Page

23 Desember 2012

Profesor Karawang

Dulu aku menganggap kejadian ini paling memalukan. Ceritanya waktu  UAS (Ujian Akhir Semester) semester pertama. Kebiasaan waktu zaman SMA, meski aku mencatat jadwal UAS di buku, aku lebih suka mengingatnya ketimbang membuka catatan. Padahal, ingatan itu bisa salah, kan?

Terjadillah di sebuah hari Kamis kelabu, tubuhku lemas saat aku melihat jadwal UAS mata kuliah Dinamika Kelompok adalah di hari Rabu! Aku ingatnya itu hari Jumat. Padahal, pas di hari Rabu itu, aku masih bersantai-santai di rumah, main DotA pula. Hahaha. Benar-benar lemas, sampai 2 UAS terakhir: Bahasa Indonesia dan Kewarganegaraan, aku tidak semangat belajar. Tidak mengikuti UAS pasti jaminan tidak lulus. Dan, benar saja pas mengambil Kartu Hasil Studi, tertulis huruf D di mata kuliah itu.

Berarti, saya mesti mengulang mata kuliah itu tahun depan (karena cuman dibuka di semester ganjil). Memalukan sekali harus mengulang mata kuliah yang notabene untuk anak-anak semester pertama. Benar-benar memalukan. Yang bikin malu sebenarnya adalah cara saya tidak lulus. Salah jadwal! Teman-teman seangkatan saya kebanyakan tahu dengan kejadian memalukan ini. Mereka dulu suka menertawakan dengan apa yang aku alami waktu itu.

Sekarang, aku tidak lagi menganggap itu sebagai kejadian paling memalukan, tetapi itu kejadian yang membuatku bersyukur. Karena mengulang mata kuliah itu, saya bisa mengenal seseorang yang kelak menjadi sahabat dan penyemangat saya. Dialah Yonathan Natanael.

Yonathan Natanael, pindahan dari jurusan Teknik Mesin ke jurusan Psikologi. Dia pindah jurusan karena tidak nyaman dengan lingkungan di jurusan Teknik Mesin. Jurusan Psikologi, rupanya tepat baginya. Awalnya bukan siapa-siapa, tetapi lalu dia menjadi orang paling disegani di kalangan mahasiswa psikologi. Karena hanya dialah yang benar-benar menyukai angka. Psikometrika dan SPSS adalah jagonya. Para junior dan teman seangkatan meminta bantuannya untuk diajari psikometrika atau mengolah data penelitian. Kemampuannya menggunakan SPSS bisa dibilang dua kali lebih baik dari saya, eh dari semua teman yang saya kenal. Makanya, dia sering mendapat bayaran untuk mengolah data SPSS atau pun sekadar meng-input kuesioner dari banyak orang.

Gitar yang tercampakkan
Sebetulnya, alasan pertama aku ingin berteman dengannya sangat sederhana. Aku memintanya mengajariku bermain gitar. Tetapi, sayang aku tidak bisa memainkan gitar itu sampai sekarang. Maaf ya Tan. Hehehe. Tampaknya gue emang gak bakat dalam bermusik.

Meski gitarnya itu (sampai sekarang) saya campakkan, untunglah mentornya tidak. Dia menjadi bagian penting dalam hidup saya. Menjadi teman bicara yang baik.

Yonathan tipikal anak gereja ya. Hidup adalah pelayanan. So, dia bisa melayani teman-temannya dengan baik. Makanya, Yonathan menjadi orang yang menemani saya sejak proposal skripsi sampai skripsi saya lulus. Bahkan kita yudisium bersama-sama. Entah apa jadinya jika saya tak bertemu dengannya. 

Yudisium bersama Ibu Henny (Dekan) dan Ibu Tia (Ketua Program S2)
Pertama, dialah yang menemani saya ke PMI (Palang Merah Indonesia), tempat saya mengambil data. Kedua, dialah yang memberikan banyak masukan berharga untuk kemajuan skripsi saya. Dan, terakhir dialah penyemangat saat saya benar-benar hampir down mengerjakan skripsi. Dia benar-benar orang yang dapat saya andalkan. Jika orang-orang lain berbagi galau, dia justru berbagi semangat.

Dia adalah orang yang sering saya ajak diskusi dalam hal akademik atau penelitian. Bahkan, kami pernah mengerjakan penelitian di luar skripsi yang kemudian akan mendapat sanjungan dari sejumlah dosen.

Di acara Temu Ilmiah Nasional, SDG Award, dan Kongres IPPI
Kami pun sering bermimpi ini-itu ketika mengobrol di chatting. Kami juga bercita-cita melanjutkan kuliah di S-2. Sangat seru jika kembali mengingat masa-masa itu.

Namun, jalan hidup orang tak bisa ditebak. Ketika ia memutuskan kembali ke Karawang dan berkarir di sana, aku tahu bahwa ada yang harus ia perjuangkan di luar mimpi-mimpi lamanya itu. Dibandingkan dengan hidup di Jakarta, aku melihat Yonathan jauh lebih bahagia dan berhasil di sana. Ada keluarganya di sana, ada teman-teman kecilnya di sana, dan ada sesuatu yang besar yang dapat ia capai. Kabar terakhir, aku mendengar ia mendapat undangan gathering ke Bangkok dan Bali karena kinerja karirnya yang baik. Congratz, Tan.

Karawang bukan kota besar. Tetapi, Karawang hebat sudah melahirkan satu orang luar biasa seperti dia. Teman saya, Siti Syarifah bahkan sering menyebutnya sebagai Profesor. Kalau saya, mungkin Profesor dari Karawang. Hehehe.

Saya bersyukur bisa mengenal Yonathan. ”Thanks, Tan. Loe telah mengenalkan gue kota Karawang, lalu teman-teman loe di sana, keluarga loe di sana, dan tentu saja diri loe sendiri. Gue banyak belajar dari loe. Apa pun yang loe jalani, semoga loe selalu sukses dan terberkati :)”

1 komentar: