak ada deh. Kenapa gak namanya pembantu rumah kita, dia kan lebih sering di rumah daripada Ibu. Barangkali dia lebih tahu.”
Aku lalu berteriak memanggil pembantu rumahku.
”Iya, Non.” Pembantuku segera keluar dari dapur lalu menghadapku.
”Mbak, ingat tidak dengan lelaki yang pernah berkunjung ke rumah kita sekitar sebulan yang lalu, yang kuajak main ke teras depan itu lho,” tanyaku penuh harap. Semoga pembantu rumahku bisa membuktikan bahwa Michael adalah kenyataan.
”Oh yang itu ya...”
”Ada kan ya.” Aku mulai cemas.
Ndak ada Non. Waktu itu di teras depan ndak ada orang lain, selain Non sendiri. Non bicara sendiri dan senyum-senyum sendiri saja. Maaf ya Non, ndak bermaksud menuduh yang bukan-bukan. Tetapi, benar itu Mbak liat. Ndak ada maksud berbohong kok.”
Aku lemas mendengarnya. Jadi, selama ini aku berbicara dengan hantu. Tetapi, aku benar-benar memberikan hadiah jam tangan itu kepadanya dan melihatnya mengenakannya. Aku juga memberikan bunga mawar itu kepadanya. Kami pun pernah berciuman. Dia terlihat nyata.
Dengan penuh kebingungan aku menaiki loteng dan menuju ke kamarku. Aku mencari-cari hadiah dan bunga mawar yang kuberikan kepada Michael. Aku mencarinya ke seisi kamarku. Dari lemari baju, laci belajar, kotak perhiasan, semuanya kubongkar. Kamarku sekarang seperti kapal pecah.
Aku lalu duduk di atas tempat tidur. Pandanganku mendadak tertuju pada kotak kecil yang ada di pojok lemari bajuku. Aku cepat-cepat mengambilnya, kemudian membukanya...
Astaga! Di dalamnya aku menemukan berlembar-lembar fotoku bersama Mike. Ada juga foto Mike yang kuambil secara candid. Kenapa semuanya tersimpan di sini? Bukankah sudah kubuang?
Aku juga menemukan barang-barang pembelian Mike, seperti kalung, gelang, anting, dompet... Dan aku melihat sebuah jam tangan dan bunga mawar. Hadiah untuk Michael. Aku menggenggam kedua benda itu di tanganku. Raut mukaku tak percaya bahwa kedua benda itu masih ada di kamarku, bukan ada di Michael.
Bukankah aku sudah memberikan kepadanya? Aku mencoba mengingat-ingat kejadian ketika aku memberikan kedua barang ini kepadanya, tetapi yang muncul hanya rasa sakit di kepala.
Sekelebat bayangan hadir di belakangku. Michael kini di balik jendela kamarku. Aku segera pergi mendekatinya.
”Michael, katakan kepadaku siapa kamu sesungguhnya?”
”Kenapa kamu meragukan diriku? Namaku Michael dan aku adalah lelaki yang kaucinta. Tidakkah bisa kau lihat itu?”
”Tidak. Aku mulai tidak percaya kamu lagi. Kenapa barang yang kuberikan kepadamu tidak kau simpan?”
”Kamu ingin tahu kenapa? Kamu ingin tahu apa aku nyata atau tidak? Coba sedikit mendekat kepadaku?” Michael menyosongkan kedua tangannya. Dia seolah memintaku menyambutnya.
Rasa penasaran menggerakkanku mendekatinya. Aku membuka jendela kamarku. Angin berhembus kencang segera menerpaku. Aku berjalan perlahan mencoba meraih kedua tangan Michael. Aku menggengam kedua tangannya sekarang. Sungguh dia nyata.
Tetapi, saat kulihat ke bawah. Michael melayang. Aku terkejut setengah mati. Dan aku lebih terkejut ketika sadar bahwa aku berdiri di atas kusen jendela. Aku berada di lantai 2 dan perasaan kaget membuatku hilang keseimbangan. Aku terpleset jatuh ke bawah. Aku pikir ini adalah akhir riwayat hidupku. Namun, ada yang mencengkramku dan menarik diriku ke atas. Aku segera rebah di pelukannya.
”Apa yang kamu lakukan, bodoh?”
Suara Mike. Dia telah menyelamatkanku. Aku lalu menangis di pelukannya.

Mike bilang kepadaku bahwa dia tetap mengawasi gerak-gerikku sejak dia membuatku terluka. Dia mengamati keanehanku. Dia melihat ada sesuatu yang tidak beres denganku. Aku sendiri tidak menyadari mengapa aku bisa menciptakan ”hantu” bernama Michael.
Mike berkata bahwa aku menciptakan gambaran dirinya karena aku tidak bisa menerina kenyataan. Menurutnya, Michael adalah suara hatiku yang tersakiti.
Mike merasa bersalah dan meminta maaf karena telah membuatku sedikit ”rusak”. Dia berjanji tidak akan meninggalkanku lagi. Tetapi, sebetulnya akulah yang harus meminta maaf.
”Maafkan aku, Mike. Selama ini aku pasti sangat manja dan menyebalkan. Bahkan, saat hari di mana aku harusnya bisa melupakanmu, malah kaulah yang menolongku. Aku sungguh lemah. Pasti aku sering membuatmu susah selama ini,” kataku padanya suatu hari sambil terisak.
”Berhentilah menangis. Wajahmu terlihat jelek. Kamu memang menyebalkan, tetapi itulah yang membuatku suka.” Mike lalu mencubit kedua pipiku dan menariknya. ”Sekarang tersenyumlah seperti ini.”
Aku berteriak kesakitan. Air mataku lalu terhenti dan aku kini ingin menghajarnya karena membuatku pipiku kesakitan.

Michael masih kerap muncul. Michael masih terus memintaku untuk menjauhi Mike. Kadangkala frekuensi suaranya semakin sering kala ku sendiri. Hal itu membuatku tidak tahan dan aku terkadang meminta Mike menemaniku sampai aku benar-benar terlelap.
Mike memang lelaki yang kucinta. Dia terus memberiku kekuatan. ”Sampai hatimu benar-benar sembuh akibat luka yang kuberikan, dia pasti akan tetap muncul. Bersabarlah. Aku sudah berjanji akan memperbaiki hubungan kita yang sempat terputus.”
”Kamu itu istana pasirku. Akan kujaga kamu sekuat tenagaku. Meski perasaanmu hancur, percayalah aku akan memugarnya kembali hanya untukmu.”
Mike memberiku sebuah gelang yang harus kukenakan. Saat aku sedang berjalan sendirian, dia memintaku meraba gelang itu saat sosok Michael muncul di sekelilingku atau saat suara Michal bergema di pikiranku. Gelang pemberiannya cukup ampuh dan membuatku lebih berani menghadapi rasa takutku.

            ”Ini untukku?” Mike agak terkejut ketika aku memintanya menerima sebuah jam tangan dan setangkai mawar.
            ”Ya terimalah ini,” pintaku.
            ”Barang ini kan untuk...” Mike berniat melanjutkan, tetapi ragu-ragu.
            ”Tidak apa-apa Mike. Aku sudah lebih kuat dari sebelumnya. Jam tangan dan mawar itu memang diberikan untuk Michael pada awalnya. Tetapi, kan Michael adalah dirimu sebetulnya. Ilusi dirimu. Dia adalah kau. Jadi, kupikir yang terbaik dari cara melupakan Michael adalah dengan memberikan kepada dirimu apa yang seharusnya kuberikan kepadanya.”
            Mike mengangguk dan tersenyum. Mike pasti berpikir bahwa aku sudah lebih dewasa dari awal pertama ia mengenalku.
Samar-samar aku melihat Michael dari jauh masih mengawasiku. Tetapi, kuyakin dia tidak akan berani mengusikku. Seiring kepercayaanku pada Mike kembali, kemunculan sosok dan suara Michael mulai berkurang. Hatiku mulai pulih.
Mike memang pernah menjadi kekasihku. Tetapi, sekarang aku ingin memandangnya sebagai kekasihku yang baru. Aku ingin memulai kehidupan baru bersamanya. Kehidupan yang lebih kuat dan lebih erat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar