Dulu aku
menganggap kejadian ini paling memalukan. Ceritanya waktu UAS (Ujian Akhir Semester) semester pertama. Kebiasaan
waktu zaman SMA, meski aku mencatat jadwal UAS di buku, aku lebih suka
mengingatnya ketimbang membuka catatan. Padahal, ingatan itu bisa salah, kan?
Terjadillah di
sebuah hari Kamis kelabu, tubuhku lemas saat aku melihat jadwal UAS mata kuliah
Dinamika Kelompok adalah di hari Rabu! Aku ingatnya itu hari Jumat. Padahal,
pas di hari Rabu itu, aku masih bersantai-santai di rumah, main DotA pula. Hahaha.
Benar-benar lemas, sampai 2 UAS terakhir: Bahasa Indonesia dan Kewarganegaraan,
aku tidak semangat belajar. Tidak mengikuti UAS pasti jaminan tidak lulus. Dan,
benar saja pas mengambil Kartu Hasil Studi, tertulis huruf D di mata kuliah
itu.
Berarti, saya
mesti mengulang mata kuliah itu tahun depan (karena cuman dibuka di semester
ganjil). Memalukan sekali harus mengulang mata kuliah yang notabene untuk
anak-anak semester pertama. Benar-benar memalukan. Yang bikin malu sebenarnya adalah
cara saya tidak lulus. Salah jadwal! Teman-teman seangkatan saya kebanyakan
tahu dengan kejadian memalukan ini. Mereka dulu suka menertawakan dengan apa
yang aku alami waktu itu.
Sekarang, aku
tidak lagi menganggap itu sebagai kejadian paling memalukan, tetapi itu kejadian
yang membuatku bersyukur. Karena mengulang mata kuliah itu, saya bisa mengenal seseorang
yang kelak menjadi sahabat dan penyemangat saya. Dialah Yonathan Natanael.
Yonathan
Natanael, pindahan dari jurusan Teknik Mesin ke jurusan Psikologi. Dia pindah
jurusan karena tidak nyaman dengan lingkungan di jurusan Teknik Mesin. Jurusan Psikologi,
rupanya tepat baginya. Awalnya bukan siapa-siapa, tetapi lalu dia menjadi orang
paling disegani di kalangan mahasiswa psikologi. Karena hanya dialah yang
benar-benar menyukai angka. Psikometrika dan SPSS adalah jagonya. Para junior
dan teman seangkatan meminta bantuannya untuk diajari psikometrika atau
mengolah data penelitian. Kemampuannya menggunakan SPSS bisa dibilang dua kali
lebih baik dari saya, eh dari semua teman yang saya kenal. Makanya, dia sering
mendapat bayaran untuk mengolah data SPSS atau pun sekadar meng-input kuesioner dari banyak orang.
![]() |
Gitar yang tercampakkan |
Meski gitarnya
itu (sampai sekarang) saya campakkan, untunglah mentornya tidak. Dia menjadi bagian
penting dalam hidup saya. Menjadi teman bicara yang baik.
Yonathan tipikal
anak gereja ya. Hidup adalah pelayanan. So,
dia bisa melayani teman-temannya dengan baik. Makanya, Yonathan menjadi orang
yang menemani saya sejak proposal skripsi sampai skripsi saya lulus. Bahkan
kita yudisium bersama-sama. Entah apa jadinya jika saya tak bertemu dengannya.
![]() |
Yudisium bersama Ibu Henny (Dekan) dan Ibu Tia (Ketua Program S2) |
Pertama, dialah
yang menemani saya ke PMI (Palang Merah Indonesia), tempat saya mengambil data.
Kedua, dialah yang memberikan banyak masukan berharga untuk kemajuan skripsi
saya. Dan, terakhir dialah penyemangat saat saya benar-benar hampir down mengerjakan skripsi. Dia
benar-benar orang yang dapat saya andalkan. Jika orang-orang lain berbagi
galau, dia justru berbagi semangat.
Dia adalah orang
yang sering saya ajak diskusi dalam hal akademik atau penelitian. Bahkan, kami
pernah mengerjakan penelitian di luar skripsi yang kemudian akan mendapat
sanjungan dari sejumlah dosen.
Di acara Temu Ilmiah Nasional, SDG Award, dan Kongres IPPI |
Kami pun sering
bermimpi ini-itu ketika mengobrol di chatting.
Kami juga bercita-cita melanjutkan kuliah di S-2. Sangat seru jika kembali
mengingat masa-masa itu.
Namun, jalan
hidup orang tak bisa ditebak. Ketika ia memutuskan kembali ke Karawang dan
berkarir di sana, aku tahu bahwa ada yang harus ia perjuangkan di luar
mimpi-mimpi lamanya itu. Dibandingkan dengan hidup di Jakarta, aku melihat
Yonathan jauh lebih bahagia dan berhasil di sana. Ada keluarganya di sana, ada
teman-teman kecilnya di sana, dan ada sesuatu yang besar yang dapat ia capai.
Kabar terakhir, aku mendengar ia mendapat undangan gathering ke Bangkok dan Bali karena kinerja karirnya yang baik. Congratz, Tan.
Karawang bukan
kota besar. Tetapi, Karawang hebat sudah melahirkan satu orang luar biasa
seperti dia. Teman saya, Siti Syarifah bahkan sering menyebutnya sebagai
Profesor. Kalau saya, mungkin Profesor dari Karawang. Hehehe.
Saya bersyukur
bisa mengenal Yonathan. ”Thanks, Tan.
Loe telah mengenalkan gue kota Karawang, lalu teman-teman loe di sana, keluarga loe di sana, dan tentu saja diri loe sendiri. Gue banyak belajar dari loe.
Apa pun yang loe jalani, semoga loe selalu sukses dan terberkati :)”
Obat Aborsi
BalasHapusObat Aborsi Asli
Jual Obat Aborsi Asli